> >

Iftar

Opini | 24 Maret 2025, 01:00 WIB
Iftar
Buka puasa di Wisma KBRI Takhta Suci (Sumber: Erick via triaskredensialnews.com)

Deklarasi Abu Dhabi, menjadi tonggak dasar dialog antaragama. Kata Paus, atas nama persaudaraan manusiawi, dialog diambil sebagai suatu jalan, kerja sama bersama sebagai perintah, dan pemahaman satu sama lain sebagai metode dan ukuran. Maka, kunjungan Paus Fransiskus ke Maroko yang disambut dengan penuh sukacita oleh Raja Maroko, Muhammad VI, adalah lanjutan untuk membangun jembatan persaudaraan antara umat Kristen dan Muslim.

Tapi, dalam penerbangan kembali ke Vatikan (vatican.va), menjawab pertanyaan wartawan Map Agency, Siham Taoufiki, Paus Fransiskus mengakui dalam setiap agama selalu ada kelompok “integralis” yang tidak ingin maju, yang hidup dalam kenangan pahit, pada konflik masa lalu, lebih memilih perang dan menebar ketakutan.

Baca Juga: Cahaya di Malam Hari

Padahal, “Kita telah melihat bahwa lebih indah menabur harapan,  dan berjalan bergandengan tangan, selalu maju. Kita telah melihat bahwa dalam dialog dengan Anda di sini di Maroko, jembatan dibutuhkan dan kami merasa sakit melihat orang-orang yang lebih suka membangun tembok.”

Mengapa merasa sakit? Karena mereka yang membangun tembok akan berakhir sebagai tawanan tembok yang mereka bangun. Sedangkan mereka yang membangun jembatan akan terus maju. Jembatan itu untuk komunikasi manusia. “Ini sangat indah dan saya menyaksikannya di Maroko,” kata Paus Fransiskus, yang juga sangat senang dan terkesan melihat “jembatan” seperti itu setelah mengunjungi Indonesia, September 2024.

***

Paus Fransiskus dan Raja Maroko Muhammad VI, di Rabbat (Sumber: Foto: American Magazine)

Suasana persaudaraan seperti saat buka puasa yang diselenggarakan Kedutaan Maroko itu pula yang kami rasakan saat buka puasa bersama di Wisma KBRI Takhta Suci. Buka Puasa Bersama ini dihadiri warga Indonesia dari KBRI Takhta Suci dan KBRI Roma.

Bulan Puasa saat ini, sangat istimewa. Sebab, bersamaan dengan masa puasa dan pantang umat Katolik menyongsong Paskah; dan Tahun Yubelium yang diperingati setiap 25 tahun sekali. Ini sungguh istimewa. Umat dua agama samawi, sama-sama menunaikan puasa. Bukan sekadar berpuasa menahan lapar dan haus.

Tapi, kata Paus, dengan berpuasa, kita membebaskan diri dari kelekatan pada banyak hal dan dari keduniawian yang menumpulkan hati kita. “Doa, amal kasih, puasa: inilah tiga investasi untuk harta yang bertahan lama”.

Baca Juga: Awasi Mimpi Besar Danantara

Sebab, kata Paus dalam homilinya selama Misa Rabu Abu di Basilika Santa Sabina (2023), “Puasa bukanlah devosi yang aneh, tetapi gerakan yang kuat untuk mengingatkan diri kita sendiri apa yang benar-benar penting dan apa yang hanya sementara.”

Maka selama puasa, “Tundukkan kepalamu seperti seikat bunga mawar,” yaitu, “rendahkan dirimu,” dan pikirkan tentang dosa-dosamu. Ini, Paus Fransiskus menekankan, adalah “puasa yang diinginkan Tuhan: kebenaran, konsistensi.” ***

Penulis : Redaksi Kompas TV Editor : Gading-Persada

Sumber : triaskredensialnews.com


TERBARU