> >

Mengenang Sejarah Transportasi Trem Kuda di Jakarta yang Melahirkan Istilah "Kuda Gigit Besi"

Opini kompasianer | 6 Agustus 2023, 18:35 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.tv

Dimulainya operasional trem listrik di Batavia pada 1899 (Sumber: CHARLS VAN ES & CO/ARSIP KITLV via Kompas.id)

Di Batavia pernah ada kendaraan umum berupa trem. Trem yang paling awal tidak bertenaga mesin. Trem itu bertenaga kuda. 

Saat ini kita mengenal ukuran kekuatan sebuah mesin berupa istilah HP (Inggris, Horse Power) atau PK (Belanda, Paard Kracht). Keduanya mengacu kepada Daya Kuda. Semakin besar HP atau PK, tentu semakin besar kekuatan mesin itu.

Adanya trem kuda berawal ketika Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels membangun kota Batavia, lengkap dengan banyak jalan besar. Sayang transportasi umum masal belum ada di kota baru Batavia itu. 

Dulu, jika ingin bepergian, orang-orang Eropa menggunakan kereta kuda milik sendiri atau sewaan. Sebagian etnis lain, termasuk bumiputera, hanya berjalan kaki atau naik pedati. Selain itu, warga menggunakan kereta yang ditarik atau digotong manusia.

Warga Batavia mulai mengenal angkutan umum berbasis rel sejak 1867. Ketika itu, tepatnya pada 10 Agustus 1867, mulai diwacanakan transportasi umum berupa trem kuda. Namun trem kuda baru mulai beroperasi pada 20 April 1869.

Trem kuda menjadi sarana angkutan terpanjang atau yang memuat banyak penumpang setelah delman. Sebuah gerbong atau wagon berjalan di atas rel. 

Dua ekor kuda bahkan lebih, menarik gerbong itu dengan cara menggigit alat tarik besi yang ditambatkan di tali kendali. 

Kalau seekor kuda tentu akan kelelahan karena beratnya beban penumpang dan gerbong. Nah, dari sinilah muncul istilah 'kuda gigit besi', yang mengacu kepada zaman baheula.

Trem kuda pada 1869 di Batavia (Sumber: Forum.lowyat.net via buku Moda Transportasi di Jakarta)

Sebenarnya rencana awal pembuatan jalur trem di Batavia sudah digagas oleh Mr. J. Babut du Mares pada 1860. 

Untuk merealisasikan hal tersebut pada 1867 firma Dummler & Co diberi kepercayaan untuk mengerjakan konstruksi jalur trem dengan lebar spur 1.188 milimeter.

Kelelahan dan Mogok

Trem kuda pertama kali beroperasi dengan rute Amsterdamsche Poort  (Pasar Ikan) -- Harmoni melewati Taman Fatahillah dan Pintu Besar Selatan sekarang. 

Pada Juni 1869, karena minat warga Batavia semakin besar, dibuat jalur tambahan Harmoni -- Tanah Abang. 

Juga dibangun jalur dari Harmoni ke Jalan Veteran menuju Kramat dan berakhir di Meester Cornelis (Jatinegara). Perusahaan pengelola trem kuda adalah Bataviasche Tramway Maatschappij.

Tentu karena rute terlalu jauh ditambah beban terlalu berat, timbul persoalan pada trem kuda. Sebagai makhluk hidup, kekuatan kuda pasti ada batasnya. 

Yang sering terjadi, kuda kelelahan di tengah jalan sehingga trem mogok. Bayangkan, kalau penumpang sedang terburu-buru.

Dampak lain, jalanan menjadi kotor karena kotoran kuda bertebaran sepanjang jalan. Setelah itu, pejabat Kotapraja Batavia mengeluarkan peraturan bahwa pada bagian belakang kuda harus diberi karung agar kotorannya tidak berjatuhan di jalan.

Diskriminatif

Pada waktu itu fasilitas trem masih sangat diskriminatif. Warga Eropa tentu saja mendapat fasilitas utama. Menyusul bangsa Timur dan paling buncit warga bumiputera. Setiap gerbong dibedakan berdasarkan kelas.

Setiap satu rangkaian ada kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Kelas 3 berupa gerbong terbuka untuk warga bumiputera. Bangsa Eropa mendapat kelas 1. Kelas 2 untuk warga Tionghoa, Arab, dan Indo.

Trem kuda di Amsterdamsche Poort (Sumber: Tropenmuseum via Wikimedia)

Tarif untuk kelas 1 sebesar 20 sen untuk sekali jalan atau 35 sen untuk pergi pulang. Sementara harga karcis kelas 3 hanya 15 sen. Ternyata, pendapatan terbesar berasal dari warga bumiputera, yakni mencapai 85% dari penjualan karcis.

Trem kuda mampu mengangkut 40 penumpang. Sumber lain mengatakan tarif 10 sen dikenakan untuk rute Amsterdamsche Poort -  Kramat, Amsterdamsche Poort -- Tanah Abang, dan Kramat -- Jatinegara.  Waktu operasi trem kuda pukul 05.00 hingga pukul 20.00.

Banyak Kuda Jadi Korban

Setiap tahun tidak kurang 545 kuda menjadi korban dari trem tersebut. Karena dianggap kurang efektif, trem kuda hanya bertahan sekitar 12 tahun. 

Setelah berkembang teknologi mesin uap, trem kuda digantikan trem mesin uap pada 1 Juli 1883.  Trem uap mampu mengangkut penumpang lebih banyak dengan waktu tempuh lebih cepat.

Selain foto dan lukisan, bukti adanya trem kuda tergambar dari temuan-temuan arkeologi di sekitar stasiun Kota. Mengingat akan dibangun jalur MRT, maka beberapa tahun lalu dilakukan ekskavasi arkeologi. 

Nah, dalam kegiatan itu ditemukan beberapa bagian dari trem kuda, seperti sadel, mur, baut, dan sepatu kuda. Ini pernah dikatakan arkeolog Argi Arafat dalam seminar tentang moda transportasi pada Sabtu, 24 September 2022, di Museum Sejarah Jakarta.

Soal transportasi Jakarta bisa disaksikan di halaman dalam Museum Sejarah Jakarta dalam pameran bertajuk Jejak Memori Moda Transportasi di Ibukota Jakarta. Pameran berlangsung hingga 30 September 2022. Ayo mumpung belum terlambat.

***

Bacaan Pendukung:

  • Mona Lohanda dkk. Moda Transportasi di Jakarta: Dulu, Sekarang, dan Mendatang (Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah, 2015)
  • Katalog Pameran Jejak Memori Moda Transportasi di Ibukota Jakarta (Museum Sejarah Jakarta, 2022)

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Trem Kuda Pernah Ada di Jakarta, Melahirkan Istilah "Kuda Gigit Besi""

Penulis : Djulianto Susantio

Sumber : Kompasiana


TERBARU