> >

Nyanyian Para Rahib dan Rubiah

Opini | 7 Januari 2024, 17:00 WIB
Para rahib dan rubia di kiri-kanan altar Gereja Vincentius dan Anastasius (Sumber: Erick via triaskredensialnews.com)

***

Lorong biara (Sumber: Erick via triaskredensialnews.com)

Sangat beruntung kami datang ke Abbazia delle Tre Fontane atau Biara Tiga Mata Air, Roma, siang itu. Kami mengunjungi seorang rubiah yang pernah selama 34 tahun tinggal di Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono, Desa Jetak, Getasan, Semarang, Jawa Tengah.

Martha Driscol (80). Dialah rubiah dari Ordo Trapis (OCSO) yang pada tahun 1987 memimpin pembangunan rumah pertapaan Gedono itu. Arsitek rumah pertapaan itu, Romo Mangunwijaya. Karya karya Romo Mangun pada tahun 1993 mendapat Penghargaan IAI Nasional dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).

Kata Ibu Martha, begitu rubiah itu biasa dipanggil, Abbatia trium fontium ad Aquas Salvias, Biara Tiga Mata Air, mempunyai cerita yang panjang dan berhubungan dengan akhir hidup Rasul Santo Paulus.

Di tempat itulah, pada 29 Juni 67 atas perintah Kaisar Nero (37 – 68) Paulus dibunuh dengan cara dipenggal kepalanya. Begitu kepala terlepas dari tubuh, jatuh ke tanah, membal tiga kali. Di tempat kepala itu membal lalu muncullah mata air. Maka tempat itu diberi nama “Tiga Mata Air” (Tre Fontane).
Kata Ibu Martha, dulu dari mata air pertama keluar air panas; mata air kedua mengeluarkan air hangat; dan dari mata air ketiga keluar air dingin.
Tempat di mana Paulus dipenggal kepalanya, didirikan gereja: Gereja Santo Rasul Santo Paulus. Gereja itu dibangun pada abad kelima. Gereja Santo Paulus adalah salah satu dari tiga gereja.
Gereja pertama, yang paling besar adalah Gereja Santo Vincentius (orang suci dari Spanyol, 1581 – 1660) dan Anastasius (orang suci dari Persia, meninggal tahun 628) tempat ibadat siang itu. Ketika pertama kali dibangun (626) gereja itu sederhana. Nyaris tak ada fresko seperti gereja-gereja lainnya di Roma.
Lalu pada tahun 1200-an, direnovasi, diperbesar, ditambah serambi depan dan atap kayu yang indah. Tapi, interiornya tetap polos. Hanya pada tiang-tiangnya terdapat fresko para kudus. Meski demikian, ruang gereja yang luas dan sejuk itu, begitu terasa damai.
Kami beruntung diajak Ibu Martha tidak hanya masuk gereja tapi ikut ibadat yang begitu khusuk, menggetarkan hati.
Gereja kedua lebih kecil: Santa Maria Scala Coeli. Gereja ini berdiri beberapa meter sebelah kiri Gereja Santo Vincentius dan Anastasius. Kata Suster Martha, Scala Coeli berarti “tangga menuju surga.”

Menurut cerita, pada tahun 1138, Santo Bernardus (1090 – 1153) di tempat mendapat penglihatan tentang jiwa-jiwa yang meninggalkan api penyucian kemudian menaiki tangga menuju surga. Catatan sejarah, gereja ini lebih dahulu dibangun dibanding Gereja Santo Vincentius dan Anastasius. Tapi, gereja yang berdiri saat ini dibangun pada abad ke-16.

Di tempat inilah, kata Suster Martha dahulu Santo Paulus dipenjara, sebelum dihukum mati. Bekas sel penjara itu ada di bawah gereja. Ada beberapa anak tangga turun menuju ruang penjara itu.

***

Biara Tre Fontane, Tiga Mata Air (Sumber: Erick via triaskredensialnews.com)

Biara Tiga Mata Air adalah tempat yang indah; dan terasa jauh dari hiruk pikuk Roma modern. Roma Kota Abadi tempat pertemuan antara masa lalu dan masa kini.
Sambil berjalan keluar biara di jalan berbatu, di bawah keteduhan pohon, masih mengiang di telinga doa-doa para rahib dan rubiah yang begitu menyentuh hati.

Si iniquitates observaveris, Domine, Domine, quis sustinebit? (Jika Engkau, ya Tuhan, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan?).

Untunglah siang itu, kami mendengarkan lagu-lagu pujian bukan lagu-lagu yang mengungkapkan bahkan mendorong kemarahan dan kebencian. Lagu-lagu pujian membuat hati tentram. Adem.

Kami mendengarkan ayat-ayat Mazmur yang dinyanyikan. Mungkin, para rahib dan rubiah itu juga menyanyikan lagu We Shall Overcome, lagu favorit para aktivis.

Tapi, bagi para rahib dan rubiah lagu itu menggambarkan keyakinan mereka mampu mengalahkan nafsu diri, nafsu duniawi, kepentingan diri dan memerjuangkan kepentingan sesama, mereka akan hidup damai dan memperoleh kedamaian di hati.

Abbazia delle Tre Fontane, Biara Tiga Mata Air sudah di belakang. Tapi masih terngiang di telinga:

…. ecce quam bonum et quam decorum habitare fratres in uno, sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun….***

 

Penulis : Redaksi Kompas TV Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU