Batal Haji, Ini Dampak Psikologisnya.
Opini | 3 Juni 2020, 20:42 WIBPenulis: Ratna Yunita Setiyani Subardjo, S.Psi., M.Psi., Psikolog.
Belum lagi lepas dari masalah pandemi Covid-19, sebagian masyarakat Indonesia dibuat terkejut oleh Pemerintah dengan keluarnya kebijakan pembatalan Haji tahun 2020, yang oleh sebagian masyarakat dianggap mendadak. Saat pandemi Covid-19 saja, masyarakat sudah disibukkan dengan stressor yang muncul dari berbagai penjuru. Terutama bagi mereka yang memiliki faktor resiko, munculnya trigger dan stressor pandemic tentu menambah kekhawatiran.
Padahal, yang dibutuhkan dalam kondisi pandemi ini, bukan hanya sehat fisik, tetapi juga sehat secara psikologis. Istilahnya, kesehatan mental atau kesehatan jiwa. WHO mengatakan, sehat mental harus memenuhi 4 krtiteria sehat, yaitu sehat fisik, sehat psikis/sehat mental, sehat sosial, dan sehat spiritual.
Waspada Gejala Depresi
Perasaan kecewa sudah pasti menyelimuti Calon Jamaah Haji (CJH) yang batal. Rasa kecewa dan upaya melawan nya, di tengah kondisi fisik yang tidak mendukung dapat memunculkan gejala-gejala psikologis seperti susah tidur. Jika terus dipikirkan akan membuat kepala menjadi pusing. Rasa marah yang tertahan menjadikan seseorang menjadi sensitif hingga sering melamun, menyendiri, dan tiba-tiba sedih, menangis dalam beberapa lama waktu ke depan. Ini merupakan gejala-gejala depresi yang patut diwaspadai para CJH yang batal berangkat.
Efek psikologis lainnya, adalah munculnya tumpukan stres. Celakanya, kondisi “dirumah saja”, saat ini, yang semuanya serba terbatas, kurang menguntungkan untuk mengelolah stres.
Mengelolah Stres Yang Menguntungkan
Tentu perlu konsep agar dalam kondisi apapun kita dapat memiliki ketahanan mental yang baik sehingga kesejahteraan psikologis dapat selalu kita hadirkan dalam kehidupan sehari-hari kita. Ada dua pilihan, yaitu menyikapi hal ini sebagai sebuah stres yang merugikan (distress) atau stres yang menguntungkn (eustress).
Jika kita ingin memaknainya sebagai sebuah stres yang menguntungkan, maka harus melihat masalah yang datang ini sebagai sebuah upaya untuk mencari sisi kreatif. Mengambil hikmah atas peristiwa yang terjadi. Misalnya, sebelum pandemi kita tidak bisa mengoperasikan Zoom, begitu pandemi datang karena diperlukan untuk kita bekerja dari rumah, maka mau tidak mau kita akan mencari cara untuk terhubung secara luas dengan media daring. Akhirnya kita jadi mengenal Zoom, Google Meet, Webex, dll.
Mengelolah Kemarahan
Efek psikologis lainnya, dapat kita temui dalam bentuk marah berlebihan. Sebetulnya marah itu diperbolehkan jika dilarikan dalam perilaku positif. Misalnya, saat marah kita makin produktif untuk menyegerakan sesuatu, karena saat marah, energi kita menjadi meluap dan menggebu-nggebu. Namun jika dilarikan kepada kemarahan verbal dan perilaku merusak, tentu ini akan dapat merugikan orang-orang di sekitarnya.
Bagi sebagian orang, memang tidak mudah menerima pembatalan haji yang mendadak ini. Namun sebetulnya saat kita dalam kondisi marah, kita sedang memberikan vitamin hati yang dapat melemahkan diri kita, yang dapat secara fisik membuat tubuh kita tegang. Kondisi tegang dapat memunculkan efek fisik seperti pusing, migraine, tekanan darah kita naik, kram pada beberapa titik di tubuh, dan bahkan hingga sakit perut dan tidak bisa tidur.
Manajemen Kontrol Diri
Ada satu situasi dimana kekecewaan membuat kita tidak berdaya. Seolah-olah hanya dapat melihat, mendengar, tanpa bisa melakukan apa apa. Kita sedang ada dalam kondisi ini sekarang. Hal ini membutuhkan manajemen kontrol diri agar harmonisasi psikis dapat stabil untuk mencapai kesehatan mental diri.
Jadi, kalau orang tidak sejahtera secara psikologis, akan rentan memunculkan kondisi tidak sehat mental. Sistem imun di dalam tubuhnya dapat menurun. Dalam jangka waktu tertentu, mungkin akan ada bagian dari masyarakat yang mengalami trauma. Trauma ini disebabkan oleh ketidaksiapan psikis menerima informasi yang sangat mendadak. Ibaratnya, kejadian tiba-tiba ini membutuhkan daya lentur diri atau daya tahan terhdap stres dari seseorang agar dapat tetap sehat secara mental dalam kondisi apapun. Karenanya, benteng diri diperlukan untuk dapat memiliki daya tahan terhadap stres yang baik.
Berusaha Memaafkan
Konsep kebersyukuran dan memaknai hidup dapat menjadi salah satu alternatif, untuk meredakan kondisi ketegangan akibat stres yang muncul karena pembatalan ini. Allah menurunkan masalah Allah juga yang akan memberikan solusi. Solusi dapat bersifat individu dan umum, dan hanya mereka yang dapat mengambil intisari dari setiap kejadian hidup yang akan dapat merasakan konsep bahagia. Kebahagiaan ini akan dapat menunjang kesejahteraan psikologis, sehingga konsep memaafkan atas apapun segala kejadian hidup baik dapat kita kembangkan menjadi konsep yang membantu kita merasakan kebahagiaan hakiki.
Mumpung masih lebaran, maka mari kita belajar berbesar hati, mari maafkan apapun yang membuat rasa tidak nyaman dalam diri kita, agar hati, pikiran dan jiwa kita terbantu untuk merasakan kebahagiaan dan kita menjadi sehat baik secara fisik, psikis, sosial maupun spiritual.
Penulis : Zaki-Amrullah
Sumber : Kompas TV