Bila Saya Anak Penguasa: Panduan Praktis Memanfaatkan Kelemahan Demokrasi dan Populisme
Opini | 18 Juli 2024, 10:59 WIB
Oleh: Abie Besman, Historiografer dan Pengajar Komunikasi Politik Universitas Padjadjaran
KOMPAS.TV - Mari kita bayangkan sejenak: bila saya anak penguasa. Ah, betapa indahnya dunia ini! Tidak ada yang lebih menggiurkan daripada duduk di puncak kekuasaan, dikelilingi oleh para pengikut setia yang rela berkorban demi menjaga tahta keluarga.
Tetapi bagaimana kita bisa memanfaatkan posisi ini dengan baik? Berikut adalah panduan praktis untuk memastikan kita bisa memanfaatkan kelemahan demokrasi dan populisme dengan sempurna.
Menggunakan Karisma dan Janji-Janji Manis
Pertama-tama, kita tidak perlu repot-repot memikirkan kompetensi atau keahlian. Yang penting adalah kita bisa berbicara dengan penuh keyakinan dan memikat hati rakyat. Berpidatolah dengan kata-kata manis dan janji-janji yang indah.
Tidak perlu dipenuhi, yang penting rakyat senang. Karisma yang telah diwariskan oleh orang tua tercinta lebih dari cukup untuk memenangkan hati masyarakat. Dalam setiap penampilan publik, tampilkan diri sebagai pemimpin yang peduli dan dekat dengan rakyat.
Gunakan frasa-frasa populis yang mudah diingat, seperti "kita akan membangun masa depan yang lebih baik" atau "bersama kita bisa mengatasi segala tantangan." Pastikan untuk selalu tampil dengan senyuman hangat dan penuh percaya diri. Ingat, dalam politik, persepsi sering kali lebih penting daripada kenyataan. Selama kita bisa menjaga citra positif, rakyat akan tetap mendukung.
Baca Juga: Kaesang Dapat Penolakan Tertinggi Masyarakat Jika Maju di Pilkada Jakarta, PSI: Kami Tak Lihat Itu
Memanfaatkan Media Sosial
Media sosial adalah alat yang sangat ampuh. Gunakan platform ini untuk menciptakan citra diri yang sempurna. Posting foto-foto kegiatan "bermanfaat" seperti memberi makan anak yatim atau menanam pohon. Jangan lupa tambahkan filter yang membuat wajah tampak lebih bercahaya.
Manfaatkan buzzwords seperti "investasi," "harapan," dan "masa depan cerah" dalam setiap unggahan. Ingat, citra lebih penting daripada kenyataan.
Kendalikan narasi di media sosial dengan bantuan tim media yang profesional. Mereka bisa membantu merancang strategi konten yang menarik dan sesuai dengan keinginan publik. Selain itu, pastikan kita memiliki influencer atau selebriti yang mendukung, sehingga pesan-pesan kita dapat tersebar lebih luas dan lebih cepat.
Mengamankan Posisi Keluarga dan Teman Dekat
Selanjutnya, pastikan semua posisi penting di pemerintahan diisi oleh anggota keluarga dan teman dekat. Lupakan meritokrasi, karena loyalitas lebih penting.
Dengan begini, kita bisa memastikan tidak ada yang berani menentang keputusan kita. Bila ada yang protes, sebut saja mereka iri hati atau tidak memahami “visi besar” kita. Semua orang tahu, keluarga adalah yang terpenting, bukan?
Dalam setiap penunjukan, pastikan untuk selalu menyampaikan alasan-alasan yang seolah-olah profesional. Katakan bahwa penunjukan ini didasarkan pada "pengalaman dan dedikasi" meskipun kenyataannya adalah karena hubungan pribadi. Dengan cara ini, kita bisa mempertahankan kesan profesionalisme sambil menjaga loyalitas di dalam lingkaran kekuasaan.
Memanfaatkan Sistem Checks and Balances yang Lemah
Dalam sistem demokrasi yang lemah, checks and balances seringkali hanya formalitas. Manfaatkan ini dengan sebaik-baiknya. Jangan ragu untuk mengintervensi lembaga-lembaga independen.
Pastikan setiap keputusan penting diambil dengan memperhatikan kepentingan keluarga. Jika ada lembaga yang berani menentang, ingatkan mereka siapa yang berkuasa. Demokrasi, siapa takut?
Bangun jaringan pengaruh di dalam setiap lembaga penting. Tempatkan orang-orang yang loyal di posisi kunci dalam lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif.
Dengan cara ini, kita bisa memastikan bahwa setiap keputusan strategis dapat dikendalikan. Jangan lupa untuk selalu menunjukkan dukungan penuh terhadap lembaga-lembaga ini di depan publik, sambil secara diam-diam mengendalikan mereka dari balik layar.
Menggunakan Populisme untuk Mengalihkan Perhatian
Penulis : Redaksi Kompas TV Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV