Gatot Nurmantyo Minta Polri Bebaskan Para Tokoh KAMI, Tuduhan UU ITE Banyak Pasal Karet
Politik | 14 Oktober 2020, 14:27 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Sehubungan dengan penangkapan petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), sejumlah tokoh KAMI lainnya memberikan pernyataan dan sikap.
Presidium KAMI Gatot Nurmantyo bersama Rochmat Wahab dan M. Din Syamsuddin mengungkapkan bahwa KAMI meminta polri membebaskan para Tokoh KAMI dari tuduhan dikaitkan dengan penerapan UU ITE yang banyak mengandung "pasal-pasal karet".
Baca Juga: Protes Penangkapan Tokoh KAMI, Din Syamsuddin Yakini Ada Tujuan Politis
"Patut dinilai bertentangan dengan semangat demokrasi dan konstitusi yang memberi kebebasan berbicara dan berpendapat kepada rakyat warga negara," ujar Gatot Nurmantyo yang juga mantan Panglima TNI itu, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (14/10/2020).
Menurutnya, kalau pun UU ITE tersebut mau diterapkan, maka polri harus berkeadilan, yaitu tidak hanya membidik KAMI saja.
"Sementara banyak pihak di media sosial yang mengumbar ujian kebencian yang berdimensi SARA tapi polri berdiam diri," kata Gatot.
KAMI juga menolak secara kategoris penisbatan atau pengaitan tindakan anarkis dalam unjuk rasa kaum buruh, mahasiswa dan pelajar dengan organisasi KAMI.
Gatot melanjutkan, KAMI mendukung mogok nasional dan unjuk rasa kaum buruh sebagai bentuk penunaian hak konstitusional.
Tapi KAMI secara kelembagaan belum ikut serta, kecuali memberi kebebasan kepada para pendukungnya untuk bergabung dan membantu pengunjuk rasa atas dasar kemanusiaan.
"Polri justru diminta untuk mengusut adanya indikasi keterlibatan pelaku profesional yang menyelusup ke dalam barisan pengunjuk rasa dan melakukan tindakan anarkis termasuk pembakaran, sebagaimana diberitakan oleh media sosial," tutur Gatot, menegaskan.
Baca Juga: Petinggi dan Anggota KAMI Ditangkap, Polisi Sebut Terkait Hoaks dan Pelanggaran UU ITE
Sebelumnya, pihak polisi dalam hal ini menangkap delapan orang yang sebagian besar petinggi KAMI karena diduga terkait unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja yang bergulir sejak pekan lalu.
Mereka ditangkap dari dua daerah berbeda. Empat orang ditangkap di Medan, yakni Juliana, Devi, Khairi Amri dan Wahyu Rasari Putri. Sementara, empat lainnya diamankan di Jakarta dan sekitarnya, yakni Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Kingkin.
Namun demikian, menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Mabes Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono, delapan orang itu ditangkap berkaitan dengan dugaan penyebaran narasi bernada permusuhan dan SARA.
"(Delapan orang yang ditangkap karena) memberikan informasi yang membuat rasa kebencian dan permusuhan terhadap individu atau kelompok berdasarkan SARA dan penghasutan," kata Awi kepada Kompas TV, Selasa (13/10/2020).
Penulis : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV