Militer AS Ungkap Siap Kawal Kapal Filipina di Laut China Selatan, China Langsung Meradang
Kompas dunia | 27 Agustus 2024, 19:35 WIBMANILA, KOMPAS.TV - Militer Amerika Serikat (AS) membuka peluang konsultasi pengawalan kapal-kapal Filipina di Laut China Selatan, kata komandan Komando Indo-Pasifik AS Laksamana Samuel Paparo, Selasa (27/8/2024), di tengah meningkatnya ketegangan antara Beijing dan Manila.
Pernyataan Laksamana Paparo, yang ia sampaikan sebagai jawaban atas pertanyaan dalam konferensi pers di Manila bersama Kepala Angkatan Bersenjata Filipina, Jenderal Romeo Brawner Jr., memberikan gambaran tentang kesiapan AS untuk operasi yang dapat membawa kapal Angkatan Laut AS bertabrakan langsung dengan kapal-kapal China.
Kapal penjaga pantai, angkatan laut, dan diduga kapal-kapal milisi China secara rutin bentrok dengan kapal-kapal Filipina dalam upaya memasok perbekalan kepada pelaut Filipina yang ditempatkan di bagian Laut China Selatan yang diklaim oleh kedua negara.
Dengan semakin memanasnya bentrokan ini, yang menyebabkan luka pada pelaut Filipina dan merusak kapal-kapal mereka, pemerintah Filipina menghadapi pertanyaan tentang perlunya mengaktifkan aliansi perjanjian dengan Washington.
Paparo dan Brawner berbicara kepada wartawan setelah konferensi militer internasional di Manila yang diselenggarakan oleh Komando Indo-Pasifik AS, di mana aksi-aksi China yang semakin agresif di Laut China Selatan menjadi sorotan.
Pejabat militer dan pertahanan serta diplomat dari AS dan negara-negara sekutu hadir, namun tidak ada perwakilan dari China.
Baca Juga: AS, Australia, Kanada, dan Filipina Gelar Latihan Militer di Laut China Selatan yang Disengketakan
Ketika ditanya apakah militer AS akan mempertimbangkan untuk mengawal kapal-kapal Filipina yang mengirimkan makanan dan pasokan lainnya kepada pasukan Filipina di Laut China Selatan, Paparo menjawab, "Tentu saja, dalam konteks konsultasi."
"Setiap opsi antara dua negara berdaulat dalam hal pertahanan bersama kita, termasuk pengawalan kapal, adalah opsi yang sepenuhnya masuk akal dalam Perjanjian Pertahanan Bersama kita, di antara aliansi erat antara kita berdua," kata Paparo tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Brawner merespons dengan hati-hati terhadap saran tersebut, yang bisa berbenturan dengan undang-undang Filipina, termasuk larangan konstitusional bagi pasukan asing untuk terlibat langsung dalam operasi tempur lokal.
"Sikap Angkatan Bersenjata Filipina, seperti yang diatur oleh hukum Filipina, adalah untuk terlebih dahulu mengandalkan diri kita sendiri," kata Brawner.
"Kami akan mencoba semua opsi, semua jalan yang tersedia bagi kami untuk mencapai misi ini. Dalam hal ini, suplai ulang dan rotasi pasukan kami."
"Kami kemudian akan mencari opsi lain ketika kami sudah tidak mampu melakukannya sendiri," tambahnya.
Presiden Ferdinand Marcos Jr. telah mengatakan bahwa belum ada situasi sejauh ini yang memerlukan pengaktifan perjanjian tersebut, yang mewajibkan sekutu untuk saling membantu jika mereka diserang dari luar.
Presiden Joe Biden dan pemerintahannya telah berulang kali menegaskan kembali komitmen mereka yang "kukuh" untuk membantu mempertahankan Filipina berdasarkan perjanjian tahun 1951 jika pasukan, kapal, dan pesawat Filipina diserang, termasuk di Laut China Selatan.
Baca Juga: Menlu ASEAN Bertemu Menlu AS dan China di Laos saat Laut China Selatan dan Semenanjung Korea Tegang
Menteri Pertahanan Filipina, Gilberto Teodoro Jr., mengatakan China adalah "perusak terbesar" perdamaian di Asia Tenggara dan menyerukan kecaman internasional yang lebih keras atas agresinya di Laut China Selatan. Ini sehari setelah China memblokir kapal Filipina yang hendak mengirim makanan ke kapal penjaga pantai di Terumbu Sabina yang diperebutkan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, mengatakan, "Label perusak perdamaian tidak bisa disematkan pada China."
Sebaliknya, ia justru menyalahkan pihak lain yang tidak disebutkan namanya karena "melakukan pelanggaran dan provokasi di Laut China Selatan serta membawa kekuatan luar yang merusak perdamaian dan stabilitas regional."
Teodoro kemudian mengatakan kepada wartawan di sela-sela konferensi bahwa pernyataan keprihatinan internasional terhadap tindakan China yang semakin agresif di perairan yang disengketakan dan tempat lain "tidak cukup."
"Penawarnya adalah aksi multilateral kolektif yang lebih kuat melawan China," kata Teodoro. Ia menambahkan bahwa resolusi Dewan Keamanan PBB akan menjadi langkah kuat, tetapi tidak mungkin, mengingat veto China di dewan tersebut.
Ia juga menyerukan kepada Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk berbuat lebih banyak.
Blok Asia Tenggara yang beranggotakan 10 negara ini mencakup Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei, yang memiliki klaim di Laut China Selatan yang tumpang tindih dengan satu sama lain, serta dengan China dan Taiwan.
"ASEAN, untuk tetap relevan dan kredibel, tidak bisa terus mengabaikan apa yang dilakukan China di Laut China Selatan," kata Teodoro.
Baca Juga: China Khawatirkan Penempatan Rudal AS di Filipina, Sebut Bisa Ganggu Stabilitas Kawasan
Dalam insiden terbaru di Laut China Selatan, pejabat Filipina mengatakan China mengerahkan "kekuatan berlebihan" sebanyak 40 kapal yang memblokir dua kapal Filipina dari pengiriman makanan dan pasokan lainnya ke kapal penjaga pantai terbesar Manila di Terumbu Sabina pada hari Senin.
China dan Filipina saling menyalahkan atas konfrontasi di Sabina, sebuah atol tak berpenghuni yang diklaim oleh kedua negara yang telah menjadi titik panas terbaru di Kepulauan Spratly, wilayah Laut China Selatan yang paling diperebutkan.
China dan Filipina telah secara terpisah mengerahkan kapal penjaga pantai ke Sabina dalam beberapa bulan terakhir karena kecurigaan bahwa pihak lain mungkin bertindak untuk mengambil alih dan membangun struktur di atol yang menjadi tempat penangkapan ikan tersebut.
Penjaga pantai Filipina mengatakan kapal penjaga pantai dan angkatan laut China, bersama dengan 31 kapal yang diduga milisi, menghalangi pengiriman, yang termasuk hadiah es krim untuk personel di atas BRP Teresa Magbanua saat Filipina merayakan Hari Pahlawan Nasional pada hari Senin.
Di Beijing, penjaga pantai China mengatakan mereka mengambil tindakan pengendalian terhadap dua kapal penjaga pantai Filipina yang "menyusup" ke perairan dekat Terumbu Sabina.
Mereka menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kapal Filipina memperburuk situasi dengan berulang kali mendekati kapal penjaga pantai China.
China telah memperluas militernya secara cepat dan semakin agresif dalam mengejar klaim teritorialnya di Laut China Selatan, yang hampir seluruhnya diklaim oleh Beijing. Ketegangan ini telah menyebabkan semakin seringnya konfrontasi, terutama dengan Filipina, meskipun sengketa teritorial yang sudah lama juga melibatkan negara-negara lain seperti Vietnam, Taiwan, Malaysia, dan Brunei.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Associated Press