Kematian Bayi di Indonesia Ternyata Banyak Disebabkan Kelahiran Prematur
Kesehatan | 5 September 2024, 01:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyebut kematian bayi di Indonesia paling banyak disebabkan kelahiran prematur.
"Di Indonesia paling banyak (meninggal) karena prematur," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat ditemui usai peresmian Gedung Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak RSUP Ngoerah di Denpasar, seperti ditulis Antara beberapa waktu lalu.
Budi Gunadi mengatakan setiap tahunnya ada 78 ribu bayi di Indonesia yang meninggal dari 4,6 juta yang dilahirkan. Paling banyak terjadi di Pulau Jawa mengingat jumlah penduduk di daerah itu juga sangat besar.
Seperti ditulis laman Sehat Negeriku Kementerian Kesehatan, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi angka kelahiran prematur di Indonesia tahun 2018 sebanyak 29,5 persen per 1.000 kelahiran hidup.
Baca Juga: Heboh Bayi Kembar 5 di Indramayu, Yuk Kenali 8 Risiko Medis Melahirkan Bayi Kembar
Indonesia berada pada posisi ke-5 tertinggi di dunia untuk persalinan prematur, yaitu sekitar 657.700 kasus.
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO memperkirakan 13,4 juta bayi lahir prematur pada tahun 2020. Jumlah itu lebih dari 1 dari 10 bayi lahir.
Menurut WHO pula, sekitar 900 ribu anak meninggal pada tahun 2019 karena komplikasi kelahiran prematur dan banyak penyintas yang menghadapi disabilitas seumur hidup, termasuk ketidakmampuan belajar serta gangguan penglihatan dan pendengaran.
Riset Kesehatan Dasar 2018 juga menjabarkan bahwa saat bayi prematur lahir selalu diikuti dengan berat badan lahir rendah.
Adapun prevalensi bayi prematur di Indonesia di angka 7 hingga 14 persen dari total kelahiran, padahal di di beberapa negara hanya 5 hingga 9 persen.
Menkes Budi Gunadi mengatakan, pernikahan dini juga menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya masalah pada rahim istri, sehingga bayi cepat lahir dengan bobot yang di bawah rata-rata kelahiran normal.
"Di Indonesia menikahnya terlampau cepat, ada masalah di kandungan, di bawah 37 minggu lahirnya," katanya.
Untuk menangani kasus tersebut, saat ini pemerintah membagi perawatan bayi dengan tingkatan berat saat kelahiran untuk menekan angka kematian bayi.
Dia pun tidak menjelaskan secara detail terkait dengan mekanisme penanganan bayi di setiap tingkatannya, sehingga berpengaruh terhadap penekanan angka kematian bayi.
"Kita sudah bagi, di puskesmas bisa di bawah 2 kilogram, di 514 rumah sakit kabupaten/kota bisa di bawah 1,8 kilogram, rumah sakit provinsi bisa sampai 1 kilogram dan di bawah 1 kilogram RS vertikal kita," kata dia.
Itulah sebabnya, Kementerian Kesehatan terus membangun lebih banyak pelayanan rumah sakit ibu dan anak untuk menangani kelahiran di bawah rata-rata dan mengurangi kematian bayi.
Baca Juga: Viral Kematian Bayi Usai Dipijat, Ini Penjelasan dan Tips Dokter Anak
Dia merincikan, setelah pandemi Covid-19 selesai, pemerintah menargetkan ada 17 rumah sakit ibu dan anak yang akan didirikan di Indonesia, salah satunya Gedung Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Prof. Ngoerah Denpasar yang diresmikan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
Dari 17 tersebut, ada 12 yang pembangunannya sudah dimulai, sedangkan sisanya akan dimulai pada pemerintah presiden selanjutnya di mana pendanaannya sudah disiapkan.
Menurut Menkes Budi Gunadi, RS Ibu dan Anak menjadi kebutuhan penting untuk segera dibangun mengacu pada data kematian bayi yang banyak terjadi di Indonesia.
Penulis : Ade Indra Kusuma Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV