Rawan Kecurangan & Bahayakan Kesehatan, ICW Minta Pilkada 2020 Ditunda
Pilkada serentak | 3 Oktober 2020, 06:10 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Pilkada Serentak 2020 sudah selayaknya ditunda. Pasalnya Pilkada kali ini rawan kecurangan, dan membahayakan keselamatan atau kesehatan warga.
Peneliti ICW Egi Primayogha merinci alasan penundaan Pilkada 2020 yang tahapannya kini sedang berjalan.
Pertama mengenai kesehatan warga. Data pada 1 Oktober 2020, jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia telah mencapai 291 ribu. Belum lagi mengenai kematian akibat Covid-19 yang telah mencapai 10.856.
Menurut Egi, pelaksanaan pilkada di tengah pandemi yang semakin memburuk akan menyebabkan berbagai dampak negatif. Sejumlah aktivitas dalam proses pilkada akan menimbulkan kerumunan massa. Proses kampanye misalnya, jelas akan melibatkan banyak orang.
"Begitu juga dengan perhitungan suara yang akan melibatkan cukup banyak pihak dalam prosesnya. Dengan begitu, maka risiko penularan akan semakin tinggi," ujar Egi, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas TV, Jumat (2/10/2020).
Baca Juga: Banyak Seruan Tunda Pilkada 2020, Pemerintah Abaikan Suara Rakyat? - ROSI
Kedua mengenai potensi praktik kecurangan yang akan semakin rawan terjadi. Peneliti ICW Egi Primayogha mengatakan, di tengah pandemi, banyak warga yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Permasalahan itu dialami oleh berbagai lapisan warga. Bantuan sosial yang diberikan pemerintah juga tak selalu lancar.
"Kondisi itu dapat dimanfaatkan oleh para kandidat untuk melakukan praktik vote buying. Kandidat memberikan hal mendesak yang dibutuhkan warga guna mendapatkan suara. Politisasi bantuan sosial untuk kepentingan Pilkada juga akan marak, terutama dilakukan oleh petahana," tutur
Lebih lanjut, Egi juga mengatakan, pandemi yang terjadi akan membatasi ruang gerak warga, sehingga pengawasan akan semakin melemah.
"Jikapun dipaksakan risiko penularan akan semakin tinggi. Oleh sebab itu praktik kecurangan akan semakin marak," ujarnya.
Ketiga mengenai partisipasi warga. Menurutnya, warga kemungkinan besar akan enggan untuk berpartisipasi, karena besarnya risiko penularan. Ikut hadir di bilik suara dengan protokol kesehatan sekalipun, tetap tidak mengurangi resiko dan ancaman kesehatan dan nyawa mereka.
"Rendahnya partisipasi warga akan menurunkan kualitas dari pilkada itu sendiri, sekaligus mencerminkan terdapat permasalahan di balik prosesnya," tutur Egi.
Ada Kepentingan Cukong Pilkada 2020?
Jalan untuk menunda Pilkada 2020 menurut Egi sangat terbuka lebar. Hal ini bisa dilihat dalam penjelasan Pasal 201A ayat (3) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) no 2 tahun 2020.
Dalam pasal tersebut menegaskan, Pilkada dapat ditunda dan dijadwalkan kembali apabila pandemi Covid-19 belum berakhir.
Keputusan Pemerintah dan dikukuhkan oleh DPR dalam kesepakatan rapat dengar pendapat tanggal 21 September 2020 lalu, dicurigai oleh ICW.
"Kuat diduga terdapat kepentingan lain di balik keputusan tersebut," kata Egi.
Baca Juga: Tak Setuju Pilkada 2020, Pakar Berikan Solusi Lain - ROSI
Menurutnya, sudah jadi rahasia umum bahwa pilkada merupakan ajang transaksi kepentingan bagi para cukong. Bahkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mensinyalir bahwa 92 persen calon kepala daerah disokong oleh para cukong.
Para cukong ini, kata Egi, akan mendapatkan keuntungan ekonomi-politik berlipat-lipat saat calonnya menang dalam kontestasi Pilkada nanti.
"Jika Presiden Joko Widodo terus bersikukuh untuk tak menunda Pilkada 2020 dengan dalih yang tidak cukup masuk akal, maka Presiden dapat dianggap tidak memprioritaskan keselamatan warga."
"Sebaliknya, Presiden dapat dianggap lebih mendahulukan kepentingan politik dan kepentingan para bandar yang mungkin telah ‘membeli’ Pilkada di depan," tutup Egi.
Penulis : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV