Vladimir Putin Kunjungi Mongolia saat Berstatus Buron ICC, Perintah Penangkapan Diabaikan
Kompas dunia | 3 September 2024, 18:28 WIBULANBAATAAR, KOMPAS.TV - Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan kunjungan kenegaraan ke Mongolia yang berstatus sebagai anggota Mahkamah Pidana Internasional (ICC), Selasa (3/9/2024).
Putin mengunjungi Mongolia kendati berstatus sebagai buron ICC sejak Maret 2023 lalu.
Ini adalah kunjungan kenegaraan pertama Putin ke negara anggota ICC sejak surat perintah penangkapan untuknya diterbitkan.
Namun, kendati berkewajiban untuk melaksanakan ketentuan ICC sesuai perjanjian, Mongolia memutuskan untuk menyambut pemimpin Rusia tersebut.
Vladimir Putin disambut Presiden Mongolia Ukhnaagiin Khurelsukh di Ulanbaataar.
Tuan rumah juga menerjunkan pasukan penjaga dengan seragam khas tentara Jengis Khan, pemimpin Kekaisaran Mongol pada abad ke-13.
Baca Juga: Jaksa ICC Tegaskan Pengadilan Berwenang, Desak Surat Perintah Penangkapan Netanyahu Segera Terbit
Putin ditemani Ukhnaagiin dalam upacara penyambutan di Alun-Alun Sukhbaatar, Ulaanbaatar sebelum masuk untuk pembicaraan bilateral di Istana Presiden.
Keduanya sempat membungkuk di hadapan patung Jengis Khan sebelum masuk Istana.
Vladimir Putin menyebut hubungan antara Rusia dengan Mongolia sedang "berkembang di semua sektor."
Putin pun mengundang Presiden Mongolia menghadiri KTT BRICS di Kazan, Rusia pada Oktober menatang.
Kunjungan Putin ke Ulanbaatar disambut protes segelintir demonstran yang segera dibubarkan polisi.
Sebelumnya, Ukraina juga mendesak Mongolia agar menangkap Putin dan membawanya untuk diadili di Den Haag.
Tetapi, Kremlin menanggapi dengan santai surat penangkapan ICC sehubungan kunjungan Putin ke Mongolia.
Wakil Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev menyebut, surat penangkapan ICC tersebut "ilegal" dan hanya "orang gila" yang bakal mencoba menangkap Putin.
Peneliti Mongolia yang sedang menempuh studi di Moskow, Enkhgerel Seded menyebut Mongolia memang berkewajiban menangkap Putin sesuai perjanjian ICC yang mengikat.
Namun, menurutnya, secara historis sebuah negara tidak akan menangkap kepala negara sahabat yang berkunjung.
"Negara kami punya kewajiban terhadap komunitas internasional," kata Seded dikutip Associated Press.
"Namun, saya pikir dalam kasus ini, tidak pantas untuk melakukan penangkapan (Putin)," ujarnya.
Baca Juga: Otoritas Palestina Bakal Daftar BRICS, Vladimir Putin Undang Abbas ke KTT Oktober
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV