> >

Benarkah Paparan Polusi Udara Sama dengan Merokok? Ini Temuan Studi

Kesehatan | 14 Agustus 2023, 10:14 WIB
Ilustrasi merokok. (Sumber: SHUTTERSTOCK)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta belakangan ini cukup tinggi. Senin (14/8/2023) pukul 08.00 WIB, AQI menunjukkan angka 153 yang masuk kategori tidak sehat.

Kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, menjadi rangking pertama kualitas udara terburuk di Jakarta dengan AQI mencapai 183, disusul Layar Permai PIK 169, dan Jimbaran 2 dengan AQI 168.

Paparan polusi udara yang buruk secara terus-menerus dapat mengganggu kesehatan. Beberapa bahkan mengaitkan dampak polusi udara dengan kebiasaan merokok.

Baca Juga: Greenpeace: Pemerintah Sudah Tahu Polusi Udara Tinggi, tapi Tak Beri Peringatan Dini ke Masyarakat

Paparan Polusi Udara Setara dengan Merokok?

Pada 2020 ketika kebakaran hutan melanda West Coast, Amerika Serikat, seorang dokter dan ilmuwan dari Stanford University, Dr. Kari Nadeau, mengatakan bahwa menghirup udara di luar mirip dengan merokok tujuh batang dalam sehari.

Nadeu percaya bahwa dampaknya lebih buruk karena beberapa rokok memiliki filter.

Tak hanya itu, pengguna Github dengan username jasminedevv mengembangkan kalkulator yang bisa menghitung indeks kualitas udara dengan jumlah rokok. 

Kalkulator tersebut dibuat berdasarkan riset dari Berkeley University, di mana kita harus menginput faktor waktu yang dihabiskan di luar ruangan dan indeks kualitas udara untuk melihat perkiraan jumlah rokok yang setara.

Kompas TV mencoba memasukkan AQI 170 dengan estimasi paparan 24 jam. Hasilnya setara dengan merokok sebanyak 4,52 batang dalam sehari.

Tangkapan layar situs AQI to Cigarettes Calculator menunjukkan konversi indeks kualitas udara dengan jumlah rokok. (Sumber: jasminedevv.github.io)

Baca Juga: Kualitas Udara di Jakarta Lagi-Lagi Jadi yang Terburuk, Heru Budi Singgung Polusi dari Kendaraan

Benarkah Demikian?

Studi pada 2020 yang diterbitkan National Library of Medicine menganalisa tren beban penyakit yang disebabkan oleh polusi udara dan perilaku merokok dari tahun 1990 hingga 2017 di seluruh dunia.

Studi tersebut dilakukan dengan alat visualisasi data online dari Global Burden of Disease and Injuries (GBD) Study. Peneliti menganalisis tingkat kematian yang disebabkan karena polusi udara dan merokok.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban penyakit yang disebabkan oleh polusi udara menurun secara signifikan dan lebih cepat daripada beban penyakit yang disebabkan karena merokok.

Disebutkan bahwa merokok menyebabkan lebih banyak kematian dari pada polusi udara. 

Baca Juga: KLHK: Polusi Udara di Jakarta Diperparah Angin Muson Timur yang Bawa Udara Kering dari Australia

Antara tahun 2007-2017, jumlah kematian akibat polusi udara meningkat dari 2,42 juta menjadi 2,94 juta kematian. Sementara, jumlah kematian akibat rokok hampir tiga kali lipat, yakni 8,3 juta kematian.

Meski dampak polusi udara tak separah merokok, peningkatan dan pengendalian kualitas udara tidak dapat dikesampingkan.

Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Insider, National Library of Medicine


TERBARU