Pembunuhan Hassan Nasrallah dan Dampaknya terhadap Situasi Timur Tengah serta Hizbullah
Kompas dunia | 29 September 2024, 06:31 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pembunuhan Hassan Nasrallah, pemimpin organisasi politik dan paramiliter Lebanon, Hizbullah, oleh Israel diperkirakan akan membuat situasi di Timur Tengah semakin memanas.
Nasrallah tewas dalam serangan udara Israel ke bagian selatan Ibu Kota Beirut, Jumat (27/9/2024) malam waktu setempat.
Israel melancarkan serangan besar ke Lebanon sejak pekan lalu, dan telah menewaskan ratusan orang. Di saat yang sama, Israel juga tidak mengendurkan bombardirnya ke Gaza, Palestina yang sudah berlangsung sejak 7 Oktober 2023.
Dosen Hubungan Internasional Universitas Paramadina, Jakarta, Mohammad Riza Widyarsa, mengatakan pembunuhan Nasrallah akan memicu eskalasi konflik antara Hizbullah yang didukung Iran, dan Israel.
Baca Juga: Hizbullah Umumkan Pemimpin Mereka Hassan Nasrallah Tewas dalam Serangan Udara Israel
“Tentunya akan semakin memanas. Iran mungkin akan terus melakukan konflik dengan Israel lewat proxy-nya. Hizbullah juga akan melakukan aksi pembalasan yang masif terhadap Israel,” ujar Riza kepada Kompas.tv, Sabtu (29/9/2024).
Kematian Nasrallah juga diperkirakan akan berdampak pada internal Hizbullah.
Riza mengatakan sosok Nasrallah yang telah memimpin Hizbullah selama 32 tahun lebih, belum tergantikan. Kematiannya pun bisa berdampak pada posisi Hizbullah dalam perpolitikan Lebanon.
“Karena selama kepemimpinan Nasrallah, Hizbullah sangat berpengaruh, setelah ini apakah Hizbullah dengan pemimpin yang baru bisa menjaga kekuatan Hizbullah di peta politik Lebanon,” terangnya.
“Namun selama Iran masih melihat Hizbullah sebagai kekuatan milisi Syiah yang dapat diandalkan, Iran akan terus membantu Hizbullah untuk terus menjadi ancaman bagi Israel.”
Baca Juga: Israel Bunuh Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah, Bagaimana Iran Akan Bereaksi?
Serangan Israel ke wilayah Palestina yang didudukinya, Lebanon, Yaman, hingga Suriah berpotensi memicu perang regional. Namun, menurut Riza, tidak ada yang diuntungkan jika perang Israel di Timur Tengah meluas.
“Amerika Serikat dan Prancis bahkan meminta (Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu untuk tidak melakukan serangan darat ke Lebanon,” ujarnya.
Dia menilai Amerika Serikat (AS) tidak memiliki pasukan yang mencukupi untuk menangani perang di kawasan tersebut.
“Kalaupun ada pasukan AS yang bisa dikerahkan ke Timur Tengah untuk meredam konflik bersenjata, pertanyaannya, APBN AS ada dananya atau tidak?”
Riza juga mengatakan kecil kemungkinan Israel akan menginvasi Lebanon saat masih berperang di Gaza.
Baca Juga: Jenderal Iran Tewas saat Serangan Udara Israel Bersama Pemimpin Hizbullah
“Banyak pengamat militer yang meragukan kalau Israel menginvasi Lebanon, sementara masih berperang di Gaza, Israel tidak akan memenangkan pertempuran. Karena kemungkinan Iran akan mengerahkan Garda Revolusi,” katanya.
Lalu, apa alasan Netanyahu menyerang Lebanon? Salah satu yang mungkin menjadi alasannya menurut Riza, adalah keinginan Netanyahu untuk bertahan di tampuk kekuasaan.
“Karena ada kasus korupsi yang mengganggu Netanyahu dan dia mungkin sudah kehabisan akal mau bertindak apa lagi. Ya mungkin all out war (perang mati-matian, red) menjadi jalan satu-satunya buat dia.”
Penulis : Edy A. Putra Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV