KPAI: Mendikbud Nadiem Makarim Tidak Tegas Terapkan Kurikulum Darurat
Politik | 8 Agustus 2020, 11:15 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menilai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim tidak tegas dalam penerapan kurikulum darurat yang dikeluarkannya.
Ketidaktegasan tersebut, tergambar dalam keputusan Kemendikbud menjadikan kurikulum darurat sebagai kurikulum alternatif.
"Sayangnya Kemendikbud tidak tegas bahwa kurikulum dalam situasi darurat ini harus digunakan seluruh sekolah, tetapi menjadi kurikulum alternatif," ujar Retno melalui keterangan tertulis, dikutip dari Tribunnews.com, Sabtu (8/8/2020).
Menurut Retno, seharusnya tidak boleh ada pelaksanaan kurikulum berbeda dalam satu tahun ajaran baru. Karena ini akan membingungkan guru dan sekolah dalam penerapannya.
Kejadian yang sama, yakni dengan dua kurikulum, pernah terjadi di zaman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dipimpin Anies Baswedan.
Saat itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberlakukan kurikulum 2013 dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Di masa pandemi Covid-19 seperti ini, Retno menyarankan, sebaiknya hanya kurikulum darurat saja yang diterapkan.
"Jadi untuk meringankan guru, siswa dan orang tua. Maka kurikulum yang harusnya diberlakukan adalah kurikulum dalam situasi darurat," ucap Retno.
Sejauh ini Retno mengaku belum mengetahui poin-poin dalam kurikulum darurat tersebut. Namun begitu dia berharap kurikulum darurat semestinya didasarkan pada standar isi dan standar penilaian.
"Meski barangnya belum diketahui publik dan KPAI juga belum mendapatkan Permendikbud tentang standar isi dan standar penilaian, karena perubahan kurikulum semestinya didasarkan pada standar isi dan standar penilaian tersebut," kata Retno.
Kemendikbud Keluarkan Kurikulum Darurat
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, resmi mengeluarkan kurikulum darurat (dalam kondisi khusus) di tengah pandemi virus corona atau Covid-19.
Kurikulum darurat dikeluarkan untuk meringankan kesulitan pembelajaran di masa pandemi. Terutama untuk sekolah yang tetap menerapkan kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Kurikulum darurat ini dapat digunakan untuk jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), SD, SMP, SMA dan SMK yang berfungsi sebagai penyederhanaan kompetensi dasar.
"Kurikulum ini untuk membantu mengurangi beban guru dalam melaksanakan kurikulum nasional dan siswa dalam keterkaitannya dengan penentuan kenaikan kelas dan kelulusan,” kata Nadiem di Jakarta, Jumat (7/8/2020).
Penyederhanaan melalui kurikulum darurat ini dilakukan secara masif, di mana modul pembelajaran dibuat lebih spesifik. Modul pembelajaran berisi panduan untuk guru, pendamping dalam hal ini orang tua atau wali, dan siswa itu sendiri.
Kurikulum darurat ini pun merupakan bentuk penyederhanaan kompetensi dasar yang mengacu pada kurikulum 2013. "Kurikulum darurat mengurangi setiap mata pelajaran, fokus pada kompetensi esensial dan prasyarat pembelajaran di tingkat selanjutnya. Jadi, bukan melebar tapi mendalam," ujar Nadiem.
Adapun pelaksanaan kurikulum darurat ini akan berlaku sampai akhir tahun ajaran 2020/2021. Artinya, tetap berlaku walaupun kondisi khusus sudah berakhir.
Meskipun dibuat kurikulum darurat, satuan pendidikan tidak wajib mengikuti kurikulum ini. Kemendikbud menyediakan tiga opsi: Pertama, tetap menggunakan kurikulum nasional 2013.
Kedua, menggunakan kurikulum darurat (dalam kondisi khusus). Ketiga, melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri.
"Bagi yang membutuhkan standar lebih sederhana, boleh menggunakan kurikulum darurat. Tetapi, opsi menggunakan kurikulum darurat tidak dipaksa," ujar Nadiem.
Lebih lanjut, Nadiem menuturkan, kurikulum darurat diharapkan dapat memudahkan proses pembelajaran di masa pandemi.
Adapun dampak penggunaan kurikulum darurat bagi guru antara lain, tersedianya acuan kurikulum yang sederhana, berkurangnya beban mengajar.
Lalu, guru dapat fokus pada pendidikan dan pembelajaran yang esensial dan kontekstual. Kesejahteraan psikososial guru juga meningkat.
Selanjutnya, dampak bagi siswa yakni siswa tidak dibebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum dan dapat berfokus pada pendidikan dan pembelajaran yang esensial dan kontekstual. Serta kesejahteraan psikososial siswa meningkat.
Sementara dampaknya bagi orang tua, mempermudah pendampingan pembelajaran di rumah dan meningkatkan kesejahteraan psikososial.
“Kurikulum darurat diharapkan dapat membantu mengurangi kendala yang dihadapi guru, orang tua, dan anak selama masa pandemi,” ujar Nadiem.
Berikutnya, kurikulum darurat juga menyediakan modul pembelajaran berbasis aktivitas untuk guru, orang tua, dan siswa.
Bagi PAUD, modul belajar dijalankan dengan prinsip “bermain adalah belajar”. Maksudnya, proses pembelajaran terjadi saat anak bermain serta melakukan kegiatan sehari-hari.
Lalu untuk SD modul belajar berorientasi pada kompetensi literasi, numerasi, pendidikan karakter dan kecakapan hidup. Juga kompetensi dasar yang mencakup berbagai mata pelajaran.
Penulis : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV