Posisi dan Urgensi Mata Pelajaran Sejarah
Opini | 24 September 2020, 14:24 WIBOleh: Sumardiansyah Perdana Kusuma, Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia
Beberapa waktu belakangan kita dihebohkan oleh beredarnya draf Sosialisasi Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional yang diterbitkan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, tertanggal 25 Agustus 2020. Jika dicermati isi draf pada bagian struktur kurikulum, khususnya di jenjang SMA dan SMK, terdapat tiga masalah serius yang menjadi perhatian publik, yaitu:
Pertama: bergesernya posisi mata pelajaran sejarah di jenjang SMA dari semula kelompok wajib menjadi kelompok pilihan di Kelas XI dan XII.
Kedua: mata pelajaran sejarah di jenjang SMA direduksi menjadi bagian dari IPS di Kelas X.
Ketiga: penghilangan mata pelajaran sejarah di jenjang SMK.
Situasi ini kemudian memicu para Guru Sejarah yang tergabung dalam organisasi profesi, Asosiasi Guru Sejarah Indonesia menginisiasi tuntutan dalam bentuk petisi online, yang sudah ditandatangani oleh 24.214 orang per-24 September 2020, pukul 07.16 WIB.
Pertanyaan besarnya adalah, mengapa kita harus lantang menyuarakan agar mata pelajaran sejarah diajarkan kepada seluruh anak di semua tingkatan kelas dan di semua jenjang?
Problematika Kebangsaan
Dewasa ini bangsa Indonesia (terutama generasi muda) sedang dilanda “amnesia” sejarah. Generasi sekarang sepertinya lebih mengenal artis-artis dari Korea ketimbang Pahlawan Nasional di daerahnya masing-masing.
Munculnya klaim kerajaan-kerajaan baru dalam bentuk Keraton Agung Sejagad, Sunda Empire, dan lain sebagainya juga merupakan bukti betapa pemahaman sejarah masih minim dikuasai oleh masyarakat kita. Lalu masih adanya sekelompok orang ingin mengubah bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi bentuk lain semisal kerajaan, kekhalifahan, federasi, dan lain sebagainya, yang menurut saya merupakan pikiran serta tindakan ahistoris.
Selama ini orang selalu terpaku pada kajian-kajian ilmu alam, sehingga banyak yang berpikir sekarang adalah masa kejayaan sains. Padahal ditengah perkembangan Revolusi 5.0 kedudukan ilmu sosial juga patut diperhatikan, Sejarah merupakan fondasi dari semua ilmu humaniora. Mempelajari sejarah sama artinya dengan mempelajari kehidupan, terutama kehidupan manusia di tengah masyarakat dan zamannya.
Kita semua perlu menyadari bahwa sebuah bangsa akan menjadi kuat jika memiliki kesadaran sejarah, bagaimana sejarah itu berupaya membentuk bangsa Indonesia menjadi “Bangsa-Wan”, bangsa yang berdaulat di atas tanah sendiri serta memiliki kemampuan untuk menjalani realitas dan menyelesaikan berbagai tantangan yang dihadapi dengan bercermin atau mengambil pelajaran dari masa lalu.
Dalil-Dalil Kebangsaan
Menghancurkan sebuah bangsa, tidak harus melalui pertempuran fisik, melainkan hilangkan ingatan mereka akan sejarahnya, masa kehancuran tinggal menunggu waktunya saja. Sartono Kartodirjo, Sejarawan yang mempelopori penulisan sejarah dengan cara pandang Indonesia dengan pendekatan multidimensional, pernah mengungkapkan bangsa yang tidak mengenal sejarahnya dapat diibaratkan seorang individu yang kehilangan memorinya, ialah orang pikun atau sakit jiwa, dimana ia kehilangan identitas atau kepribadiannya.
Penulis : Zaki-Amrullah
Sumber : Kompas TV