> >

Awal Mula Kerusuhan Inggris, Hasutan Anti-imigran dan Anti-Islam Tunggangi Duka Penikaman Anak

Kompas dunia | 6 Agustus 2024, 21:20 WIB
Anggota kepolisian menonton sebuah mobil polisi yang dibakar massa di Hartlepool, Inggris dalam kerusuhan usai insiden penikaman anak-anak di kelas tari, Rabu (31/7/2024). (Sumber: Owen Humphreys/PA via AP)

LONDON, KOMPAS.TV - Inggris Raya diterpa salah satu kerusuhan terparah dalam beberapa tahun terakhir sejak pekan lalu. Puluhan kota di Inggris mengalami kerusuhan hingga membuat polisi kewalahan.

Perdana Menteri Inggris Raya Keir Starmer menerjunkan polisi khusus untuk meredakan kerusuhan dan berjanji para perusuh akan menghadapi "kekuatan penuh hukum."

Namun, kerusuhan dilaporkan masih terjadi hingga Senin (5/8/2024) malam waktu setempat.

Pihak kepolisian mengumumkan lebih dari 400 orang telah ditangkap sehubungan kerusuhan di Inggris.

Jumlahnya diperkirakan akan bertambah seiring demonstrasi yang diprediksi masih akan berlangsung di berbagai tempat.

Awal Mula Kerusuhan Inggris

Kerusuhan yang melanda kota-kota di Inggris bermula dari peristiwa penikaman anak-anak di sebuah kelas tari di Southport, utara Liverpool, Senin, 29 Juli 2024. Penikaman itu menewaskan tiga anak yang berusia 6, 7, dan 9 tahun.

Aksi pelaku juga melukai delapan anak dan dua orang dewasa. Motif penikaman yang mengejutkan publik Inggris tersebut belum diketahui.

Usai penikaman itu, media sosial Inggris ramai dengan hoaks dan ujaran kebencian yang diarahkan ke imigran dan orang Islam. Aktivis-aktivis sayap kanan Inggris mengeklaim pelaku adalah seorang imigran beragama Islam.

Baca Juga: Kerusuhan di Inggris Meluas Buntut Penikaman Anak, Kelompok Sayap Kanan Incar Kelompok Muslim

Isu bahwa pelaku adalah seorang imigran muslim segera dibantah pihak berwenang. Namun, otoritas terkait belum mengumumkan identitas pelaku karena berusia 17 tahun.

Pada Selasa (30/7), sehari usai penikaman, kerusuhan pertama terjadi di Southport. Kerusuhan terjadi usai aksi damai dan tabur bunga di lokasi kejadian digelar.

Ratusan massa dilaporkan menyerang sebuah masjid di Southport usai aksi damai tersebut. Polisi menyebut sebagian massa diyakini sebagai pendukung English Defence League, kelompok ekstrem kanan yang kerap menggelar demonstrasi anti-muslim.

Pada Kamis (1/8), pihak berwenang memutuskan untuk mengumumkan identitas pelaku penikaman yang masih di bawah umur. Langkah tersebut ditempuh untuk menghentikan penyebaran berita palsu mengenai identitas peaku.

Otoritas Inggris melaporkan pelaku bernama Axel Muganwa Rudakubana, kini dijerat dengan tiga dakwaan pembunuhan dan 10 dakwaan percobaan pembunuhan. 

Rudakubana dilaporkan lahir di Wales pada 2006 dan pindah ke Southport sejak 2013. Orang tuanya dilaporkan berasal dari Rwanda.

Kendati pihak berwenang telah mengumumkan identitas pelaku, ujaran kebencian masih disebarkan di media sosial Inggris dan menghasut kerusuhan.

Kerusuhan pun pecah di berbagai kota, menjalar dari Souhtport hingga ke London, Sunderland, dan Belfast (Irlandia Utara).

Baca Juga: Inggris Rusuh, Kemlu Umumkan Kontak Kekonsuleran untuk WNI, Ini Nomornya

Sosiolog dari City University of London, Stephanie Alice Baker, menyebut unggahan media sosial membuat orang-orang tertarik terlibat kerusuhan yang sebelumnya dilihat secara daring.

"Selalu ada titik puncak di mana orang-orang merasa berani dan bisa bertindak berdasarkan perasaan, dan itu khususnya ketika mereka melihat yang lain melakukan yang sama, kan?" kata Baker, dikutip Associated Press.

Dia menambahkan, duka nasional atas penikaman anak-anak di Southport membesarkan "perasaan ketidakpuasan laten" atas kebijakan pemerintah terkait imigrasi.

Menurutnya, ketidakpuasan tersebut muncul dan menyuburkan propaganda sayap kanan karena naiknya imigrasi di Inggris bertepatan dengan krisis biaya hidup.

"Terdapat tensi seperti yang Anda lihat di banyak negara saat ini. Saya akan memasukkan AS, dalam tingkat tertentu, ke dalamnya, di mana Anda punya rasa nasionalisme yang bangkit, rasa bahwa rakyat sedang ditinggalkan, rasa bahwa kemerdekaan rakyat dibungkam, dan bahwa kedaulatan bangsa di ujung tanduk," kata Baker.

Isu imigrasi diketahui telah menjadi perdebatan panas di Inggris sejak lama. Perdebatan ini semakin santer usai bertambahnya imigran yang masuk dari Selat Inggris dengan perahu.

Perdana Menteri (PM) Inggris Raya sebelumnya, Rishi Sunak, sempat berjanji menghentikan "imigran ilegal" dengan mendeportasi mereka ke Rwanda. Namun, Kerir Starmer membatalkan rencana ini usai terpilih.

Starmer berjanji mengurangi angka imigrasi dengan cara bekerja sama dengan negara-negara Eropa lain dan mempercepat proses deportasi pencari suaka yang pengajuannya tidak diterima.

Baca Juga: PM Inggris Bentuk Pasukan Polisi Khusus Tangani Kerusuhan

 

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Associated Press


TERBARU