Sejarah Hari Internasional Menentang Pekerja Anak Diperingati 12 Juni, Simak Fakta-faktanya
Tren | 12 Juni 2023, 06:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Hari ini, Senin (12/6/2023) bertepatan dengan Hari Menentang Pekerja Anak atau World Day Against Child Labour.
Tahun ini, Tema Hari Internasional Menentang Pekerja Anak 2023 adalah “Keadilan Sosial Bagi Semua. Akhiri Pekerja Anak!”
Tujuan memperingati Hari Menentang Pekerja Anak setiap 12 Juni dimaksudkan sebagai sosialisasi gerakan menentang pekerja anak di seluruh dunia.
Sebagai informasi, Pekerja anak adalah setiap anak yang berumur dibawah 18 tahun dan melakukan pekerjaan yang dapat mengganggu dan membahayakan keselamatan serta tumbuh kembang anak.
Faktor kemiskinan dan pendidikan rendah menjadi salah satu penyebab banyaknya anak yang terpaksa atau dipaksa untuk bekerja.
Oleh karena itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa menganggap Hari Internasional Menentang Pekerja Anak 2023 merupakan momen untuk kita semua berkomitmenmengakhiri kasus pekerja anak.
Untuk menunjukkan bahwa perubahan dapat dicapai ketika kemauan dan tekad bersatu dan memberikan momentum untuk upaya percepatan dalam situasi tertentu. sangat mendesak.
“Hari Dunia Menentang Pekerja Anak ini, 12 Juni 2023, kami menyerukan:
Menghidupkan kembali aksi internasional untuk mencapai keadilan sosial, khususnya di bawah Koalisi Global untuk Keadilan Sosial, dengan penghapusan pekerja anak sebagai salah satu elemen pentingnya.
Ratifikasi universal Konvensi ILO No. 138 tentang Usia Minimum, yang bersama dengan ratifikasi universal Konvensi ILO No. 182 tentang Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak yang dicapai pada tahun 2020, akan memberikan perlindungan hukum kepada semua anak dari segala bentuk pekerja anak,” bunyi keterangan PBB dikutip dari un.org.
Baca Juga: Ini Langkah Kementerian PPPA untuk Menurunkan Jumlah Pekerja Anak
1. Sejarah Hari Menentang Pekerja Anak
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) meluncurkan Hari Internasional Menentang Pekerja Anak pertama pada tahun 2002 sebagai cara untuk menyoroti penderitaan anak-anak yang terpaksa bekerja di usia dini.
Sejak saat itu, pemerintah negara bagian, otoritas lokal, masyarakat sipil dan organisasi internasional, pekerja dan pengusaha berkumpul untuk meningkatkan kesadaran tentang bagaimana pekerja anak memiliki konsekuensi ekonomi dan sosial.
Menurut studi ILO baru-baru ini, penghapusan pekerja anak di negara transisi dan ekonomi berkembang dapat menghasilkan manfaat ekonomi yang jauh lebih besar, rata-rata terkait dengan investasi untuk pendidikan yang lebih baik dan layanan sosial.
ILO juga menyebut bahwa pekerja anak justru melanggengkan kemiskinan dari generasi ke generasi dengan membuat anak-anak tidak dapat bersekolah dan membatasi prospek mereka untuk mobilitas sosial.
“Pekerja anak adalah pelanggaran hak asasi manusia dan telah terbukti menghambat perkembangan anak, berpotensi menyebabkan kerusakan fisik atau psikologis seumur hidup,” kata ILO, seperti dilansir dari Hindustan Times.
Baca Juga: Menaker Sebut 7 Langkah Konkret Atasi Pekerja Anak
2. 160 Juta Kasus Pekerja Anak
Menurut data PBB, sejak tahun 2000, dunia terus mengalami kemajuan dalam mengurangi pekerja anak. Namun pandemi COVID-19, krisis dan konflik membuat ekonomi banyak keluarga menurun.
Hal itu menjurumuskan banyak keluarga untuk memaksa jutaan anak bekerja untuk memenuhi kebutuhan.
Saat ini, masih ada 160 juta kasus pekerja anak, hampir satu dari sepuluh anak di seluruh dunia. Afrika menempati urutan tertinggi dengan jumlah 72 juta pekerja anak.
Asia dan Pasifik menempati urutan kedua dengan jumlah 62 juta pekerja anak. Sisanya terbagi antara Amerika (11 juta), Eropa dan Asia Tengah (6 juta), dan Negara-negara Arab (1 juta).
3. Jumlah Pekerja Anak di Indonesia
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), persentase pekerja anak per Februari 2022 tercatat mencapai 8,49 persen. Artinya, terdapat sekitar delapan anak yang bekerja dari 100 anak usia 10-17 tahun.
Angka ini sedikit naik dibandingkan dengan kondisi per Agustus 2021 yang sebesar 7,9 persen. Namun, turun dibandingkan pada Februari 2021 yang di angka 10,22 persen.
Di tahun pertama pandemi Covid-19 terlihat jumlah pekerja anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun kedua pandemi.
Menurut analisis yang pernah diterbitkan oleh Litbang Kompas, persentase pekerja anak di perdesaan dua kali lipat lebih banyak dibandingkan di perkotaan. Pada Februari 2022, jika di perkotaan terdapat 5,72 persen pekerja anak, di perdesaan jumlahnya 11,90 persen.
Faktor skala ekonomi yang kecil di perdesaan memicu perbedaan ini. Kesulitan ekonomi yang dialami masyarakat perdesaan dengan mudah membuat anak-anak terjun langsung mencari tambahan penghasilan. Mereka terserap di sektor pertanian.
Berdasarkan jenis kelamin juga terlihat perbedaan antara pekerja anak yang laki-laki dengan perempuan. Pada periode Februari 2022, terdapat 9,06 persen anak laki-laki yang bekerja, sedangkan anak perempuan yang bekerja sebanyak 7,88 persen.
Penulis : Dian Nita Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas.id, un.org, Hindustan Times