> >

Pendidikan Kesehatan untuk Perempuan Afghanistan Dihentikan, Uni Eropa Kecam Taliban

Kompas dunia | 4 Desember 2024, 21:51 WIB
Ruang kelas anak perempuan Afghanistan yang berada di luar ruangan di kota Torkham, Afghanistan, Sabtu, 18 November 2023. (Sumber: Foto arsip AP/Ebrahim Noroozi)

BRUSSELS, KOMPAS.TV - Uni Eropa mengecam Taliban karena melanggar hak asasi manusia dan akses perempuan terhadap pendidikan, Rabu (4/12/2024).

Sebelumnya media melaporkan, pemimpin Taliban telah memerintahkan lembaga swasta dan publik untuk menghentikan kursus dan sekolah kesehatan bagi perempuan di Afghanistan. 

Namun demikian, hingga kini Taliban belum mengonfirmasi berita ini atau menanggapi laporan media tersebut.

Juru bicara Kementerian Kesehatan Masyarakat belum dapat dimintai komentarnya hingga saat ini.

Pada bulan September 2021, sebulan setelah mereka kembali berkuasa, Taliban menghentikan sekolah bagi anak perempuan setelah kelas enam.

Setelah itu, mereka melarang perempuan masuk universitas pada bulan Desember 2022.

Pendidikan di bidang kesehatan, seperti keperawatan dan kebidanan adalah salah satu dari sedikit cara mereka dapat melanjutkan pembelajaran di ruang kelas.

BBC dan media lainnya melaporkan, lima lembaga di seluruh Afghanistan mengatakan Taliban telah memerintahkan mereka untuk tutup sampai pemberitahuan lebih lanjut, dan perempuan yang berlatih sebagai bidan dan perawat diperintahkan untuk tidak kembali ke kelas pada hari Rabu.

Baca Juga: Taliban Tak Terima Dianggap Diskriminasi Perempuan Afghanistan: Tuduhan Ini Absurd

Pihak Uni Eropa mengatakan, keputusan terbaru Taliban yang dilaporkan media tersebut merupakan pelanggaran mengerikan terhadap hak asasi manusia. 

"Uni Eropa menyatakan keprihatinan yang kuat atas keputusan ini dan implikasinya yang luas, termasuk semakin dalamnya krisis kemanusiaan di Afghanistan dan semakin parahnya penderitaan rakyatnya," kata pernyataan Uni Eropa seperti dikutip dari The Associated Press.

Uni Eropa mendesak Taliban untuk membatalkan kebijakan tersebut.

Seorang juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan, PBB di Afghanistan sedang berupaya memverifikasi klaim tersebut dengan pejabat terkait.

"Perkembangan ini menimbulkan kekhawatiran serius tentang keberlanjutan dan daya tarik pendidikan formal bagi tenaga kesehatan perempuan," kata juru bicara WHO Margaret Harris. 

"Langkah-langkah tersebut dapat memiliki implikasi yang luas bagi ketersediaan tenaga kesehatan perempuan yang berkualifikasi di masa mendatang dan keberlangsungan pemberian layanan kesehatan di negara tersebut," tambahnya.

Peringatan yang lebih keras datang dari seorang pejabat kesehatan senior di Afghanistan.

Ia tidak menyebutkan namanya karena takut akan pembalasan dari Taliban.

Ia mengatakan, Afghanistan akan menghadapi tantangan besar di luar kendali pemerintah jika penangguhan tersebut menjadi permanen.

“Jika perempuan tidak dilatih sebagai tenaga kesehatan, angka kematian ibu dan anak akan meningkat di daerah terpencil," katanya. 

"Tidak akan ada cukup staf untuk memberikan layanan kepada pasien perempuan. LSM yang memberikan layanan di provinsi dan distrik terpencil masih menghadapi kekurangan dokter, bidan, perawat, dan staf perempuan lainnya,” tambahnya.

Baca Juga: Taliban Pakistan Bantah Terlibat Serangan Konvoi Diplomat Asing Termasuk Indonesia

Seorang mahasiswa kebidanan berusia 22 tahun mengetahui pada hari Rabu bahwa lembaga tersebut menghentikan kelas untuknya dan teman-temannya.

Sebelumnya dia telah berhenti dari sekolah hukum setelah Taliban menghentikan universitas untuk perempuan dan mengungkapkan keterkejutan dan ketidakpercayaannya pada keputusan terbaru tersebut.

“Setelah satu jam, ketika saya sedikit tenang, saya banyak menangis karena kami memiliki satu cara (untuk belajar) dan itu juga ditutup,” katanya. 

“Ini situasi yang sulit bagi orang yang memiliki begitu banyak mimpi di bidang pendidikan. Namun, dalam sedetik, semua mimpi itu hancur. Ini adalah kedua kalinya saya menghadapi situasi seperti itu,” ujarnya.

Penulis : Tussie Ayu Editor : Deni-Muliya

Sumber : The Associated Press


TERBARU