Siasat Melepas Pandemi Covid-19
Catatan jurnalis | 14 September 2020, 19:00 WIBOleh: Aiman Witjaksono (Produser Eksekutif KompasTV/Host Sapa Indonesia Malam dan AIMAN)
IHSG turun saat Gubernur DKI Jakarta mengumumkan menginjak rem darurat, kembali ke PSBB pada Kamis (10/9/2020), meski sehari setelahnya naik kembali melewati angka Psikologis.
Kembali ke PSBB bukan bicara soal kesehatan versus ekonomi. Namun, ini bicara keselamatan yang berdampak pada keduanya, kesehatan dan ekonomi. Pertanyaannya, tepatkah?
Sebelum membahas ini, saya ingin mengungkapkan sedikit soal gambaran yang saya peroleh dari Akonomi Indonesia.
Baca Juga: Mengukur Efektivitas PSBB Jakarta Jilid 2 dari Aspek Pemerintah, Ekonomi dan Kesehatan
Indonesia Kini Mundur 11 Tahun, Benarkah?
Saya mencoba mencari tahu soal ini. Data ini memang tidak untuk semua sektor kehidupan penduduk. Memang ada parameter, dua hal yang menjadi titik krusial indikator ekonomi, jumlah penduduk miskin dan pengangguran terbuka. Saya jabarkan!
Pada 2019, dua kali sempat heboh saat pengumuman angka kemiskinan. Pertama adalah sebelum pencoblosan pada April 2020. Dan kedua adalah pada September 2019 lalu, di mana Indonesia mencetak sejarah, tingkat kemiskinan terendah.
Selama 21 tahun terakhir alias pasca-Reformasi 1998, meski bisa jadi sesungguhnya angka ini adalah angka terendah dalam sejarah Indonesia. Permasalahannya, pada masa sebelum reformasi 1998, tidak ada data pembanding untuk mencari tahu setiap informasi yang diproduksi negara kala itu secara kritis.
Namun kini, hal yang sangat berbeda. Saat dikeluarkan data kemiskinan tahun lalu, sebelum pencoblosan Pemilu 2019 misalnya, beramai - ramai suara kritis datang.
Ada yang berdasarkan data, tak sedikit pula yang "asbun". Namun, setidaknya begitulah demokrasi seharusnya berjalan, meski kritik berdasarkan data, yang layak menjadi acuan.
Baca Juga: Soal IHSG, Pandemi Corona dan PSBB Jakarta Jilid 2, Ini Penjelasannya
AIMAN KEMBALI TURUN KE LAPANGAN!
Saya tidak sedang membahas soal perdebatan hal yang ramai pada tahun lalu. Tapi saya ingin membahas ke depan. Program AIMAN yang tayang pada Senin, 8 Juni 2020 merupakan program AIMAN yang pertama sejak wabah Covid-19 mendera. Kami untuk pertama kalinya kembali terjun ke lapangan untuk melihat langsung kondisi yang terjadi.
Mengumpulkan, mengolah, menganalisis dengan data pembanding dan cermatan lapangan, hingga menayangkan ke tengah-tengah pemirsa, dengan rasa tanggung jawab.
Saya mewawancarai sosok-sosok pilu di trotoar jalan hingga masuk ke rumah makan untuk melihat persiapan pembukaan. Dan terakhir bisa jadi yang terpenting, yakni mewawancarai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Airlangga Hartarto.
Baca Juga: Jokowi: Jangan Terburu-buru Tutup Wilayah untuk Kendalikan Covid-19
CERITA DARI CIKINI
Sebelum saya mewawancarai Menko Perekonomian, saya berkeliling di trotoar jalan di daerah Cikini, Jakarta Pusat. Saya mencoba melihat situasi kehidupan di sana. Segelintir pedagang kaki lima berjualan di tepi bangunan, restoran menengah atas, buka hanya melayani take away alias dibawa pulang.
Tak ketinggalan, deretan ojek online yang berkerumun, tapi sayangnya tak menggunakan masker. Saya tanyakan kepada mereka, kenapa tak melakukan protokol kesehatan Covid-19, memakai masker di tempat umum?
"Engap pak, tapi kami biasanya pake masker kok, ini aja pas kelihatan," sambut salah seorang dari mereka. Seraya mereka menggeser duduknya satu sama lain, semakin menjauh. Setidaknya saya anggap, mereka sadar akan kesalahan mereka dan yang terpenting mereka tahu apa yang seharusnya dilakukan.
Baca Juga: Menko Perekonomian Sebut IHSG Anjlok karena Pernyataan Anies Baswedan Soal PSBB Ketat
11 RIBU UNTUK 9 JAM KELILING
Lalu tanpa saya tanya, mereka langsung menyambung pembicaraan. "Pak, kita susah sekarang. Ini baru dapat 11 ribu. Sudah 9 jam kita keluar rumah padahal sejak pagi tadi. Mana HP Hilang, ini pinjam sama anak. Malah temen saya ini sudah 3 hari ga dapat apa-apa," sambil diiyakan oleh sang teman dan kawan-kawan ojol lainnya.
Berbeda pemandangan dari trotoar jalan, saya memasuki salah satu rumah makan khas daerah di Indonesia, yang terkenal dan memiliki pusat di Sabang, Jakarta Pusat.
Di sini saya ingin melihat bagaimana persiapan PSBB Masa Transisi kala itu, yang dilaksanakan di Ibu Kota dan juga akan diikuti oleh daerah sekitar Jakarta, BODETABEK.
Saat saya memasuki rumah makan itu, petugasnya telah menyilang-nyilangkan meja makan dengan selotip merah, tanda kursinya tak boleh diduduki. Di lantai pun, selotip tebal menghiasi, simbol untuk pembeli agar wajib menjaga jarak satu dengan yang lain.
Baca Juga: DKI Jakarta Kembali Jalankan PSBB Total, Restoran Hingga Tempat Hiburan Bakal Ditutup
50 PERSEN KARYAWAN RUMAH MAKAN "DIRUMAHKAN"
Lagi-lagi, tanpa saya bertanya, sang pimpinan karyawan rumah makan bercerita, bahwa ada 15 orang di rumah makan ini yang terpaksa dirumahkan (bukan di-PHK) sejak 2 bulan lalu. Mereka dirumahkan tanpa mendapat gaji.
"Ada 15 orang dari kami semua 30 orang di sini, yang dirumahkan. Tapi kami senang, Senin ini mulai boleh dibuka, harapannya kembali bisa lebih laku lebih banyak, dan saya yakin, kami bisa memanggil 15 karyawan kami untuk kembali berkumpul bersama - sama kami di sini." ungkap sang kepala rumah makan.
Selama ini, saya hanya mendengar dari informasi yang disampaikan di media massa dan narasumber ahli. Tapi kini, saya mendapatkannya langsung dari apa yang saya lihat, saya dengar, dan saya alami.
Gambaran di atas adalah gambaran pasca PSBB yang diterapkan sejak awal, yakni pada 10 April 2020 melalui Pergub nomor 33 tahun 2020. Serentak juga dilaksanakan setelahnya oleh BODETABEK (Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang, serta Tangerang Selatan).
Baca Juga: Covid-19 Belum Reda, Indonesia Batal Ajukan Diri Jadi Tuan Rumah Turnamen Seri Asia
PREDIKSI MASA DEPAN HIDUP PENDUDUK INDONESIA
Data Kemenkoperekonomian RI, baik kemiskinan maupun pengangguran bisa bertambah hingga lebih dari 5 juta orang. Ketika dilihat angkanya dengan penambahan 5 juta ini, kemiskinan dari sebelumnya sekitar 24,79 Juta orang (Data BPS: September 2019), maka akan bertambah sesuai prediksi menjadi hampir 30 juta orang atau bahkan lebih. Ini mirip dengan angka yang terjadi pada tahun rentang 2010-2012.
Demikian pula dengan pengangguran terbuka, yang sebelumnya berada pada angka 4,99 juta sebelum wabah (Data BPS: Februari 2020), maka akan bertambah 5 juta orang menjadi sekitar 10 juta pengangguran. Mirip dengan angka pada tahun 2008-2009 alias 11 tahun lalu.
Saya sempat menanyakan hal ini kepada Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat pertama kali New Normal diberlakukan pada awal Juni 2020 lalu, bagaimana kondisi sesungguhnya saat ini?
Ia mengakui, bahwa kondisi saat ini memang lebih berat ketimbang badai ekonomi yang menghantam Indonesia dan juga dunia pada1998. Kala itu, UMKM (Usaha Mikro, Kecil, Menengah) tidak terhantam justru bisa menjadi motor pembangkit ekonomi bangsa kala itu. Tapi kini, UMKM juga ikut tak berdaya, karena aktivitas ekonomi yang menurun drastis.
Tapi ada satu yang menjadi harapan, yang menjadi pembeda di tahun 1998, kata Airlangga. "Sektor Lembaga Keuangan dan Perbankan kita, kuat!
Ini yang bisa menjadi potensi bangkitnya ekonomi Indonesia dalam waktu ke depan,"
"Formulasi yang tepat bisa membuat daya tahan bangsa kembali kuat. Saya positif melihat ini!" sebut Airlangga, optimisitis.
Pandemi memang harus berakhir, perlu siasat melepas dan selepasnya. Disiapkan dari sekarang, tak boleh lagi ada kelambanan, karena warga perlu melanjutkan kehidupan. Penguasa harus memberi jalan, semesta bekerja sama, menyiramkan harapan pada peradaban!
Keselamatan yang utama. Karena dari sini, kesehatan dan ekonomi mesra berpelukan.
Saya Aiman Witjaksono.
Salam!
Penulis : Desy-Hartini
Sumber : Kompas TV