> >

Takut Terbang? Sekarang Bisa Konsultasi Langsung dengan Pilot di Kokpit

Opini kompasianer | 31 Juli 2023, 15:17 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.tv

Ilustrasi pesawat terbang maskapai bandara udara. (Sumber: Envato)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Fear of Flying atau dikenal juga dengan istilah aviaphobia serta aerophobia adalah kondisi di mana seseorang merasa takut untuk terbang. Kondisi ini normal dan bahkan tidak sedikit penduduk bumi yang mengalaminya sehingga membuat mereka selalu menghindari perjalanan lewat udara.

Bunyi roda pesawat di tarik saat takeoff dan dikeluarkan saat akan mendarat serta bunyi keras yang berasal dari bagian overhead bin yang kendur bisa menambah percikan rasa takut seseorang yang mengalami aviaphobia ini.

Turbelensi dan cuaca buruk yang dapat membuat pesawat tersentak, juga ketika pesawat menghadapi crosswind saat mendarat adalah keadaan yang akan membuat semua penumpang khawatir.

Namun, bagi seorang aviophobia, kekhawatiran tersebut bisa bertambah berkali lipat.

Kejadian kecelakaan pesawat -- terutama kecelakaan fatal yang mengakibatkan korban meninggal -- juga dapat menjadi pemicu utama bahkan kepada orang yang sebelumnya tidak mengalami aviaphobia.

Walau secara statistik kecelakaan pesawat dari tahun ke tahun selalu menurun seiring dengan peningkatan keselamatan penerbangan pada semua pelaku industri penerbangan, mulai dari pabrikan hingga maskapai, tidak mudah menghadapi ketakutan terbang ini.

Dalam laporan keselamatan penerbangan tahun 2019, pihak International Air Transport Association (IATA) dijelaskan, tingkat resiko kematian akibat kecelakaan fatal pesawat turun hingga setengah dari tahun sebelumnya dan bahkan dalam periode lima tahun terakhir.

IATA pada laporan tersebut juga menyebutkan, seseorang bisa terbang setiap hari selama 535 tahun sebelum mengalami kecelakaan yang mengakibatkan satu korban meninggal atau terbang setiap hari selama 29,586 tahun sebelum mengalami kecelakaan dengan tingkat 100% fatality.

Data statistik tersebut sesungguhnya dapat menjadi penguat bagi seorang pengidap aviaphobia. Dengan kata lain, statistik dapat dibaca sebagai indikasi adanya peningkatan keselamatan dalam penerbangan.

Selain angka 535 dan 29,586, terdapat pula dua angka lainnya yang mungkin dapat memberikan gambaran akan peningkatan keselamatan penerbangan.

Pertama yaitu angka 1, yang berarti pesawat sudah dapat terbang dengan hanya satu mesin. Angka lainnya adalah 200 yang menggambarkan seberapa jauh pesawat dapat melayang (gliding) ketika semua mesin mati, yakni sejauh 200 km.

Jika pernah mendengar insiden yang dialami oleh pesawat Boeing B747 milik maskapai British Airways yang berhasil mendarat di bandara Halim Perdanakusuma (HLP) setelah sempat gliding tanpa mesin dan tanpa listrik menyala di kabin, maka bisa didapatkan gambaran mengenai kemampuan gliding dari pesawat pada segala ukuran.

Mesin pesawat ketika itu mengalami gangguan akibat debu vulkanik dari letusan gunung Galunggung. Namun, setelah beberapa waktu gliding, pilot berhasil menyalakan mesin dan mendarat di HLP.

Banyak cara dan langkah dilakukan untuk membantu orang-orang dengan kondisi aviaphobia ini. Misalnya, memfokuskan pikiran pada destinasi yang menyenangkan atau hindari menonton film horor di dalam penerbangan karena justru dapat memicu rasa takut.

Belakangan ada perkembangan terbaru yang mungkin juga dapat membantu secara efektif para pengidap aviaphobia. Bentuknya mungkin akan terdengar seperti konsultasi dengan pihak yang memiliki keahlian di bidangnya (profesional), namun cara ini bisa meyakinkan orang yang mengalami ketakutan dan kegelisahaan saat dalam penerbangan.

Cara tersebut adalah dengan menghubungi dan berbicara langsung dengan pilot yang sedang bertugas saat itu juga. Pilot kemudian akan memberikan penjelasan dan menjawab segala pertanyaan yang ditimbulkan dari ketakutan dan kekhawatiran penumpang saat terbang.

Layanan ini disebut dengan "Dial A Pilot" yang diprakasai oleh sekumpulan pilot profesional di Amerika. Sayangnya, layanan ini sepertinya masih terbatas dilakukan hanya di Amerika.

Untuk menggunakan layanan "Dial A Pilot", penumpang perlu memesannya sebelum melakukan penerbangan melalui situsweb dialapilot(dot)com dan akan dikenakan biaya sebesar USD 50 atau sekitar Rp750 ribu.

Mengapa konsultasi ke pilot? Sebab pilot dapat menjelaskan, sekaligus mengatasi, berbagai hal yang menjadi sumber ketakutan saat terbang. Mulai dari turbelensi, cuaca buruk, hingga bunyi-bunyi asing yang terdengar di kabin pesawat.

Namun, dikarenakan pilot juga harus tetap berfokus mengendalikan pesawat, maka latanan "Dial A Pilot" pun dibatasi. Sebab betapa mengerikannya bukan, jika di saat menerbangkan pesawat, pilot harus melakoni pekerjaan lain sebagai operator dan "psikiater" sekaligus?

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Takut Terbang? Sekarang Bisa Konsultasi Langsung dengan Pilot di Kokpit"

Penulis : Widiyatmoko

Sumber : Kompasiana


TERBARU