> >

Eliminasi Anjing Liar Bukan Solusi Pengendalian Rabies, Lalu Apa? Vaksinasi!

Opini kompasianer | 18 Juli 2023, 16:56 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.tv

Petugas Sedang Melakukan Vaksinasi Pada Hewan (Sumber: Serafinus Sandi Hayon Jehadu/Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Persoalan rabies yang belakangan sedang melanda negeri sungguh membuat prihatin. Dalam beberapa waktu terakhir, rabies setidaknya masih terjadi di enam provinsi di Indonesia: Nusa Tenggara Timur (NTT), Bali, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Sumatra Barat, dan Kalimantan Barat. Bali, NTT, dan Sulawesi Selatan menyumbang kasus rabies terbanyak di Indonesia.

Sebagai upaya penanggulangan, pemerintah pun telah melakukan beragam upaya untuk menghentikan laju kasus rabies. Namun, sayangnya, rabies masih terus menjadi ancaman. 

Salah satu jalan pintas dalam pengendalian rabies adalah dengan cara mengeliminasi anjing liar. Terbaru, Bupati Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), Eugusem Pieter Tahun, meminta masyarakat mengandangkan anjing mereka. Jika tidak, maka akan dilakukan eliminasi (dibunuh). Pernyataan Bupati TTS ini disampaikan kepada media pada Sabtu (3/6/2023) yang lalu.

Dilema Eliminasi Anjing Liar

Jika mengacu pada peraturan di Indonesia, menyakiti atau membunuh hewan merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Maka siapapun pelakunya, dapat dikenakan sanksi terkait.

Larangan ini, setidaknya tertuang dalam Pasal 302 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman pidana penjara dan denda, yang berbunyi, "Jika perbuatan itu (menganiaya hewan) mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan".

Namun demikian, wabah rabies yang terus menyebar menuntut setiap pihak untuk bergerak cepat. Upaya eliminasi anjing liar memang tidak dapat dielakkan. Sehingga, antara sedih harus menyaksikan hewan dieliminasi, atau, atas nama kemanusiaan, pembunuhan hewan liar harus dilakukan.

Berkenaan dengan eliminasi hewan, sejatinya kita dapat mencontoh beberapa Pemerintah Daerah, salah satunya adalah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 

Saat rabies mengancam warga di Pulau Sumbawa sejak beberapa tahun ini, Dinas Peternakan dan Kesehatan (Disnakkeswan) Provinsi NTB justru bertahan untuk tidak melakukan eliminasi massal anjing liar. Alih-alih, Pemda NTB mengambil kebijakan melakukan vaksinasi kepada anjing liar.

Senada dengan Pemda Provinsi NTB, Komunitas Dog Lover Nusa Tenggara Barat (NTB) sejak tahun lalu turut menilai, dalam menanggulangi penyakit yang bersumber dari hewan seperti rabies harus memperhatikan animal welfare (kesejahteraan hewan).

Langkah mengeliminasi anjing liar dengan cara diracun atau ditembak di tempat, merupakan upaya yang kurang tepat. Pasalnya, tidak semua anjing liar menunjukkan gejala rabies dan jika cakupan vaksinasi anjing masih jauh dari target, maka harapan untuk memutus mata rantai virus rabies (dengan membunuh anjing) juga akan percuma. 

Terlebih, dalam "One Health Roadmap Eliminasi Rabies Nasional 2030", pengendalian rabies, khususnya anjing, lebih mengedepankan kesejahteraan hewan dan diminta untuk melaksanakan vaksinasi dilakukan dengan target minimal 70 persen populasi rentan.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Apakah Eliminasi Anjing Liar Solusi Pengendalian Rabies?"

Penulis : Iwan Berri Prima

Sumber : Kompasiana


TERBARU