CHIUSI DELLA VERNA
Opini | 28 Mei 2024, 23:05 WIBOleh: Trias Kuncahyono
KOMPAS.TV - Ada dua tempat istimewa di Chiusi della Verna: pertama, rumah masa kecil Michelangelo Buonarroti (1745 – 1564). Rumah batu setinggi sekitar 10 meter, panjang lima belas langkah, dan lebar 13 langkah itu berada di belakang reruntuhan kastil milik bangsawan Orlando Cattani, pemilih wilayah della Verna, yang menyerahkan tanahnya kepada Santo Fransiskus.
Di samping rumah orangtua Michelangelo ada batu padas yang disebut Roccia di Adamo (Batu Adam). Menurut cerita, batu itulah yang digambar Michelangelo sebagai tempat duduk Adam seperti dilukiskan dalam fresko Penciptaan di Kapel Sistina, Vatikan.
Fresko ini yang dibuat 1508 – 1512, menggambarkan– menurut interpretasi Michelangelo setelah membaca kisah penciptaan dalam Kitab Suci– bagaimana Allah memberikan kehidupan pada manusia Adam. Tangan kiri Adam diangkat bertumpu pada lututnya dengan jari telunjuk teracung yang nyaris bersentuhan dengan jari telunjuk tangan kanan Allah yang terulur.
Ada pula Kapel Michelangelo di depan rumah batu itu dan biara para Suster Fransiskan Puteri-puteri Elizabeth.
Baca Juga: KAISAR
Tempat kedua, lebih istimewa. Yakni, kapel tempat Santo Fransiskus Asisi (1182 – 1226) menerima stigmata. Kapel ini ada di kompleks La Verna Sanctuary yang terletak di kawasan Taman Nasional Hutan Casentinesi.
Di tempat ini berdiri kokoh Basilica La Verna Sanctuary yang dibangun pada tahun 1348. Ada lagi Kapel Santa Maria degli Angeli yang dibangun Santo Fransiskus pada 1218.
Kami mengunjungi dua tempat itu setelah menghadiri kaul kekal 21 (8 dari Indonesia) Suster-suster Fransiskan Puteri-puteri Elizabeth di Basilika La Verna Sanctuary. Di depan basilika ada sedikit tanah lapang; di tempat itu berdiri salib kayu menjulang tinggi.
Berdiri memunggungi basilika, akan memandang Pegunungan La Verna yang indah dan Lembah Casentino yang hijau.
***
Chiusi della Verna, terpisah jarak 268 kilometer arah timur-laut dari Roma. Perjalanan ke La Verna, benar-benar menyegarkan mata. Chiusi della Verna terletak di kaki Gunung Penna atau Gunung La Verna yang muncul di Lembah Casentino, Italia Tengah, diapit Sungai Tiber dan Arno, dikelilingi rangkaian pegunungan Laverna.
Maka sepanjang jalan, terutama ketika semakin mendekati tempat yang dituju, pemandangannya selalu hijau. Jalan meliuk-likuk menyusuri kaki perbukitan yang hijau. Naik dan turun. Belok kanan, belok kiri tajam. Mendaki dan menurun.
Pegunungan Laverna yang mengepung Chiusi della Verna, indah dipandang mata. Lereng-lerengnya hijau. Kadang terlihat satu dua rumah yang tampak seperti kotak-kotak korek api. Karena di pegunungan, hawanya dingin meskipun sudah di musim panas.
Mobil kami berheti di depan sebuah rumah tingkat bertuliskan Pastor Angelicus. Inilah rumah penginapan yang dikelola para Suster-suster Puteri Elizabeth.
Dari rumah penginapan Pastor Angelicus kami naik menuju ke kompleks La Verna Sanctuary. Di tempat ini berdiri kokoh Basilica La Verna Sanctuary untuk mengikuti acara.
Tempat yang paling penting di kompleks sanctuary adalah Kapel Stigmata. Di tempat di mana dahulu Fransiskus (yang kemudian dinyatakan sebagai santo oleh Paus Gregorius IX, 1228) dari Assisi menerima stigmata–luka-luka mirip luka-luka Kristus yang tersalib, pada tubuhnya: kedua tangan, kaki, dan lambung–pada tahun 1224. Dante Alighieri (1265 – 1321) penyair dan filsuf Italia, menulis demikian:
Di bebatuan padas antara Sungai Tiber dan Arno
Dari Kristus dia mengambil meterai terakhir
Yang ditanggungnya selama dua tahun.
Fransiskus menerima stigmata setelah mengakhiri doa dan puasanya selama 40 hari, dua tahun sebelum meninggal dunia, 1226 di tempat berbatu karang itu. Bila hujan atau malam begitu dingin, orang suci dari Asisi itu turun ke celah-celah batu, yang berbetuk seperti gua sebagai rumahnya. Di tempat itulah ia duduk di atas batu hitam keras.
***
Baca Juga: "Arch of Constantine"
Kisah hidup Santo Fransiskus Asisi–yang namanya digunakan Kardinal Mario Bergoglio setelah dipilih menjadi paus–sangat menarik dan memberikan begitu banyak keteladanan bagi siapa saja.
Fransiskus adalah putra pasangan juragan kain sangat kaya raya di masa itu, Pietro di Bernardone dei Moriconi dan Giovanna atau Pica Bourlemont. Karena itu, ia hidup bergelimpang kemewahan. Ia sangat populer di kalangan anak muda: karena tampan dan kaya, serta suka menraktir teman-temannya.
Namun, pada suatu ketika, Fransiskus memilih meninggalkan segala bentuk kemewahan duniawi itu. Ia merasakan panggilan lain dalam hidupnya. Ia memilih hidup dalam kemiskinan dan menolak kepemilikan harta duniawi. Ia memilih untuk hidup sederhana dan bersahaja, mengajarkan nilai-nilai keteladanan dalam membagi harta dengan yang membutuhkan.
Lalu, Fransiskus mendirikan Ordo Saudara Dina (Ordo Fratrum Minorum/OFM) kelompok keagamaan dalam Katolik. Dan, menganggap semua ciptaan sebagai saudara, fratelli tutti (yang kemudian menjadi judul ensiklik Paus Fransiskus, 3 Oktober 2020; ensiklik tentang Persaudaraan dan Persahabatan Sosial) semua saudara dengan berpegang teguh motto pax et bonum, damai dan semua baik, yang menjadi elemen paling penting dalam hidup dan spiritualitas Santo Fransiskus.
Fransiskus tidak hanya berkotbah tentang fratelli tutti, semua saudara. Tetapi menunjukkan dalam aksi nyata. Pada tahun 1219, ketika Perang Salib sedang sengit-sengitnya, Fransiskus ditemani Bruder Illuminatus nekad menemui Sultan Malik-el-Kamil (sepupu Saladin) di Mesir. Ia mengusulkan agar perang diakhiri dan hidup dalam damai.
Ia memertaruhkan hidupnya demi terciptanya perdamaian. Karena Fransiskus memegang teguh prinsipnya yakni fratelli tutti, semua saudara, tak peduli asal-usul.
Fransiskus tidak hanya berkotbah tentang fratelli tutti, semua saudara. Tetapi menunjukkan dalam aksi nyata. Pada tahun 1219, ketika Perang Salib sedang sengit-sengitnya, Fransiskus ditemani Bruder Illuminatus nekad menemui Sultan Malik-el-Kamil (sepupu Saladin) di Mesir. Ia mengusulkan agar perang diakhiri dan hidup dalam damai.
Ia memertaruhkan hidupnya demi terciptanya perdamaian. Karena Fransiskus memegang teguh prinsipnya yakni fratelli tutti, semua saudara, tak peduli asal-usul, kebangsaan, warna kulit, agama, suku, etnis dan segala perbedaan lainnya.
Maka kata Fransiskus dalam doanya:
Tuhan, jadikanlah aku pembawa DAMAI.
Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih.
Bila terjadi penghinaan, jadikanlah aku pembawa pengampunan.
Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan.
Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran.
Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian.
Bila terjadi keputus-asaan, jadikanlah aku pembawa harapan.
Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang.
Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku pembawa sukacita.
***
Doa Santo Fransiskus itu, seakan terus kami dengar dalam perjalanan dari Chiusi della Verna ke Asisi tempat asal Santo Fransiskus, pagi esok harinya. Dan, terus bergaung hingga kini: Jadikanlah aku pembawa damai.
Baca Juga: Arch of Augustus di Rimini
Penulis : Redaksi-Kompas-TV
Sumber : Kompas TV