> >

Thrifting Impor Kini Dilarang di Indonesia, Ini Makna dan Sejarah Thrifting

Beauty and fashion | 18 Maret 2023, 05:45 WIB
Aktivitas thrifting atau membeli baju bekas. Kini dilarang di Indonesia  (Sumber: Kompas.tv/Ant)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Thrifting impor atau kegiatan berburu baju bekas hasil impor dari luar negeri kini menjadi perbincangan hangat. Terlebih sejak dicetuskannya larangan thrifting.

Tahun 2021 lalu, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah melarang impor pakaian bekas. 

Larangan tersebut tertulis dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 18 Tahun 2021, tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. 

Dalam Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas. 

Namun, nyatanya pelaku usaha yang menjual pakaian bekas impor semakin menjamur. Ini selaras dengan peminatnya yang semakin banyak, terlebih di kalangan anak muda.

Hingga akhirnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi penegasan soal thrifting impor. Presiden menilai bisnis impor pakaian bekas sangat mengganggu industri tekstil dalam negeri.

Oleh karena itu, Jokowi meminta pelaku usaha pakaian bekas impor diawasi dan ditindak.

"Sudah saya perintahkan untuk mencari betul. Dan sehari, dua hari sudah banyak yang ketemu. Itu mengganggu industri tekstil di dalam negeri. Sangat mengganggu," ujar Jokowi di Istora Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Rabu (15/3/2023).

"Yang namanya impor pakaian bekas, mengganggu. Sangat mengganggu industri dalam negeri kita," katanya lagi menegaskan.

Apa Itu Thrifting?

Menurut kamus Cambridge, thrift berarti hati-hati dalam menggunakan uang, terutama untuk menghindari pemborosan. Simpelnya adalah hemat.

Baca Juga: Konsumen Thrifting Buka Suara soal Larangan Impor Baju Bekas: Lebih Murah, Kualitas Oke, Size Banyak

Gerakan thrifting atau belanja barang bekas sudah ada selama beberapa dekade yang lalu. Thrifting adalah berbelanja barang-barang bekas seperti pakaian, barang pecah belah dan furnitur dengan tujuan mendapat harga yang lebih murah.

Dewasa ini, thrifting lebih populer diartikan sebagai belanja pakaian bekas. Toko yang menjual ini disebut thrift store atau thrift shop.

Sejarah Thrifting

Melansir ussfeed, Jumat (17/3/2023), kegiatan thrifting ini konon sudah ada sejak jaman revolusi industri. Berikut lini masa aktivitas thrifting:

1760 – 1840: Revolusi Industri 

Revolusi industri pada abad ke-19 yang mengenalkan dunia pada produksi pakaian massal mengubah cara pandang masyarakat saat itu tentang dunia fesyen.

Pada masa itu, pakaian sangat murah, sehingga masyarakat memiliki pemikiran bahwa pakaian adalah barang sekali pakai (sekali pakai, lalu dibuang). 

Hal ini mengarahkan masyarakat menjadi sangat konsumtif dan barang-barang yang dibuang tersebut menjadi menumpuk. Barang-barang bekas inilah yang biasanya dipakai para imigran.

1760 – 1840: Bala Keselamatan

Saat itu, organisasi non-pemerintah atau NGO pertama, memfokuskan barang yang tidak terpakai tersebut sebagai donasi. Mereka mengeluarkan sebuah selter pada tahun 1897 yang bernama Salvage Brigade.

Jadi, jika ada seseorang yang merasa kelebihan pakaian atau barang lainnya, bisa didonasikan ke tempat tersebut.

Warga kurang mampu di sekeliling selter ini biasanya datang menggunakan gerobak untuk meminta pakaian. 

1920-an: Krisis di Amerika 

Saat krisis besar-besaran terjadi di Amerika Serikat (AS), banyak orang yang tidak memiliki pekerjaan/ Jatuhnya saham bursa New York menjadi 'gong' krisis saat itu. 

Masyarakat ketika itu bahkan tidak memiliki kemampuan untuk membeli pakaian baru, sehingga mereka memilih alternatif untuk berbelanja di thrift shop

Sedangkan untuk orang yang berkecukupan, tempat ini dijadikan untuk donasi.

Pada masa ini, thrift store digolongkan sebagai department store atau toko besar yang memiliki banyak jenis barang dari berbagai departemen. Saat itu, Goodwill Industries adalah salah satu thrift shop terbesar di AS yang memiliki stok pakaian dan peralatan rumah tangga.

Baca Juga: Ketahui! Manfaat dan Aturan Soal Thrifting Alias Menghemat dengan Barang Bekas

Kemunculan Buffalo Exchange tahun 1970-an

Buffalo Exchange menjadi thrift shop pertama yang sukses membuka cabang ke-17 di AS. Total cabang yang mereka miliki mencapai 49 gerai. 

Di Buffalo Exchange, pelanggan dapat melakukan transaksi seperti trade, beli, ataupun menjual. Jika menjual barangnya, pelanggan  akan mendapatkan persenan dari hasil penjualan. 

1990-an: Grunge Style

Penyanyi Kurt Cobain memopulerkan style genre grunge saat itu dan menjadi panutan setiap remaja.

Bersama sang istri, Courtney Love, Kurt secara tidak langsung mempromosikan thrifting style dengan gayanya yang identik dengan jeans atau jin robek, kemeja flanel, dan layering yang cukup banyak. Kadang juga menggunakan kaos atau kemeja yang sudah bolong-bolong.

Konsumen pun harus pergi ke toko barang bekas untuk mencari barang-barang seperti itu demi tampil dengan gaya yang saat itu sedang in.

Perlahan, membeli pakaian bekas yang sebelumnya karena faktor ekonomi, tidak punya uang, lambat laun menjadi gaya hidup.

Tahun 2000-an: Gelombang Baru

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh badan statistik, saat ini toko barang bekas adalah bagian dari industri besar yang bernilai hingga puluhan miliar dolar.

Dunia transportasi yang semakin maju, membuat peredaran baju bekas kini tidak hanya di satu negara saja, melainkan antarnegara.

Inilah yang memicu istilah thrifting impor. Namun, bagi sebagian masyarakat Indonesia, thrifting sendiri berarti belanja pakaian bekas impor.

Di Indonesia sendiri, thrifting juga memiliki sejarah panjang. Yang pasti, kegiatan ini sering kali dilakukan bukan hanya karena menghemat, seperti tujuan awal, namun justru sebagai tren dan gaya hidup.

Ada pula faktor lain yang memicu kegiatan ini digemari anak muda Tanah Air hingga menciptakan industri baru, yakni mereka yang menganggap pakaian bekas impor lebih berkualitas, bermerek, dan stylish.

 

 

Penulis : Dian Nita Editor : Vyara-Lestari

Sumber : ussfeed/cambridge/kompas.com


TERBARU