> >

Pemimpin Pemberontak Suriah Tenangkan Dunia: Suriah Bukanlah Ancaman

Kompas dunia | 19 Desember 2024, 09:00 WIB
Pemimpin pemberontak Suriah Ahmed Al-Sharaa tengah berdiskusi di Damaskus, Senin (9/12/2024). (Sumber: AP News)

DAMASKUS, KOMPAS.TV - Pemimpin pemberontak Suriah Ahmed Al-Sharaa mencoba menenangkan dunia usai berkuasa setelah menggulingkan Bashar Al-Assad.

Al-Sharaa mengatakan bahwa negaranya telah lelah berperang, dan bukan ancaman terhadap wilayah tetangga atau juga Barat.

Ia pun meminta agar sanksi terhadap Suriah bisa segera dicabut.

Baca Juga: Kronologi Pembunuhan Jenderal Rusia Igor Kirillov: Bom di Skuter Meledak Saat Keluar Gedung

“Kini setelah semua yang terjadi, sanksi harus dicabut karena mereka menargetkan rezim yang lama. Korban dan penindas tak boleh diperlakukan dengan cara yang sama,” tuturnya dikutip dari BBC International, Kamis (19/12/2024).

Sharaa sendiri memimpin serangan kilat yang menggulingkan rezim Bashar Al-Assad kurang dari dua pekan lalu.

Ia merupakan pemimpin dari Hayat Tahrir Al-Sham (HTS), yang mendominasi kelompok aliansi pemberontak.

Ia sebelumnya dikenal dengan namanya saat bergerilya, Abu Mohammed Al-Julani.

Al-Shaara juga menegaskan bahwa HTS harus segera dikeluarkan dari daftar organisasi teroris.

Sebelumnya, HTS berada dalam daftar teroris PBB, Amerika Serikat (AS), Inggris dan Uni Eropa, karena mereka awalnya adalah cabang dari Al-Qaeda.

Namun, HTS kemudian memutuskan berpisah dari Al-Qaeda sejak 2016, dan Sharaa mengatakan HTS bukan kelompok teroris. Ia mengatakan HTS tak pernah menargetkan warga sipil atau kawasan sipil. Bahkan menurutnya, mereka adalah korban dari kejahatan rezim Assad.

Sharaa juga membantah menginginkan mengubah Suriah menjadi versi Afghanistan. Ia mengatakan negaranya sangat berbeda, juga dengan tradisi berbeda. Menurutnya, Afghanistan merupakan masyarakat kesukuan, dan Suriah memiliki pola pikir berbeda.

Ia menegaskan dirinya percaya pada pendidikan bagi perempuan.

“Kami memiliki universitas di Idlib selama lebih dari delapan tahun,” kata Sharaa.

Idlib sendiri merupakan provinsi di barat laut Suriah, yang sudah dikuasai para pemberontak sejak 2011.

Baca Juga: Lima Anggota Keluarga di AS Ditemukan Tewas di Rumah, Seorang Remaja 17 Tahun Alami Luka Tembak

“Saya pikir jumlah perempuan di universitas lebih dari 60 persen,” tambahnya.

Sharaa menegaskan akan ada komite dari ahli hukum Suriah yang akan menuliskan konstitusi.

“Mereka akan menentukan. Setiap presiden yang berkuasa akan harus mengikut hukum tersebut,” tambahnya.

 

Penulis : Haryo Jati Editor : Vyara-Lestari

Sumber : BBC/Associated Press


TERBARU