Paetongtarn Shinawatra Terpilih Jadi Perdana Menteri Thailand, Lanjutkan Dinasti Politik Keluarga
Kompas dunia | 16 Agustus 2024, 17:15 WIBBANGKOK, KOMPAS.TV - Thailand kembali berada di bawah kepemimpinan keluarga dinasti Shinawatra setelah Paetongtarn Shinawatra, putri bungsu dari mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, terpilih sebagai perdana menteri, Jumat (16/8/2024).
Pada usia 37 tahun, Paetongtarn menjadi perdana menteri termuda dalam sejarah Thailand, serta perempuan kedua yang memegang jabatan tersebut, setelah bibinya, Yingluck Shinawatra.
Dengan dukungan 319 suara di parlemen, Paetongtarn berhasil mengukuhkan dirinya sebagai penerus dinasti politik keluarganya.
Dia menduduki posisi yang pernah dipegang oleh ayahnya Thaksin, yang digulingkan kudeta militer pada 2006, dan bibinya Yingluck, yang kini hidup di pengasingan.
Kepemimpinan Paetongtarn mencerminkan kekuatan politik keluarga Shinawatra yang terus bertahan meskipun menghadapi berbagai tantangan.
Dalam pidato perdananya setelah pemilihan, Paetongtarn mengungkapkan rasa syukur dan semangatnya untuk membawa Thailand ke arah yang lebih baik.
"Saya merasa sangat terhormat dan berterima kasih atas kepercayaan ini. Saya bertekad untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Thailand," ujarnya dengan penuh percaya diri.
Meskipun Thaksin tidak lagi aktif di depan layar, pengaruhnya masih sangat terasa dalam strategi politik partai yang telah mendominasi Thailand sejak awal 2000-an.
Baca Juga: PM Thailand Dicopot dari Jabatan oleh Mahkamah Konstitusi karena Pelanggaran Etika
Langkah Paetongtarn di dunia politik mulai terlihat ketika ia diangkat menjadi pemimpin komite penasihat di Pheu Thai pada 2021.
Tahun lalu, ia diangkat sebagai ketua partai dan menjadi salah satu dari tiga kandidat utama perdana menteri dalam pemilu.
Meskipun sering dikaitkan dengan ayahnya, Paetongtarn menegaskan bahwa dia memiliki visi dan keputusan sendiri dalam memimpin.
Namun, tantangan besar sudah menunggu di depan mata. Sejarah politik Thailand kerap diwarnai dengan campur tangan militer dan keputusan kontroversial dari lembaga hukum.
Pemilihan Paetongtarn terjadi setelah pendahulunya, Srettha Thavisin, dicopot dari jabatannya karena pelanggaran etika serius, hanya beberapa bulan setelah dilantik.
Ini adalah gejolak politik besar kedua dalam waktu singkat, setelah Mahkamah Konstitusi sebelumnya membubarkan Partai Move Forward yang progresif.
Pheu Thai, yang memenangkan semua pemilu nasional sejak 2001, kali ini terpaksa berbagi kekuasaan setelah Partai Move Forward dihalangi untuk berkuasa oleh Senat yang didominasi militer.
Namun, kerja sama Pheu Thai dengan partai-partai yang sebelumnya berafiliasi dengan militer menimbulkan spekulasi bahwa terpilihnya Paetongtarn adalah hasil kesepakatan di balik layar untuk mencegah Partai Move Forward mengambil alih kekuasaan.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Associated Press