> >

Profil Hosni Mubarak, Presiden Mesir yang Digulingkan Usai 30 Tahun Menjabat

Kompas dunia | 25 Februari 2020, 19:22 WIB
Presiden Mesir periode 1981 hingga 2011, Hosni Mubarak. (Sumber: AFP/STR/MONA SHARAF via Kompas.com)

Dia juga menurunkan ketegangan dengan Israel, terutama pascainvasi Israel ke Lebanon pada 1982.

Hosni Mubarak menegaskan kembali perjanjian damai Mesir dengan Israel di bawah perjanjian Camp David (1979), serta meningkatkan hubungan dengan Amerika Serikat, yang menjadi pemberi bantuan utama Mesir.

Pada 1987, Mubarak kembali terpilih sebagai presiden untuk masa jabatan enam tahun kedua.

Selama krisis Teluk Persia dan perang setelah invasi Irak ke Kuwait pada 1990, Mubarak mengajak negara-negara Arab dalam mendukung keputusan Arab Saudi untuk mendatangkan bantuan koalisi militer yang dipimpin AS untuk memulihkan Kuwait.

Dia juga berperan penting dalam menengahi perjanjian bilateral antara Israel dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada 1993.

Pada 1993, Mubarak kembali terpilih sebagai presiden untuk masa jabatan ketiga. Sejak saat itu, kekerasan oleh kelompok gerilya meningkat dan kelompok oposisi mendesak reformasi pemilu yang demokratis.

Pada 1995, Hosni Mubarak lolos dari upaya pembunuhan di Etiopia. Dia kembali diserang pada 1999 dan mengalami luka akibat senjata tajam.

Meski telah mulai menghadapi tekanan untuk mundur, bahkan mendapat beberapa kali upaya pembunuhan, Mubarak tetap bertahan dan bahkan terus mendorong perdamaian di Timur Tengah.

Hosni Mubarak kembali menjabat presiden untuk masa jabatan keempat setelah tidak ada calon lain yang menjadi lawan dalam pemilihan 1999.

Pada 2005, Mubarak kembali memenangkan pemilu untuk masa jabatan kelima. Saat itu pemilihan diikuti sejumlah kandidat, namun jumlah pemilih mengalami penurunan, serta adanya tuduhan penyimpangan dalam pemilu.

Desakan untuk Mundur

Pada 2011, kawasan Timur Tengah diguncang gerakan pemberontakan oleh rakyat, yang diawali dengan gerakan Revolusi Melati di Tunisia, yang mendorong Presiden Zine al Abidin Ben Ali untuk mundur.

Januari 2011, unjuk rasa mulai muncul di Mesir, dengan massa pengunjuk rasa yang memprotes penindasan, korupsi, serta kemiskinan yang semakin parah di negara itu. Massa mendesak Presiden Mubarak yang telah menjabat hingga enam periode untuk mundur.

Sempat menghilang dari publik, Presiden Mubarak muncul setelah bentrokan massa pengunjuk rasa dengan polisi memasuki hari keempat.

Mubarak menyampaikan pidatonya melalui televisi pemerintah, yang intinya mengatakan bahwa dirinya akan tetap menjabat. Namun presiden akan membubarkan kabinet dan melakukan reformasi sosial serta ekonomi.

Langkah tersebut dikecam massa pengunjuk rasa sebagai alasan untuk tetap berkuasa dan tidak berdampak banyak dalam menenangkan aksi kerusuhan.

Hari berikutnya, Presiden Mubarak mengambil keputusan dengan menunjuk wakil presiden untuk pertama kalinya selama menjabat. Namun aksi protes masih berlangsung hingga Februari.

Pada 1 Februari, Mubarak kembali tampil di televisi dan mengumumkan bahwa dirinya tidak akan kembali maju dalam pemilihan presiden berikutnya yang dijadwalkan digelar pada bulan September 2011.

Mundur dari Jabatan Presiden

Desakan untuk mundur terus datang dari rakyat Mesir, hingga pada 10 Februari, Mubarak kembali menyampaikan pidatonya di televisi. 
Dalam pidatonya, Mubarak menyatakan akan tetap merampungkan masa jabatannya hingga selesai, namun dia juga mendelegasikan sebagian kekuasaannya kepada wakil presiden Omar Suleiman.

Dia juga kembali menjanjikan akan melakukan reformasi pemilu, serta akan mencabut hukum darurat Mesir yang telah diberlakukan sejak 1981.

Sehari berselang, Mubarak meninggalkan Kairo menuju tempat peristirahatannya di Sharm el-Sheikh, di Semenanjung Sinai. 
Beberapa jam setelah kabar Mubarak meninggalkan Kairo, wapres Suleiman muncul di televisi dan mengumumkan bahwa presiden Mubarak telah mengundurkan diri sebagai presiden dan menyerahkan kekuasaan memimpin pemerintahan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata.

Penulis : fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU