> >

Eks Penasihat Yakin Trump Tak Akan Terima jika Kalah Lagi di Pilpres AS, Minta Rakyat Bersiap

Kompas dunia | 3 November 2024, 13:51 WIB
Mantan penasihat keamanan nasional Amerika Serikat era Presiden Donald Trump, John Bolton, bericara dalam Simposium Global Urusan Nasional Taiwan ke-12 di Taipei, Taiwan, 29 April 2023. (Sumber: AP Photo/Chiang Ying-ying)

 

WASHINGTON, KOMPAS.TV - Mantan penasihat calon Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meminta rakyat AS siap jika Trump gagal menang dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang akan digelar pada 5 November.

Eks penasihat keamanan nasional era Trump, John Bolton, meyakini Trump tak akan menerima hasil pilpres jika dirinya kalah dari Kamala Harris.

Hal itu diungkapkannya saat berbicara dengan Kaitlan Collins dari CNN, Jumat (1/11/2024).

Baca Juga: Antara Harris dan Trump di Pilpres AS, Mana yang Menguntungkan Rusia? Ini Respons Putin

Ia menjawab pertanyaan Collins terkait apakah Trump akan menerima jika dirinya gagal kembali menjadi presiden AS.

“Tidak. Saya pikir tidak,” kata Bolton dalam wawancara tersebut, dikutip dari The Hill.

“Saya pikir kita harus siap jika seandainya hal itu terjadi,” tambahnya.

Pernyataan Bolton tersebut tampaknya terkait dengan kegaduhan yang dibuat Trump saat kalah dari Joe Biden di Pilpres 2020.

Trump terus menentang hasil tersebut, dengan mengatakan ada kecurangan. Bahkan ia menyeru kepada pendukungnya untuk tak menerima hasil Pilpres 2020, yang berujung dengan kerusuhan di Gedung Capitol yang menewaskan enam orang, dan melukai banyak lainnya.

Bolton kemudian menyebutkan litigasi pra-pemilu, yang menumpuk jelang November, sebagai hal yang baik.

“Saya pikir itu adalah hal baik, dan saya berpikir ada isu yang lebih besar, namun sekarang jelas sudah terlambat,” tuturnya.

“Tetapi masalah mengenai litigasi sebelum pemilu, jelas lebih baik,” lanjut Bolton.

Menurut pemimpin upaya litigasi pemilu Wakil Presiden Harris, Marc Elias, saat ini ada lebih dari 200 kasus pemilihan dan pemungutan suara yang ditunda di seluruh negara.

Partai Republik yang mengusung Trump, telah mengajukan gugatan terkait persyaratan bukti kewarganegaraan dan batas waktu pengiriman surat suara.

Sedangkan Partai Demokrat yang mengusung Harris, telah menantang para pejabat pemilu negara bagian yang memperluas pesan mereka, dan banyak dari mereka berada di negara-negara bagian yang menjadi medan pertempuran utama yang bisa mengubah hasil pemilu.

Baca Juga: Trump Ternyata Diinginkan Banyak Warga Iran untuk Jadi Presiden AS, Apa Alasannya?

Mahkamah Agung juga memanas dengan perselisihan terkait pemilu dalam berkas daruratnya.

Sepekan terakhir, pengadilan tertinggi AS itu ditarik ke dalam empat permohonan terpisah terkait pemilu.

"Setidaknya sekarang, sebagian dari tuntutan hukum ini telah diajukan sebelumnya, dan kami mendapatkan hasil, sebagian menguntungkan Trump, dan sebagian lagi tidak," ujar Elias mengenai litigasi itu.

 

Penulis : Haryo Jati Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : The Hill


TERBARU