Rapat Terbatas Alutsista Pasca Tenggelamnya KRI Nanggala 402, Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?
Catatan jurnalis | 1 Mei 2021, 21:11 WIBOleh: Frisca Clarissa, Jurnalis KompasTV
Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, kembali membahas tentang Alat utama Sistem Persenjataan (Alutsista) dalam rapat terbatas di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (28/04/2021) lalu.
Modernisasi alutsista menjadi salah satu topik dalam rapat yang digelar secara tertutup itu.
Namun, soal hasil rapat, Juru Bicara Menteri Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak menyebut belum bisa membuka hasil pertemuan yang membahas peta jalan atau roadmap alutsista itu.
Suasana kebatinan dalam pertemuan itu tentu berbeda dengan ratas tahun lalu di PT PAL, Surabaya, Jawa Timur, tepatnya Rabu 27 Januari 2020.
Saat itu, Presiden menekankan visi untuk mencapai kemandirian industri strategis pertahanan.
“Intinya, yang pertama kita ingin mengembangkan industri strategis pertahanan kita agar ke depan kita memiliki sebuah kemandirian,” ujar Presiden.
Setahun berselang, rapat terbatas digelar hampir sepekan pasca musibah tenggelamnya KRI Nanggala 402. Pertanyaan publik soal perkembangan upaya modernisasi alutsista pun mengemuka, termasuk soal seberapa jauh pemerintah telah menjalankan target persenjataan pokok minimal atau Minimum Essential Force (MEF) yang telah dicanangkan pemerintah sejak 2007.
Peneliti Militer dan Keamanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menyebut, MEF dibagi ke dalam beberapa tahap dengan jenjang waktu lima tahun. MEF tahap I dimulai pada 2010-2014, tahap II 2015-2019, dan tahap III 2020-2024.
Namun ia menilai ada perlambatan capaian pada tahap kedua.
“MEF sebenarnya ditargetkan mencapai 100 persen pada 2024. Namun tampaknya terjadi perlambatan pada capaian MEF tahap II. Pada 2019, capaian MEF yang mestinya berada di kisaran 75 persen, realitasnya baru mencapai angka di bawah 65 persen,” kata Fahmi.
Menurutnya, ada sejumlah hal yang perlu dibahas lebih lanjut antara Pemerintah dan DPR, antara lain:
- Penguatan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP).
- Pengaturan keterlibatan pihak ketiga sebagai bagian dari upaya membangun koordinasi antar-stakeholder pengadaan alutsista dan alat material khusus (almatsus).
- Penyusunan indikator kemandirian industri pertahanan nasional yang dibangun dengan melihat proporsi kebutuhan alutsista.
- Perencanaan anggaran yang matang, berkesinambungan dan dengan prioritas yang terukur.
- Dukungan anggaran yang proporsional untuk mendorong pengembangan riset termasuk di lingkungan perguruan tinggi dan pemberian insentif bagi industri pertahanan dalam negeri untuk melakukan inovasi.
- Soal transparansi dan akuntabilitas. Transparansi dan akuntabilitas menjadi isu yang mewarnai perbincangan mengenai pembangunan kekuatan pertahanan.
“Kita mendapat pelajaran bahwa dalam tata kelola alutsista ini, kita memang tak bisa hanya bicara mengenai belanja alatnya saja. Kita juga harus bicara mengenai logistik, perawatan dan pemeliharaan alat, juga kemampuan personelnya,” ujar Fahmi.
Indonesia sebagai poros maritim dunia menjadi visi pemerintahan saat ini, tentu keseriusan mengevaluasi alutsista memegang salah satu peran kunci dalam mewujudkannya.
Penulis : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV