Namun, langkah-langkah ini dianggap belum cukup untuk menarik minat investor asing yang khawatir dengan stabilitas politik dan ekonomi Hong Kong, terutama di tengah peraturan keamanan nasional yang ketat. Beberapa negara, termasuk Amerika Serikat (AS), telah mengkritik John Lee atas tindakan represifnya yang menyebabkan banyak oposisi politik dipenjara dan media liberal ditutup.
Di sisi lain, Malaysia tengah mempersiapkan anggaran tahun 2025 yang akan diumumkan oleh Perdana Menteri Anwar Ibrahim pada Jumat, 10 Oktober 2024. Anwar diperkirakan akan memperkenalkan kebijakan pemotongan subsidi dan pajak baru untuk memperkuat posisi fiskal negara, di tengah prediksi penurunan pendapatan pemerintah.
Langkah-langkah baru seperti pajak barang mewah dan pajak minuman bergula diperkirakan akan diumumkan. Namun, pemerintah Malaysia diperkirakan tidak akan menghidupkan kembali pajak barang dan jasa (GST) yang sempat diusulkan, meskipun banyak pihak mendesak langkah tersebut untuk meningkatkan penerimaan negara, terutama dengan penurunan kontribusi dari Petronas akibat harga minyak yang lesu.
Pada tahun ini, Petronas berencana menyumbang 32 miliar ringgit ke kas negara, turun dari 40 miliar ringgit pada 2023. Penurunan harga minyak dunia membuat tantangan bagi perusahaan tersebut untuk mempertahankan pembayaran dividen yang signifikan ke pemerintah Malaysia.
Baca Juga: Ekonomi China Melambat Bulan Agustus Saat Beijing Terus Berjuang Atasi Permintaan yang Lesu
Kebijakan ekonomi yang diambil oleh Hong Kong dan Malaysia dapat memberikan dampak signifikan bagi kawasan ASEAN. Hong Kong, sebagai salah satu pusat keuangan Asia, memegang peran penting dalam aliran investasi asing ke wilayah ini. Jika pemulihan ekonomi Hong Kong tersendat, dampaknya bisa dirasakan oleh negara-negara ASEAN yang mengandalkan hubungan perdagangan dan investasi dengan kota tersebut.
Sementara itu, kebijakan fiskal Malaysia yang lebih ketat dengan pengurangan subsidi dan pengenaan pajak baru dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di dalam negeri. Langkah-langkah ini penting untuk menjaga stabilitas fiskal, namun dapat menekan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya dapat memengaruhi permintaan produk-produk dari negara tetangga di ASEAN.
Dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan mencapai 4,5% hingga 5,1% pada 2024, Malaysia harus hati-hati menyeimbangkan antara pertumbuhan dan konsolidasi fiskal, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global yang dipengaruhi oleh faktor geopolitik dan fluktuasi harga komoditas.
Penulis : Edwin Shri Bimo
Editor : Gading-Persada
Sumber : Straits Times / Kompas TV