> >

Dokter Saraf Ingatkan Penderita Hipertensi, Bila Tak Diobati Bisa Sebabkan Disabilitas

Kesehatan | 24 Februari 2024, 03:00 WIB
Tekanan darah tinggi terkadang dikenal sebagai pembunuh diam-diam, karena meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke, tetapi sering tidak diketahui. (Sumber: pixabay.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Dokter saraf mengingatkan, hipertensi dapat merusak organ tubuh dan saraf bahkan menyebabkan disabilitas.

“Tanpa disadari, hipertensi bisa merusak organ selama bertahun-tahun sebelum ada gejala. Apabila tidak diobati, hipertensi dapat menyebabkan disabilitas,” kata dokter spesialis saraf, dr. Eka Harmeiwaty Sp.S, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (23/2/2024).

Dokter yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (InaSH) itu menuturkan, kondisi hipertensi yang tidak tertangani menyebabkan menurunnya kualitas organ-organ tubuh, sehingga kualitas hidup pasien memburuk.

Baca Juga: Benarkah Makan Daging Bikin Tekanan Darah Tinggi atau Hipertensi?

Penderita hipertensi yang sudah sangat kompleks, dapat terkena gangguan kognitif hingga demensia.

Penyebabnya, kerusakan endotel pada pembuluh darah akibat berkurangnya aliran darah sehingga suplai oksigen dan nutrien tidak cukup dan menurunkan neurotransmiter yang menyebabkan kerusakan sel neuron.

Hipertensi bahkan mampu menyebabkan kematian karena kerusakan organ target seperti otak, jantung, dan ginjal.

“Pasien yang pernah mengalami stroke berisiko menjadi demensia yang dikenal dengan demensia vaskular. Selain berdampak langsung pada susunan saraf, hipertensi juga bisa terjadi akibat komplikasi hipertensi pada organ lain yang terjadi lebih dulu seperti atrial fibrilasi, infark miokard dan gagal jantung,” ujar dr. Eka.

Sementara terkait dengan dampaknya terhadap kerusakan susunan saraf, dokter yang bekerja di Rumah Sakit Harapan Kita itu mengatakan hipertensi dapat menyebabkan Transient Ischemic Attack (TIA) atau stroke minor.

Hal itu terjadi karena terganggunya aliran darah ke otak dalam waktu singkat akibat adanya penyumbatan di pembuluh darah.

“Menurut berbagai penelitian, hipertensi ditemukan pada 60-70 persen kasus stroke. Hipertensi akan menyebabkan kerusakan endotel dinding pembuluh darah arteri yang akan menginisiasi proses atherosklerosis,” ucapnya, dikutip dari Antara.

Menurut dia, dinding pembuluh darah akan rusak dan mempermudah partikel untuk saling menempel dan membentuk plak yang terkadang bersifat tidak stabil dan sewaktu-waktu bisa lepas menuju distal, sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah yang berujung terjadinya penyempitan lumen pembuluh darah.

Baca Juga: 7 Tanda Gula Darah Tinggi Dalam Tubuh, Ada di Tangan, Gusi hingga Mata

“Kedua kondisi ini akan menyebabkan aliran darah ke otak terganggu dan terjadilah stroke iskemik. Selain menyebabkan penyumbatan aliran darah, hipertensi juga menyebabkan terjadinya pendarahan di otak, lipohialonosis pembuluh darah arteri berukuran kecil, sehingga menipis dan pecah,” kata dr. Eka.

Oleh karena itu, Eka menyarankan, masyarakat yang memiliki hipertensi untuk menurunkan tekanan darah sesuai target yang telah ditentukan serta mengontrol variasi kenaikan tekanan darah dalam waktu 24 jam, terutama di pagi hari dengan melakukan intervensi gaya hidup dan medikamentosa.

Kemudian bila terjadi stroke, segera dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas yang memadai. Sebab pada kasus stroke iskemik, akan dilakukan trombolisis intravena (IVT) dalam kurun waktu empat jam tiga puluh menit setelah waktu emas penanganannya.

Sementara pada kasus pendarahan kecil, perlu dilakukan tindakan konservatif dan untuk pendarahan yang luas, dibutuhkan tindakan operasi untuk mengevakuasi pendarahan.

Eka menyatakan jika dibutuhkan, pasien bisa saja dipasangi drainage (VP shunt).

“Bagi pasien hipertensi yang mengalami gangguan kognitif dan demensia harus mendapat terapi khusus termasuk berbagai latihan dengan tujuan memperlambat penurunan fungsi dan memperbaiki kualitas hidupnya,” katanya.

Penulis : Iman Firdaus Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : KOMPAS TV, Antara


TERBARU