Bumi Catat Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah Pada 2024, Alarm Darurat Sudah Berbunyi
Kompas dunia | 10 Januari 2025, 13:34 WIBWASHINGTON, KOMPAS.TV - Bumi mencatat tahun terpanas sepanjang sejarah pada tahun 2024. Lonjakannya begitu besar, sehingga planet ini melewati ambang batas kenaikan suhu tahunan. Data ini diumumkan oleh beberapa badan pemantau cuaca, Jumat (10/1/2025).
Suhu rata-rata global tahun lalu telah melampaui rekor panas tahun 2023 dan terus meningkat lebih tinggi. Menurut Layanan Iklim Copernicus Komisi Eropa, Kantor Meteorologi Inggris Raya, dan badan cuaca Jepang, suhu tersebut melampaui batas pemanasan jangka panjang sebesar 1,5 derajat Celsius sejak akhir tahun 1800-an yang diserukan oleh pakta iklim Paris 2015.
Tim Eropa menghitung lonjakan pemanasan sebesar 1,6 derajat Celsius. Jepang mencatat lonjakan sebesar 1,57 derajat Celsius dan Inggris mencatat lonjakan sebesar 1,53 derajat Celsius dalam rilis data yang dikoordinasikan hingga Jumat pagi waktu Eropa.
Baca Juga: [FULL] Pidato Wamenlu RI Arif Havas soal Perubahan Iklim di Mahkamah Internasional Den Haag
Tim pemantau Amerika — NASA, National Oceanic and Atmospheric Administration, dan Berkeley Earth — akan merilis data mereka pada hari Jumat, tetapi semuanya kemungkinan akan menunjukkan rekor suhu panas untuk tahun 2024. Kelompok-kelompok tersebut mengompensasi kesenjangan data dalam pengamatan yang dilakukan sejak tahun 1850. Metode yang digunakan setiap badan berbeda-beda, sehingga angkanya sedikit bervariasi.
“Alasan utama untuk suhu yang mencapai rekor ini adalah akumulasi gas rumah kaca di atmosfer” dari pembakaran batu bara, minyak, dan gas, kata Samantha Burgess, pimpinan iklim strategis di Copernicus.
“Ketika gas rumah kaca terus terakumulasi di atmosfer, suhu terus meningkat, termasuk di lautan, permukaan laut terus naik, dan gletser serta lapisan es terus mencair,” ujarnya.
Tahun lalu Bumi telah melampaui suhu tahun 2023 dalam basis data Eropa dengan seperdelapan derajat Celsius. Kenaikan itu adalah lompatan yang luar biasa besar, hingga beberapa tahun terakhir mencapai suhu yang sangat panas.
“10 tahun terakhir adalah 10 tahun terpanas yang pernah tercatat dan kemungkinan terpanas dalam 125.000 tahun,” kata Burgess.
Copernicus juga mencatat, tanggal 10 Juli adalah hari terpanas yang pernah tercatat oleh manusia, dengan suhu rata-rata di dunia mencapai 17,16 derajat Celsius.
“Penyumbang terbesar pemanasan global sejauh ini adalah pembakaran bahan bakar fosil. Pemanasan alami El Nino sementara di Pasifik tengah menambahkan sedikit suhu dan letusan gunung berapi bawah laut pada tahun 2022 akhirnya mendinginkan atmosfer karena menambahkan lebih banyak partikel pemantul di atmosfer serta uap air,” kata Burgess.
Baca Juga: [FULL] Sambutan Prabowo di Sesi Ketiga KTT G20 di Brasil: Singgung Perubahan Iklim
Alarm Sudah Berbunyi
Profesor meteorologi Universitas Georgia Marshall Shepherd mengatakan, alarm sudah menyala bahwa perhatian segera diperlukan.
”Badai Helene, banjir di Spanyol, dan cuaca buruk yang memicu kebakaran hutan di California adalah gejala dari perubahan iklim yang tidak menguntungkan ini. Kita masih harus melakukan beberapa hal," ujar Shepherd seperti dikutip dari The Associated Press.
"Lonceng peringatan terkait perubahan iklim terus berbunyi, yang mungkin membuat masyarakat tidak peduli dengan urgensinya, seperti sirene polisi di New York City," kata ilmuwan Pusat Penelitian Iklim Woodwell Jennifer Francis.
"Namun, dalam kasus iklim, peringatan semakin keras, dan keadaan darurat kini jauh melampaui sekadar suhu," tambahnya.
Baca Juga: Perubahan Iklim Itu Nyata, Berikut Kesaksian Beberapa Negara pada Konferensi Perubahan Iklim
Lewati Ambang Batas Kenaikan Suhu Bumi
Ini adalah pertama kalinya kenaikan suhu tahunan melewati ambang batas 1,5 derajat, kecuali untuk pengukuran tahun 2023 oleh Berkeley Earth. Penelitian ini awalnya didanai oleh para filantropis yang skeptis terhadap pemanasan global.
“Ambang batas 1,5 derajat Celsius bukan sekadar angka — itu adalah tanda bahaya. Melampauinya bahkan untuk satu tahun saja menunjukkan betapa dekatnya kita dengan pelanggaran batas yang ditetapkan oleh Perjanjian Paris,” kata ilmuwan iklim Universitas Northern Illinois Victor Gensini seperti dikutip dari The Associated Press.
Sebuah studi besar Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2018 menemukan bahwa menjaga kenaikan suhu Bumi di bawah 1,5 derajat Celsius dapat menyelamatkan terumbu karang dari kepunahan, mencegah hilangnya lapisan es besar-besaran di Antartika, dan mencegah kematian dan penderitaan banyak orang.
Penulis : Tussie Ayu Editor : Iman-Firdaus
Sumber : The Associated Press