Kesaksian Pilu Para Tawanan Palestina: Penyiksaan dan Pelecehan yang Makin Brutal di Penjara Israel
Kompas dunia | 13 Agustus 2024, 03:05 WIBBaca Juga: Sejumlah Tentara Israel Diduga Perkosa Tahanan Pria Palestina, 10 Orang Diperiksa
Setiap kali tahanan ingin ke toilet, mereka harus diborgol dan dibungkukkan, dan mereka hanya diizinkan keluar selama 15 menit dua kali seminggu. Amira ditahan dalam penahanan administratif, diduga karena postingannya di Facebook yang mengkritik Israel.
Dia mengaku kehilangan 33 kilogram selama tiga bulan berada di tahanan karena jatah makanan yang sangat minim.
Perlakuan kejam ini membuat beberapa tahanan berada di ambang batas kewarasan. Amira menceritakan bagaimana ia dan teman-teman satu selnya menyaksikan dari balik jendela sel mereka, seorang tahanan lain mencoba mengakhiri hidupnya dengan melompat dari pagar yang tinggi.
Mereka berteriak meminta bantuan, tetapi yang datang justru tentara dengan dua anjing besar, yang kemudian masuk ke dalam sel mereka, mengikat tangan mereka, dan memukuli mereka, termasuk di bagian alat kelamin.
Amira juga menceritakan bagaimana ketika pertama kali ditangkap pada bulan Desember, para penjaga memerintahkannya untuk telanjang dan melebarkan kakinya, lalu memukulinya saat ia menolak. Dalam pemeriksaan selanjutnya, seorang penjaga menyentuh alat kelaminnya dengan alat detektor logam.
Kementerian Keamanan Nasional Israel dalam pernyataannya kepada AP mengatakan mereka tidak mengetahui adanya klaim penyiksaan dari lima orang yang dibebaskan tersebut. Mereka menegaskan semua hak dasar para tahanan telah dipenuhi, dan para tahanan dapat mengajukan keluhan yang akan "diperiksa secara menyeluruh."
Namun, mereka juga mengakui sengaja "mengurangi kondisi" para tahanan Palestina "hingga batas minimum yang disyaratkan oleh hukum" sejak 7 Oktober. Tujuannya, kata mereka, "adalah untuk menghalangi: kegiatan teror."
Sejak perang dimulai, populasi tahanan Palestina hampir dua kali lipat menjadi hampir 10.000 orang, termasuk tahanan dari Gaza dan beberapa ribu orang yang ditangkap dari Tepi Barat dan Yerusalem timur, menurut HaMoked, sebuah kelompok hak asasi manusia Israel yang mengumpulkan data dari otoritas penjara.
Baca Juga: Tahanan Pria Palestina Korban Perkosaan Massal Tentara Israel Kini dalam Kondisi Kritis
Mereka yang ditahan termasuk tersangka militan yang ditangkap dalam penggerebekan di Tepi Barat dan warga Palestina yang dicurigai terlibat dalam serangan terhadap tentara atau pemukim. Namun, lainnya tampaknya ditahan hanya karena posting di media sosial yang mengkritik Israel atau aktivitas masa lalu mereka, menurut laporan dari Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Bagi empat mantan tahanan yang berbicara panjang lebar, kelaparan adalah tantangan terbesar mereka.
Sarapan hanya berupa 250 gram yogurt dan satu tomat atau paprika yang harus dibagi untuk lima orang, ungkap Omar Assaf, seorang pensiunan profesor bahasa Arab yang tinggal di Ramallah, yang juga ditahan di Ofer. Ia juga diinterogasi karena posting media sosialnya.
Untuk makan siang dan makan malam, setiap orang hanya mendapatkan dua pertiga cangkir nasi dan semangkuk sup yang harus dibagi dengan orang lain. "Buah sama sekali tidak pernah terlihat, apalagi sepotong daging," katanya.
Kondisi semakin diperparah setelah 7 Oktober, ujar Mohamed al-Salhi, yang saat itu sedang menjalani hukuman 23 tahun di penjara Yerusalem karena membentuk kelompok bersenjata. Beberapa hari setelah serangan tersebut, katanya, para penjaga menyita semua barang di dalam sel, termasuk radio, televisi, dan pakaian.
Jumlah tahanan dalam sel pun bertambah dari enam menjadi 14 orang, dan tirai di kamar mandi umum dicopot, sehingga mereka harus mandi tanpa penutup. Al-Salhi dibebaskan pada bulan Juni setelah menyelesaikan masa hukumannya.
Di luar Penjara Ofer, beberapa keluarga Palestina berkumpul di bawah terik matahari, menunggu pembebasan orang-orang terkasih mereka. Ketika gerbang penjara terbuka, pria-pria kurus dengan rambut acak-acakan dan jenggot kasar keluar dengan langkah tertatih. Beberapa langsung sujud syukur di tanah.
Mutasim Swalim, yang menjalani setahun di penjara karena sebuah posting di Facebook, langsung memeluk ayahnya. "Rasa kebebasan ini sangat manis," ujarnya, menghirup udara bebas.
Namun, tidak semua ingin berbicara. "Saya baru saja menghabiskan dua bulan di penjara," kata seorang pria sambil berjalan terhuyung-huyung. "Saya tidak ingin kembali lagi."
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Associated Press