> >

Transisi Pemerintahan Suriah: Perdana Menteri Baru Serukan Stabilitas Pascajatuhnya Rezim Assad

Kompas dunia | 11 Desember 2024, 11:13 WIB
Perdana Menteri pemerintahan transisi Suriah, Mohammed al-Bashir, menyerukan stabilitas dan ketenangan pascajatuhnya rezim Bashar al-Assad. (Sumber: Qatar News Agency)

DAMASKUS, KOMPAS.TV – Perdana Menteri pemerintahan transisi Suriah, Mohammed al-Bashir, menyerukan stabilitas dan ketenangan pascajatuhnya rezim Bashar al-Assad.

Pernyataan itu disampaikannya dalam pertemuan kabinet baru di Damaskus, Selasa (10/12/2024), di mana al-Bashir menegaskan pentingnya transisi yang damai untuk melayani rakyat Suriah.

"Hari ini kami mengadakan pertemuan kabinet dan mengundang anggota dari pemerintahan lama dan sejumlah direktur dari pemerintahan di Idlib dan sekitarnya, untuk memfasilitasi semua pekerjaan yang diperlukan selama dua bulan ke depan hingga kami memiliki sistem konstitusional yang mampu melayani rakyat Suriah," kata al-Bashir kepada Al Jazeera.

“Kami mengadakan pertemuan lain untuk menghidupkan kembali lembaga-lembaga tersebut agar dapat melayani rakyat kami di Suriah,” imbuhnya.

Al-Bashir, yang sebelumnya memimpin Pemerintahan Keselamatan (SG) di wilayah Idlib dan Aleppo, ditunjuk sebagai perdana menteri hingga 1 Maret 2025 oleh kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan sekutunya. 

SG dikenal mengelola wilayah tersebut dengan berbagai layanan publik, meskipun dalam kondisi minim sumber daya.

HTS, yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh PBB dan beberapa negara, kini memegang kendali atas transisi pemerintahan di Suriah.

Sebelumnya, kelompok ini berhasil merebut sejumlah wilayah strategis, termasuk Aleppo, melalui serangan cepat.

Proses transisi ini mendapatkan perhatian luas dari komunitas internasional.

Utusan khusus PBB untuk Suriah, Geir Pedersen, mengingatkan bahwa keberhasilan transisi bergantung pada inklusivitas berbagai kelompok dan komunitas di Suriah.

Baca Juga: Fakta-Fakta Penjara Sednaya Suriah: Rumah Jagal Assad, Jenazah Tahanan Ditemukan dalam Oven

“Jika ini tidak terjadi, maka kita berisiko menimbulkan konflik baru,” ujar Pedersen dikutip dari BBC.

Amerika Serikat juga menyatakan akan mendukung pemerintahan baru jika proses transisi berlangsung kredibel dan menghormati hak-hak minoritas. 

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menegaskan perlunya pemerintahan yang melindungi warga sipil, menghormati hak asasi manusia, dan membangun tata kelola inklusif.

Namun, status HTS sebagai organisasi teroris menjadi hambatan dalam mendapatkan pengakuan internasional. 

Pedersen mengatakan bahwa langkah-langkah transisi yang konkret dapat membuka peluang untuk meninjau kembali status HTS.

Sementara itu, situasi di Damaskus mulai kembali normal setelah dua hari sempat lumpuh akibat pertempuran. 

Warga terlihat membersihkan selongsong peluru di sekitar Alun-Alun Umayyad, yang menjadi lokasi perayaan berakhirnya 24 tahun kekuasaan Assad.

“Kami ingin mendirikan negara yang dibangun atas dasar prinsip-prinsip nasionalisme, keadilan, dan supremasi hukum, negara teknokratis yang menghormati lembaga-lembaga negara dan menjamin kesempatan yang sama bagi semua orang,” kata Sheikh Abdul Rahman al-Kouky, salah seorang ulama di wilayah tersebut.

Di sisi lain, kelompok pemberontak terus memperluas pengaruh mereka dengan merebut kota Deir al-Zour dari pasukan Kurdi pada Selasa. 

Wilayah ini sebelumnya menjadi titik penting dalam konflik yang telah berlangsung selama 13 tahun dan menewaskan lebih dari 500 ribu orang.

Baca Juga: Begini Kondisi Damaskus Suriah Saat Diberlakukan Jam Malam

 

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Al Jazeera/BBC


TERBARU