Hamas Syaratkan Implementasi Gencatan Senjata untuk Pembebasan Sandera AS
Kompas dunia | 15 Maret 2025, 18:30 WIBKAIRO, KOMPAS.TV – Hamas menyatakan hanya akan membebaskan seorang sandera berkewarganegaraan Amerika Serikat-Israel serta menyerahkan jenazah empat sandera lainnya jika Israel menerapkan perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati di Jalur Gaza.
Pernyataan ini disampaikan pada Sabtu (15/3/2025), di tengah upaya menghidupkan kembali proses negosiasi yang mengalami kebuntuan.
Seorang pejabat senior Hamas, yang berbicara dengan syarat anonim, menyebut bahwa pembicaraan mengenai fase kedua gencatan senjata harus segera dimulai pada hari pembebasan sandera dan berlangsung tidak lebih dari 50 hari.
Baca Juga: Hamas Bersedia Bebaskan Sandera Warga AS-Israel, Utusan Trump Upayakan Perpanjangan Gencatan Senjata
Hamas juga mengajukan tuntutan tambahan, termasuk penghentian larangan masuknya bantuan kemanusiaan dan penarikan pasukan Israel dari koridor strategis di perbatasan Gaza-Mesir.
Selain itu, kelompok tersebut meminta pembebasan lebih banyak tahanan Palestina sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran sandera.
Dilansir dari Associated Press, sandera yang menjadi bagian dari kesepakatan ini adalah Edan Alexander (21), seorang warga Amerika-Israel yang diculik pada 7 Oktober 2023 saat serangan Hamas ke wilayah selatan Israel.
Alexander merupakan sandera terakhir asal Amerika yang diyakini masih hidup di Gaza. Menurut laporan, Hamas masih menahan 59 sandera, 24 di antaranya diyakini dalam kondisi hidup.
Sebagian besar sandera lainnya telah dibebaskan dalam kesepakatan gencatan senjata sebelumnya.
Pemerintah Israel hingga saat ini belum memberikan tanggapan resmi atas pernyataan Hamas.
Namun, sebelumnya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut tawaran Hamas sebagai bagian dari “manipulasi dan perang psikologis.”
Di sisi lain, Amerika Serikat telah mengajukan proposal perpanjangan gencatan senjata selama beberapa pekan untuk memberi ruang bagi negosiasi lebih lanjut.
Baca Juga: Hamas Akan Bebaskan 1 Sandera dan 4 Jasad, Israel Malah Meragukan dan Menuduh Manipulatif
Washington menuduh Hamas memberikan pernyataan fleksibel di depan publik, tetapi mengajukan tuntutan yang tidak realistis dalam pembicaraan tertutup.
Negosiasi terus berlangsung di Mesir, dengan mediator utama seperti Qatar dan Mesir berupaya menjembatani kesepakatan. Namun, belum ada tanda-tanda kemajuan berarti.
Sementara itu, krisis kemanusiaan di Gaza semakin memburuk. Israel terus membatasi masuknya bahan bakar ke wilayah tersebut, yang berdampak langsung pada pasokan air bersih.
Menurut Ahmed al-Sufi, Kepala Otoritas Kota Rafah, kehabisan bahan bakar telah menyebabkan puluhan sumur air di kota tersebut berhenti beroperasi.
Kondisi itu mengancam kehidupan ribuan warga dan memperburuk situasi kesehatan serta lingkungan di Gaza selatan.
Sejak perang pecah, Israel telah memblokade total pasokan makanan, bahan bakar, dan kebutuhan pokok ke wilayah Gaza, yang kini dihuni sekitar 2 juta orang.
Wilayah tersebut juga mengalami pemadaman listrik total sejak awal konflik, membuat hampir seluruh penduduknya bergantung pada bantuan internasional untuk bertahan hidup.
Konflik antara Israel dan Hamas terus berlanjut sejak serangan Hamas ke wilayah Israel pada 7 Oktober 2023.
Serangan tersebut menewaskan sekitar 1.200 warga Israel, sebagian besar di antaranya adalah warga sipil. Hamas juga menculik 251 orang dalam serangan tersebut.
Sebagai respons, Israel melancarkan serangan besar-besaran ke Gaza, yang menurut Kementerian Kesehatan Gaza telah menyebabkan lebih dari 48.000 warga Palestina tewas, mayoritas perempuan dan anak-anak.
Israel mengeklaim telah menewaskan sekitar 20.000 milisi Hamas, meskipun tidak memberikan bukti yang jelas.
Baca Juga: Penampakan Unjuk Rasa Israel Desak Hamas Bebaskan Sandera di Tel Aviv
Penulis : Rizky L Pratama Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Associated Press