> >

Studi Terbaru Ungkap Ketahanan Mental Jadi Kunci Umur Panjang

Kesehatan | 5 September 2024, 12:10 WIB
Ilustrasi perempuan dengan mental yang kuat. (Sumber: Benzoix on Freepik)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal BMJ Mental Health mengungkapkan penemuan penting terkait hubungan antara ketahanan mental dan umur panjang.

Melansir Antara, Kamis (5/9/2024), penelitian ini menunjukkan bahwa individu dengan tingkat ketahanan mental yang lebih tinggi memiliki risiko kematian yang lebih rendah, terutama pada populasi lansia.

Studi yang dilakukan menggunakan data dari Health and Retirement Study di Amerika Serikat melibatkan 10.569 peserta berusia 50 tahun ke atas. Periode penelitian berlangsung dari tahun 2006 hingga 2008, dengan pemantauan hasil kematian peserta hingga Mei 2021.

Tim peneliti menilai ketahanan psikologis berdasarkan beberapa kualitas, termasuk ketekunan, ketenangan, rasa tujuan, kemandirian, dan kemampuan menangani tantangan secara mandiri.

Analisis statistik lanjutan, termasuk teknik restricted cubic splines, digunakan untuk mengkaji hubungan antara ketahanan psikologis dan risiko kematian.

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang hampir linear antara skor ketahanan mental dan kematian akibat segala penyebab. Semakin tinggi skor ketahanan mental seseorang, semakin rendah risiko kematiannya. Hubungan ini ternyata lebih kuat pada wanita dibandingkan pria.

Baca Juga: Survei Kesehatan Mental Kemenkes: 41 Persen Peserta Pendidikan Dokter Spesialis Alami Gejala Depresi

Temuan yang mengejutkan menunjukkan bahwa individu dengan skor ketahanan mental tertinggi (kuartil keempat) memiliki kemungkinan 53 persen lebih rendah untuk meninggal dalam 10 tahun ke depan dibandingkan mereka yang berada di kuartil terendah.

Secara keseluruhan, risiko kematian menurun secara bertahap seiring dengan peningkatan skor ketahanan mental kuartil kedua: 20 persen lebih rendah, kuartil ketiga: 27 persen lebih rendah, dan kuartil keempat: 38 persen lebih rendah.

Perlu dicatat bahwa studi ini bersifat observasional, sehingga tidak dapat menetapkan hubungan sebab-akibat secara langsung. Beberapa keterbatasan penelitian meliputi kurangnya pertimbangan terhadap faktor genetik, hormonal, dan kesulitan masa kecil yang mungkin memengaruhi hasil.

Penulis : Danang Suryo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV/Antara


TERBARU