> >

5 Dampak Buruk FOMO untuk Kesehatan Mental

Kesehatan | 21 September 2024, 05:00 WIB
Arti istilah FOMO, JOMO, FOBO dan YOLO (Sumber: kemenkeu.go.id)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Media sosial dihebohkan dengan boneka monster bernama Labubu. Popularitas boneka Labubu ini meningkat setelah digunakan oleh salah satu bintang K-pop Lisa BLACKIPINK.

Di Indonesia, boneka kecil ini membuat para penggemarnya rela antre berjam-jam di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. Banyak warganet menghubungkan tren Labubu dengan fenomena FOMO atau Fear of Missing Out.

FOMO mengacu pada rada takut melewatkan momen, pengalaman, atau aktivitas yang sedang terjadi atau populer di lingkungannya. Menariknya, FOMO tidak hanya menimpa kalangan anak muda namun juga orang yang lebih tua.

Dikutip dari laman National Institutes of Health, FOMO dapat menimbulkan dampak buruk untuk kesehatan mental.

Baca Juga: Cerita Joki Strava, FOMO Lari Jadi Ladang Cuan dan Dijual Rp3000 per Kilometer

Dampak Buruk FOMO untuk Kesehatan Mental

FOMO memiliki hubungan dengan raca cemas dan takut kehilangan pengalaman orang lain. FOMO dapat memengaruhi orang pada berbagai tingkatan, dari merasa tertekan secara ringan hingga terpengaruh secara serius pada kesehatan mental.

Berikut beberapa dampak buruk FOMO untuk kesehatan mental

1. Menurunkan rasa percaya diri

FOMO dapat menurunkan rasa percaya diri seseorang akibat membandingkan diri dengan kehidupan orang lain di media sosial. Ketika terlalu fokus pada kehidupan orang lain, kita seringkali melupakan pencapaian dan potensi diri sendiri. 

Kita menjadi terlalu sibuk mengejar standar yang tidak kita tetapkan sendiri. FOMO juga bisa memicu perasaan bahwa kita selalu kurang dari orang lain, baik dari segi materi, pengalaman, atau penampilan. 

2. Menurunkan produktifitas

FOMO membuat kita merasa harus selalu terhubung dan mengetahui segala sesuatu yang terjadi. Akibatnya, kita cenderung menunda-nunda pekerjaan karena takut melewatkan momen penting atau kesempatan yang lebih menarik. 

Rasa takut ketinggalan bisa memicu stres dan kecemasan yang cukup tinggi. Hal ini tentu saja akan memengaruhi kualitas pekerjaan dan produktivitas kita secara keseluruhan.

FOMO juga dapat menjadi penghambat produktivitas yang cukup signifikan. Kesuksesan atau kesenangan orang lain di media sosial bisa memicu perasaan iri dan tidak puas. 

Kita kemudian mulai membandingkan diri dengan mereka yang pada akhirnya dapat menurunkan motivasi dan semangat kerja. 

3. Mempengaruhi kualitas tidur

Dampak buruk FOMO selanjutnya adalah penurunan kualitas tidur. FOMO menimbulkan perasaan cemas, sehingga sulit membuat pikiran rileks bahkan saat tertidur.

Ketakutan akan ketinggalan sesuatu yang menarik atau penting membuat pikiran sulit untuk dihentikan. Kita terus membayangkan apa yang sedang dilakukan oleh orang lain, apa yang kita lewatkan, dan bagaimana jika kita ketinggalan kesempatan.

FOMO juga seringkali diiringi dengan perasaan stres dan cemas. Emosi negatif ini dapat membuat sulit untuk tidur nyenyak dan menyebabkan kita sering terbangun di tengah malam.

4. Stres

Rasa takut ketinggalan sesuatu yang menarik atau penting ini bisa memicu berbagai emosi negatif yang berujung pada stres. FOMO menciptakan lingkaran setan rasa cemas. 

Semakin kita takut ketinggalan, semakin kita merasa perlu untuk selalu terhubung dan mengetahui segala sesuatu yang terjadi. Hal ini tentu saja membuat pikiran kita terus bekerja keras dan memicu rasa cemas.

FOMO mendorong kita untuk selalu online dan terhubung dengan dunia maya. Tekanan untuk selalu responsif terhadap notifikasi dan pesan dapat menyebabkan kelelahan mental dan stres.

Baca Juga: [FULL] Jangan Beli vivo V30 atau V30e Sebelum Nonton Ini! | Fomotech #10

5. Kurang mandiri

Dampak negatif FOMO secara berlebihan selanjutnya dapat membuat seseorang kurang mandiri. Hal ini membuat seseorang berkecenderungan untuk terus-menerus membutuhkan persetujuan dan validasi orang lain.

Sebab, orang yang FOMO ingin memastikan bahwa mereka juga terlibat dalam hal-hal yang sedang tren atau populer. Tujuannya agar merasa diterima dan diakui oleh kelompok sosial mereka.

 

Penulis : Switzy Sabandar Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU