> >

Yogyakarta Punya Tradisi Sambut Malam 1 Suro: Kelilingi Benteng Keraton Tanpa Bicara

Travel | 18 Juli 2023, 18:20 WIB
Warga berjalan kaki dalam keheningan mengelilingi kompleks Keraton Yogyakarta saat mengikuti tradisi Tapa Bisu Lampah Mubeng Beteng di Kota Yogyakarta, Selasa (4/11/2013) dini hari. (Sumber: Kompas.com)

Tiap kidung lirik tembang Macapat yang dilantunkan di Keben Keraton Yogyakarta itu terselip doa-doa serta harapan.

Ritual ini diikuti abdi dalem serta bregodo Keraton Yogyakarta, perwakilan dari masing-masing kabupaten/kota di DIY, dan juga masyarakat umum. 

Tak hanya warga setempat dan pihak Keraton, turis lokal dan mancanegara juga boleh ikut Tapa Bisu Lampah Mubeng Benteng.

Para perwakilan membawa panji-panji (bendera) dari masing-masing kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Sleman, Bantul, Gunungkidul, Kulonprogo dan Kota Yogyakarta.

Selama mengelilingi benteng dan area Keraton Yogyakarta, peserta dilarang berbicara, minum, maupun merokok sebagai bentuk perenungan serta introspeksi diri.

Keheningan total selama perjalan adalah simbol evaluasi sekaligus keprihatinan terhadap segala perbuatan selama setahun terakhir.

Jarak yang ditempuh selama melakukan ritual Tapa Bisu Lampah Mubeng Benteng kurang lebih 4 kilometer.

Rute yang ditempuh peserta dimulai dari Bangsal Pancaniti, Jalan Rotowijayan, kemudia Jalan Kauman, Jalan Agus Salim, lalu Jalan Wahid Hasyim, Suryowijatan, melewati Pojok Beteng Kulon, Jalan MT Haryono, Pojok Beteng Wetan, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Ibu Ruswo, dan Berakhir di Alun-alun Utara Yogyakarta.

Baca Juga: Kapan Malam 1 Suro? Berikut Sejumlah Mitos Pantangan dan Larangan Menurut Adat Jawa

Meski identik dengan tradisi orang tua, banyak juga anak-anak muda yang mengikuti kegiatan Tapa Bisu Lampah Mubeng Benteng ini.

Banyak peserta ritual yang mengharapkan keberkahan, kesehatan, dan kesejahteraan dalam hidup mereka dengan mengikuti tradisi  ini.

Selain itu, dengan mengikuti ritual topo bisu, mereka juga berharap agar tradisi-tradisi ini agar tetap lestari dan tidak hilang termakan zaman.

 

Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV, pariwisata.jogjakota.go.id


TERBARU