> >

Surat Telegram Kapolri Ditentang YLBHI, Bungkam Kritik Rakyat soal RUU Cipta Kerja

Peristiwa | 6 Oktober 2020, 06:05 WIB
Kapolri Jenderal Pol Idham Azis. Surat Telegram Kapolri Jenderal Idham Azis dianggap membungkam kritik rakyat soal pengesahan RUU Cipta Kerja. (Sumber: KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO)

Pertama, terkait perintah melaksanakan fungsi intelijen dan deteksi dini untuk mencegah terjadinya unjuk rasa (unras) dan mogok kerja yang dapat menimbulkan aksi anarkis dan konflik sosial.

Isnur menuturkan, Polri tidak mempunyai hak untuk mencegah unjuk rasa.

Menurut Pasal 13 UU Nomor 9 Tahun 1998, Polri justru bertanggung jawab memberi pengamanan terhadap peserta penyampaian pendapat di muka umum.

Berikutnya, YLBHI menyoroti poin ketiga pada telegram itu yang berbunyi, "cegah, redam dan alihkan aksi" guna mencegah penyebaran Covid-19.

Isnur menilai bahwa hal itu diskriminatif. Padahal sebelum ini telah banyak keramaian yang bahkan tidak menaati protokol kesehatan seperti perusahaan, pusat perbelanjaan bahkan bandara.

"Sebaliknya, dua aksi tolak Omnibus Law sebelumnya terbukti tidak menimbulkan klaster baru Covid-19," tutur Isnur.

Kemudian, YLBHI menilai ada penyalahgunaan wewenang oleh Polri.

Hal itu merujuk perintah nomor lima berbunyi, "lakukan cyber patrol pada medsos dan manajemen media untuk bangun opini publik yang tidak setuju dengan aksi unras di tengah pandemi Covid-19".

Termasuk poin keenam yang berisi "lakukan kontra-narasi isu-isu yang mendiskreditkan pemerintah".

Baca Juga: Ketok Palu, DPR Sahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja Jadi Undang-Undang

Demo buruh tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Surat Telegram Kapolri Ditentang YLBHI, Bungkam Kritik Rakyat soal RUU Cipta Kerja. (Sumber: Kompas.com)

Kritik Masyarakat Terhambat

Mengacu pada Pasal 30 UUD 1945 dan amandemennya, Isnur menuturkan, Polri bertugas menjaga keamanan dan ketertiban, bukan melakukan kampanye untuk pemerintah.

Selain itu, YLBHI berpandangan bahwa kritik publik terhadap pemerintah berpotensi terhambat dengan adanya perintah tersebut.

Isnur sekaligus menyoroti perintah penegakkan hukum terhadap pelanggaran pidana dengan menggunakan pasal pada UU Kekarantinaan Kesehatan.

YLBHI kemudian membandingkan dengan penegakan hukum terhadap munculnya klaster di lingkungan perkantoran.

"Bahkan berbagai laporan menunjukkan adanya klaster perkantoran, tapi Polri tidak pernah menggunakan Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan untuk pengusaha ataupun pejabat yang memerintahkan pekerja/pegawai tetap bekerja," ucap dia.

Baca Juga: Resmi Disahkan, Ini 5 Poin Penting dalam UU Cipta Kerja yang Bikin Publik Geram!

Penulis : fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU