Kenapa Ada Orang yang Rela Habiskan Uang Ratusan Juta untuk "Menyawer" di Live Streaming TikTok?
Opini | 15 Juni 2023, 13:13 WIBOleh: Atika Silvia
JAKARTA, KOMPAS.TV - Fitur live streaming kini menjadi salah satu andalan bagi para pengguna media sosial, khususnya kreator atau selebritas untuk dapat berinteraksi dengan para pengikutnya.
Fitur live streaming mulai meningkat penggunaanya sejak pandemi COVID-19 lalu melanda. Ketika interaksi langsung antar-manusia harus dibatasi untuk mencegah penularan, interaksi virtual melalui media sosial menjadi alternatif yang paling memungkinkan untuk bersosialisasi.
Salah satu platform media sosial yang mengalami peningkatan pesat pada penggunanya adalah TikTok. Berawal sebagai platform untuk membuat dan membagikan video pendek, kini TikTok juga terkenal dengan fitur live streaming. Selain dapat berkomunikasi dengan para pengikutnya, fitur ini bahkan dapat melakukan promosi atau penjualan.
Live streaming memungkinkan pengikut akun atau penonton untuk dapat berinteraksi dengan para kreator dengan memberi tanggapan melalui kolom komentar dan memberikan “hadiah”. Kegiatan memberi “hadiah” itulah yang kini mulai dikenal dengan fenomena “menyawer”.
Lantas, kenapa disebut "menyawer"?
Hal ini karena para penonton rela untuk memberi “hadiah” pada live streaming dengan harga yang cukup fantastis. Penonton memberikan uang sebagai bentuk pertukaran dengan hiburan yang didapatkan atau bentuk dukungan terhadap konten yang disajikan.
Dikutip dari Kompas.com, menurut pengamat media sosial, Hariqo Wibawa Satria, fenomena saweran digital dapat dibilang wajar karena membuat penonton terinspirasi hingga terhibur. Saweran juga dinilai cukup transparan karena dimediasi oleh platform digital dan tidak dilakukan secara langsung atau cash.
Fenomena “menyawer” ini banyak menimbulkan pertanyaan dari berbagai pihak, seperti dari para pengguna media sosial hingga dari kreatornya tersendiri.
Beberapa kasus yang membuat heboh dunia maya adalah pada kasus Bunda Corla, seorang kreator di TikTok yang terkenal dengan gaya berbicaranya yang “ceplas-ceplos” memperoleh “saweran” dari penontonnya hingga mencapai ratusan juta Rupiah.
Baru-baru ini, seorang figur publik yang namanya mencuat karena kasus kontroversial, Inara Rusli, mendapatkan “saweran” sebanyak 1 miliar Rupiah dari penonton live streaming-nya.
Live streaming dapat dikatakan muncul menjadi salah satu sarana untuk mewujudkan hubungan parasosial dari penonton dengan kreator yang dikagumi atau diikutinya.
Menurut Wohn dan McLaughlin dalam paper yang berjudul “Explaining Viewers’ Emotional, Instrumental, and Financial Support Provision for Live Streamers” pada tahun 2018, hubungan parasosial ini berkaitan dengan intensi untuk memberi dukungan sosial.
Namun, fenomena “menyawer” ini dapat dikatakan lebih dari sekadar membangun hubungan dengan streamer, tetapi juga terdapat faktor lain, seperti keinginan menjadi “unik dan “berbeda” melalui “hadiah” yang diberikan.
Hubungan Parasosial dalam Live Streaming
Hubungan parasosial pertama kali didefinisikan oleh Horton dan Wohl sebagai hubungan yang “terlihat” seperti hubungan muka-dengan-muka antara penonton dan penampil.
Hubungan tersebut dikatakan sebagai “terlihat” seperti hubungan langsung karena pada media tradisional seperti televisi atau radio, penonton tidak memiliki hubungan yang nyata dengan sosok selebritas, sehingga tidak ada interaksi secara langsung.
Horton dan Wohl juga menjelaskan, dari paparan berulang kepada sosok dalam media, penonton dapat menumbuhkan rasa kedekatan dan memproyeksikan hubungan dengan sosok tersebut. Penelitian lebih lanjut ternyata menemukan bahwa hubungan parasosial berbeda dengan hubungan dua arah.
Hubungan parasosial tersebut menjadi sebuah gambaran tentang bagaimana media dapat menjalankan fungsi yang sama seperti hubungan interpersonal (individu dengan individu) bagi banyak orang, seperti dengan cara melakukan live streaming.
Berbeda dengan interaksi parasosial, di mana penonton memiliki ilusi akan berinteraksi langsung dengan sosok streamer saat melakukan live, hubungan parasosial lebih mengarah pada sikap dan afeksi yang terbentuk pada saat live streaming.
Menurut penelitian dari Lu & Chen (2021), Wohn, Freeman, dan McLaughlin pada 2018, dalam konteks live streaming, hubungan parasosial ini berkaitan dengan kerelaan untuk memberikan uang kepada streamer.
Hal ini didukung dengan penelitian dari Park & Lennon (2004), semakin lama penonton menyaksikan live streaming, semakin besar rasa kedekatan yang terbangun, sehingga pemberian “hadiah” akan semakin bertambah.
Hubungan parasosial terjadi karena ketika terjadi sebuah aktivitas yang interaktif dan menarik pada live streaming, maka penonton akan cenderung membentuk ikatan emosional terhadap sosok streamer tersebut.
Dalam fenomena Bunda Corla, sosok yang dinilai “unik” karena kepribadiannya yang ceria, apa adanya, dan gaya berbicara yang “ceplas-ceplos” menjadi daya tarik bagi para penonton dan pengikutnya.
Kegiatan yang Bunda Corla lakukan dalam live streaming TikTok-nya dinilai santai dan relatable bagi para penonton, sehingga mereka membangun rasa kedekatan secara emosional yang membuat mereka ingin memberi dukungan saat Bunda Corla melakukan live streaming.
Penonton tidak berinteraksi secara langsung dengan Bunda Corla, namun mereka dapat memberikan tanggapan terkait aktivitas yang dilakukan Bunda Corla dan dapat memberi “hadiah” kepadanya.
Begitupun pada kasus Inara Rusli, penonton merasa ada hubungan emosional dengan tumbuhnya rasa simpati karena kasus perselingkuhan yang menimpanya. Sehingga, walaupun tidak mengenal secara langsung, penonton rela untuk memberi dukungan pada saat live TikTok.
Dikutip dari Suara Merdeka, dikatakan bahwa para netizen rata-rata menaruh respek kepada Inara Rusli karena dianggap sebagai sosok wanita yang kuat.
Ingin Menjadi “Unik” Menjadi Motivasi untuk “Menyawer”
Menurut beberapa penelitian, motivasi penonton dalam “menyawer” para streamer didasari oleh beberapa hal, yaitu motivasi seperti untuk apresiasi dari hiburan yang mereka dapatkan, mendukung streamer dalam mengembangkan konten, kompensasi untuk pembelajaran yang didapatkan, keterikatan emosional, keinginan untuk berinteraksi, hingga dukungan finansial.
Faktor lain yang memotivasi kegiatan “menyawer” adalah rasa ingin menjadi “unik”.
Sikap itu disebut juga dengan sikap Prososial: sebuah tindakan yang dilakukan seseorang yang membantu orang lain dengan mengorbankan diri sendiri sehingga terlihat seperti mereka mengutamakan kepentingan orang lain. Definisi ini dinyatakan oleh Small & Cryder dalam tulisan yang berjudul “Prosocial Consumer Behavior” di tahun 2016.
Hal tersebut turut didukung oleh penelitian dari Steffel dan LeBoeuf pada tahun 2014 serta Galak dan Givi pada 2019: pemberi “hadiah” cenderung ingin merasa unik sehingga mereka berusaha untuk memberikan “hadiah” yang berbeda, dan tidak banyak digunakan, atau dipilih agar nilai keunikan dari hadiah yang mereka miliki tidak turun, sehingga mereka merasa memberi dengan penuh perhatian.
Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya pemberi “hadiah” di TikTok yang rela memberi para streamer “hadiah” berupa emot Singa sebesar 29.999 koin atau setara dengan Rp 7.499.750 hingga TikTok Universe (34.999 koin) atau setara dengan Rp 8.049.000.
Dilansir dari Warta Lombok, salah satu penyawer Bunda Corla yang berani memberi “hadiah” dengan jumlah ratusan juta adalah selebritas Nikita Mirzani yang memberi tantangan agar penonton live streaming mencapai 300 ribu penonton.
Nikita pun menepati janjinya ketika live streaming Bunda Corla berhasil mencapai jumlah 300 ribu penonton dengan mengirimkan uang bernilai ratusan juta rupiah. Selain Nikita, beberapa publik figur lain juga ikut “menyawer” Bunda Corla, seperti dr. Oky Pratama, Maharani Kemala, dan Putra Siregar.
Selain Bunda Corla, sosok Inara Rusli juga berhasil mendapatkan “hadiah” dari live TikTok-nya hingga tembus angka Rp 1 miliar dari para penonton yang disebut sebagai “Sultan”.
Angka ini didapatkan karena beberapa penonton memberinya “hadiah” berupa emot Paus, Singa, dan TikTok Universe. Para “Sultan” inilah yang menjadi perwujudan penonton yang memiliki sikap prososial dengan memberikan “hadiah” yang bernilai tinggi.
Semakin maraknya live streaming yang dilakukan oleh kreator, membuat kegiatan “menyawer” juga semakin menjamur demi mengekspresikan dukungan hingga rasa “ingin jadi yang paling unik dan beda” sebagai perwujudan dari hubungan parasosial di media digital.
Kajian terkait motivasi para pemberi “hadiah” dapat lebih dalam lagi ditelaah terutama dalam pertimbangan secara ekonomi dan sosial, agar dapat melihat apakah ada faktor “keterpaksaan sosial” ataupun FOMO (Fear of Missing Out) jika tidak memberi “hadiah”.
* * *
Penulis adalah mahasiswi Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia 2023. Isi artikel merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan redaksi Kompas.tv
Penulis : Redaksi-Kompas-TV
Sumber : Kompas TV