> >

Senator AS Akui Israel Gunakan Bom Buatan AS untuk Membunuh Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah

Kompas dunia | 30 September 2024, 07:30 WIB
Senator Mark Kelly, Ketua Subkomite Angkatan Udara dan Darat Senat, mengatakan dalam wawancara dengan NBC bahwa Israel menggunakan bom seri Mark 84 seberat 2.000 pon (900 kg). (Sumber: Straits Times / Reuters)

WASHINGTON, KOMPAS.TV Bom yang digunakan Israel untuk membunuh pemimpin Hizbullah, Sayyed Hassan Nasrallah, di Beirut pekan lalu adalah senjata berpemandu buatan Amerika Serikat (AS). Ini diakui oleh seorang senator AS pada Minggu (29/9/2024).

Mark Kelly, Ketua Subkomite Angkatan Udara dan Darat Senat, mengatakan dalam wawancara dengan NBC bahwa Israel menggunakan bom seri Mark 84 seberat 2.000 pon (900 kg). Pernyataan Kelly ini menandai pengakuan pertama dari AS mengenai senjata yang digunakan dalam serangan tersebut.

“Kami melihat semakin banyak penggunaan amunisi berpemandu, JDAM (Joint Direct Attack Munitions), dan kami terus menyediakan senjata-senjata tersebut,” kata Kelly, merujuk amunisi serangan langsung gabungan bikinan AS yang digunakan dalam serangan Israel. 

“Bom seberat 2.000 pon (900 kg) yang digunakan itu adalah bom seri Mark 84 untuk menghancurkan Nasrallah,” jelasnya.

Militer Israel hari Sabtu mengatakan mereka telah menghabisi Nasrallah dalam serangan terhadap markas pusat kelompok Hizbullah di pinggiran selatan Beirut. Namun, militer Israel menolak berkomentar mengenai senjata apa yang digunakan dalam serangan itu. Pentagon juga belum memberikan tanggapan.

JDAM mengubah bom biasa yang tidak berpemandu menjadi senjata berpemandu menggunakan sirip dan sistem panduan GPS. AS adalah sekutu lama Israel sekaligus pemasok senjata terbesarnya.

Pada Sabtu (28/9), Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyerukan penghentian segera pembunuhan warga Palestina dengan senjata AS.

Baca Juga: Usai Membunuh Hassan Nasrallah, Panglima Militer Israel: Kami Tahu Cara Mencari Kalian

Berbicara di Majelis Umum PBB di New York, Lavrov menyebut tindakan Israel berupa hukuman kolektif massal terhadap Palestina tidak dapat diterima.

“Setiap orang yang masih memiliki rasa welas asih pasti marah bahwa tragedi Oktober digunakan untuk hukuman kolektif massal terhadap Palestina, yang berubah menjadi bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pembunuhan warga sipil Palestina dengan senjata AS harus segera dihentikan,” tegasnya.

Israel telah membunuh lebih dari 41.500 orang, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, di Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober.

Lavrov juga menyoroti pentingnya pengiriman bantuan kemanusiaan dan pemulihan infrastruktur di wilayah Palestina, serta menekankan bahwa hal yang paling penting adalah pendirian negara Palestina yang layak berdasarkan perbatasan tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

Mengenai situasi di Lebanon, di mana Israel terus melakukan serangan udara besar-besaran dan telah membunuh pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah, diplomat Rusia itu mengatakan bahwa penghancuran alat komunikasi seperti pager atau penyeranta dan walkie-talkie milik Hizbullah baru-baru ini adalah "tidak manusiawi". Ia pun menyerukan investigasi.

“Tidak mungkin mengabaikan banyak publikasi di media, termasuk di Eropa dan AS, yang menunjukkan keterlibatan dan setidaknya kesadaran Washington terkait persiapan serangan teroris ini,” katanya.

Lavrov juga mengkritik pembunuhan Nasrallah, “Metode pembunuhan politik yang telah menjadi praktik umum sangat mengkhawatirkan, seperti yang terjadi lagi kemarin di Beirut.”

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Straits Times


TERBARU