> >

Otonomi Khusus Papua: Bukan Hanya Soal Anggaran, tapi Implementasi dan Sosialisasi

Peristiwa | 24 Oktober 2020, 13:20 WIB
Tangkapan layar diskusi dalam Webinar bertemakan Otonomi Khusus untuk Siapa? yang diselenggarakan oleh KompasTV pada Kamis 22/10/2020 (Sumber: KompasTV)

“Kalau kita mulai dari seberapa besar uang yang sudah diberikan kepada Papua, tentu harus juga kita jujur mengatakan bahwa di Papua sendiri hari ini ada fenomena yang terjadi di kalangan anak-anak yang buktinya banyak dari mereka yang menjadi wakil bupati, pemimpin DPR, dan sebagainya,” kata Franky.

Sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Franky, Wakil Bupati Thomas Eppe Safanpo menyebut bahwa dalam berbicara otsus jangan hanya dipandang semata-mata mengenai dana atau anggaran. Pasalnya, menurut Thomas, soal anggaran dari pemerintah pusat sudah sangat baik, tetapi justru implementasinya yang bermasalah.

“Pertama, otsus harus dipandang sebagai instrumen kebijakan pusat terhadap pembangunan dan kemajuan Papua. Kedua, anggaran dalam sistem pemerintahan merupakan instrumen pelaksana kebijakan. UU otsus dari sisi naskah sangat bagus. Problem utama dari UU Otsus selama 19 tahun ini adalah problem di tingkat implementasi. Implementasinya yang selalu bermasalah,” tegas Thomas.

Thomas memang menyadari bahwa hingga saat ini banyak orang asli Papua yang belum mendapatkan manfaat dari dana otsus yang sekian tahun dikucurkan tersebut.

“Salah satu alasannya adalah banyak program pemerintah Papua maupun pemerintah Papua Barat yang dilaksanakan di seluruh wilayah Papua di mana berasal dari dana Otsus yang dikucurkan, tapi tidak disosialisasikan kepada masyarakat Papua sehingga tidak tahu seberapa banyak masyarakat Papua yang menikmati hasil dari dana otsus itu,” ujar Thomas. 

Maka darinya ditegaskan ulang oleh Thomas bahwa implementasi dan sosialisasi yang baik sangat dibutuhkan dalam menjawab permasalahan otsus.

Ditambahkan oleh Kepala Pusat Analisis Kebijakan dan Kinerja Bappenas RI Velix Wanggai menyampaikan bahwa otsus merupakan jalan tengah bagi Papua dari sisi sosial, hukum, hingga ekonomi. Hal itu terbukti dengan adanya indikator pembangunan Papua dari 2002 yang memang menurun secara drastis. Misalnya dari tingkat angka kemiskinan, yang semula 52% turun menjadi 27%.

“Maka dari itu, yang harus dilihat bukan dari sisi konteksmembandingkan dengan daerah-daerah di Indonesia, tetapi kita melihat dari bentangan perjalanan panjang, yakni dari kebijakan otsus yang memberikan hasil, sisi sektoral yang memberikan hasil, termasuk peran-peran swasta yang berperan,” ujar Velix.

Velix juga menambahkan bahwa percepatan Papua dalam inpres 9 tahun 2020 menjadi bagian transisi untuk menguatkan otsus. Selanjutnya, otsus akan diperpanjang dari sisi anggaran hingga melakukan revisi UU Otsus demi menjawab persoalan-persoalan di Papua, termasuk kerangka pembangunan. 

Akhirnya, revisi dari UU Otsus dapat menjawab tantangan pembangunan di Papua dan membangun identitas orang Papua hingga merumuskan kebijakan yang lebih kontekstual

Alhasil, yang terpenting dari otsus adalah meningkatkan akuntabilitas serta transparansi Otsus agar betul-betul memberi manfaat kesejahteraan bagi seluruh rakyat Papua, termasuk orang asli Papua itu sendiri. Setidaknya, itulah yang selanjutnya perlu dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah di masa depan. 

Bahkan, ditegaskan pula oleh Billy bahwa arahan Presiden Jokowi untuk mempercepat pembangunan di Tanah Papua terus dilakukan dan tidak akan pernah berubah. Maka darinya, dibutuhkan suatu komitmen bersama dalam menghasilkan proses yang tepat tersebut. 

“Kesimpulan manusia-manusia Papua harus menjadi manusia handal untuk membangun di atas kakinya sendiri, bukan hanya membangun tanah Papua tapi membangun seluruh Indonesia sehingga menjadi kebanggan di level nasional dan internasional,” ujar Billy. 

Franky pun menambahkan solusi dari membangun dan menata masa depan tanah Papua itu adalah otsus. 

Penulis : Desy-Hartini

Sumber : Kompas TV


TERBARU