> >

Fakta-Fakta AS Abaikan Penyalahgunaan Bom oleh Israel terhadap Warga Gaza, Malah Percepat Pengiriman

Kompas dunia | 5 Oktober 2024, 11:54 WIB
Tentara Israel di Gaza dengan beragam munisi tank bantuan Amerika Serikat. Washington mempercepat penjualan senjata ke Israel meskipun ada kekhawatiran internal tentang penyalahgunaan bom buatan AS dan pelanggaran HAM, bahkan ketika jumlah korban sipil di Jalur Gaza terus meningkat, menurut investigasi ProPublica. (Sumber: Anadolu)

WASHINGTON, KOMPAS TV - Amerika Serikat mempercepat penjualan senjata ke Israel meskipun ada kekhawatiran internal tentang penyalahgunaan bom buatan AS dan pelanggaran hak asasi manusia, bahkan ketika jumlah korban sipil di Jalur Gaza terus meningkat, menurut sebuah investigasi oleh ProPublica.

Dalam bulan-bulan sebelum dan setelah serangan 7 Oktober oleh kelompok perlawanan Palestina, Hamas, pejabat Departemen Luar Negeri AS mendesak untuk menghentikan atau membatasi penjualan senjata ke Israel, dengan alasan adanya undang-undang yang melarang pemberian senjata kepada negara-negara yang memiliki pola pelanggaran hak asasi manusia.

Namun, pejabat tinggi AS secara berulang kali mengabaikan seruan tersebut, sebagaimana dilaporkan oleh ProPublica yang mengutip kawat diplomatik bocor, email, dan wawancara.

Pada akhir Januari, saat jumlah korban tewas di Gaza mencapai 25.000 jiwa, Duta Besar AS untuk Israel, Jack Lew, mendesak Departemen Luar Negeri untuk menyetujui permintaan Israel atas 3.000 bom tambahan, termasuk GBU-39s.

Permintaan ini diajukan meskipun ada peringatan internal mengenai potensi korban sipil dan serangan Israel terhadap rumah-rumah, termasuk milik staf kedutaan Palestina.

Para pejabat tinggi pemerintahan Biden, termasuk Menteri Luar Negeri Antony Blinken, mengakui penderitaan warga sipil di Gaza pada waktu itu tetapi tetap membela hak Israel untuk membela diri setelah serangan oleh Hamas.

Baca Juga: Israel Bantai Warga Gaza dan Lebanon, AS Malah Janjikan Bantuan Senjata Senilai Rp134 Triliun

Juru bicara Departemen Luar Negeri membela pengiriman senjata tersebut dengan mengatakan hal itu dilakukan dengan masukan dari berbagai lembaga, dan menegaskan Jack Lew memprioritaskan upaya untuk meminimalkan dampak terhadap warga sipil, sambil bekerja menuju gencatan senjata.

Menurut laporan ProPublica, kedutaan AS di Yerusalem juga lebih memprioritaskan perlindungan terhadap Israel dari pengawasan internasional dan terus memfasilitasi penjualan senjata, alih-alih menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia.

"Di sebagian besar tempat, tujuan kita adalah menangani pelanggaran hak asasi manusia," ujar mantan diplomat Mike Casey yang dikutip dalam artikel tersebut. "Tapi kita tidak memiliki tujuan itu di Yerusalem."

Laporan ini juga menunjukkan adanya tekanan dari lobi kontraktor militer AS kepada para pembuat kebijakan untuk memastikan pengiriman senjata ke Israel dan sekutu-sekutu lain seperti Arab Saudi terus berlanjut.

Laporan investigasi ini turut memuat gambar kasus-kasus wine yang dilaporkan merupakan hadiah dari Kedutaan Besar Israel untuk staf di biro pengiriman senjata Departemen Luar Negeri di Washington, D.C., yang bekerja lembur, sering kali di luar jam kerja dan di akhir pekan, untuk memproses permintaan tambahan senjata dari Israel.

Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS kepada ProPublica tidak menyangkal pemberian wine dari Kedutaan Israel tetapi menyatakan "pegawai diizinkan menerima hadiah dari pemerintah asing yang nilainya di bawah ambang batas tertentu," dan menyebut tuduhan ini sebagai "penghinaan."

Juru bicara pemerintah Israel membantah kritik tersebut dengan mengatakan "kedutaan secara rutin mengirimkan sebotol wine (bukan satu peti) kepada banyak kontaknya untuk menandai liburan akhir tahun secara bersahabat."

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Anadolu


TERBARU