5 Fakta Ledakan Pager Massal di Lebanon: Serangan Disiapkan sejak Lama, Dipicu Kiriman Pesan
Kompas dunia | 18 September 2024, 11:40 WIBBEIRUT, KOMPAS.TV – Serangan massal nan canggih jarak jauh lewat pager yang meledak hampir bersamaan menyasar para personel Hizbullah di Lebanon dan Suriah pada Selasa (17/9/2024) menewaskan sedikitnya 11 orang, termasuk seorang gadis cilik 8 tahun, dan melukai lebih dari 2.700 orang lainnya.
Lewat serangan massal rumit itu, terungkap sejumlah fakta-fakta, di antaranya bahwa serangan sekaliber itu diduga sudah dipersiapkan sejak lama.
Berikut fakta-fakta yang dihimpun Kompas.tv melansir Associated Press dan New York Times, Rabu (18/9/2024):
1. Hizbullah Tak Gunakan Ponsel, tapi Pager
Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah pernah memperingatkan para anggotanya agar tak menggunakan ponsel. Ia menyebut ponsel bisa digunakan Israel untuk melacak pergerakan mereka. Alhasil, organisasi politik sekaligus paramiliter Lebanon itu pun menggunakan pager atau penyeranta untuk berkomunikasi.
Nicholas Reese, seorang mantan petugas intel Amerika Serikat (AS), menyatakan, ponsel lebih riskan terhadap penyadapan komunikasi dibandingkan pager yang memiliki teknologi lebih sederhana.
Baca Juga: Fakta-Fakta Pager Meledak Serentak Hantam Hizbullah: Diduga Operasi Rahasia Israel
2. Hizbullah Gunakan Pager Merek Baru
Seorang pejabat Hizbullah menyebut bahwa perangkat-perangkat pager yang meledak merupakan pager merek baru yang belum pernah mereka gunakan sebelumnya.
Mengutip New York Times, pager-pager itu dipesan Hizbullah dari perusahaan Gold Apollo di Taiwan. Kebanyakan merupakan model AR924, dan tiga model berbeda lainnya.
3. Serangan Sudah Disiapkan sejak Lama
Sejumlah ahli menyebut serangan pager massal dalam skala itu diperkirakan telah disiapkan sejak lama, dalam kisaran waktu antara beberapa bulan hingga dua tahun.
Kecanggihan serangan itu menunjukkan bahwa pelaku telah mengumpulkan informasi intelijen sejak lama. Reese menyebut, serangan sekaliber itu membutuhkan akses ke pager-pager itu sebelum dijual, untuk mengembangkan teknologi yang akan ditempelkan ke gawai itu, hingga memastikan sumber-sumber yang bisa mengonfirmasi bahwa target-target yang disasar tengah membawa pager.
4. Pager Berfungsi Normal sebelum Serangan
Pager-pager yang digunakan oleh personel Hizbullah dan lalu meledak massal, dibeli lebih dari enam bulan lalu. Dan sebelumnya, pager-pager ini berfungsi dengan baik. Hal ini diungkapkan Elijah J Magnier, seorang analis risiko politik dan veteran yang berbasis di Brussel, berdasarkan pengakuan sejumlah personel Hizbullah.
“Pager-pager itu berfungsi dengan sempurna selama enam bulan,” ucap Magnier.
Yang memicu ledakan itu, imbuhnya, tampaknya berupa pesan yang dikirimkan ke seluruh perangkat pager yang digunakan personel Hizbullah.
Baca Juga: Hezbollah Dihantam Ledakan Massal Pager, Israel Diyakini Terlibat: 9 Tewas, Ribuan Terluka
5. Bahan Peledak Ditanam dalam Sirkuit Pager
Personel Hizbullah menyimpulkan, ada bahan peledak seberat 3-5 gram yang ditanam atau ditempelkan dalam sirkuit pager. Ini, kata Magnier, terungkap berkat pemeriksaan atas pager-pager yang tak meledak.
Dugaan adanya bahan peledak dalam pager juga diutarakan Carlos Perez, direktur perusahaan intelijen dan keamanan TrustedSec.
“Perangkat bahan peledak yang sangat kecil kemungkinan telah ditanam di dalam pager sebelum pager-pager itu dikirim ke Hizbullah, dan lalu dipicu dari jarak jauh secara bersamaan, kemungkinan dengan sebuah sinyal radio,” ujarnya.
Ia menambahkan, baterai pager kemungkinan setengahnya terdiri dari bahan peledak, dan setengahnya baterai sebenarnya.
New York Times melaporkan, bahan peledak seberat 1-2 ons ditanam dekat baterai pager. Sebuah saklar juga tertanam, yang dapat dipicu dari jarak jauh untuk meledakkan bahan peledak.
Pada Selasa (17/9) pukul 3.30 sore waktu Lebanon, pager-pager itu menerima sebuah pesan yang tampaknya berasal dari pucuk kepemimpinan Hizbullah. Namun, pesan 'palsu' itu ternyata justru mengaktifkan bahan peledak.
Penulis : Vyara Lestari Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Associated Press/New York Times