> >

IEU-CEPA Ditargetkan Selesai sebelum Presiden Jokowi Lengser

Kompas dunia | 24 Juli 2024, 20:25 WIB
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyampaikan keterangan pers bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita usai Rapat Internal (Rapin) terkait IEU-CEPA dan Rapin Kebijakan Industri Tekstil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (25/06/2024). (Sumber: Humas Setkab/Seno)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement/IEU-CEPA) ditargetkan rampung sebelum periode pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berakhir atau pada Oktober 2024.

Perundingan IEU CEPA telah dilakukan sejak Juli 2016 atau 8 tahun lalu, dan berlangsung alot.

Tim Diplomasi Uni Eropa (UE) di Asia Tenggara (European External Action Service/EEAS) menyatakan perkembangan perundingan IEU-CEPA akhir-akhir ini cukup signifikan dan kedua negara berkomitmen menyelesaikan perjanjian dagang, terlepas dari komposisi baru Parlemen Uni Eropa yang baru.

Untuk diketahui, 27 negara Uni Eropa melaksanakan Pemilihan Parlemen pada Juni lalu.

Baca Juga: Luhut: Uni Eropa Mulai Mengakui Indonesia Punya Hak Larang Ekspor Bijih Nikel

“Baik Presiden Jokowi maupun Presiden Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen menunjukkan komitmen kuat untuk menggenjot perjanjian ambisius ini," kata Kepala Divisi Asia Tenggara EEAS Leila Fernández-Stembridge secara tertulis kepada Kompas TV.

"Kami yakin bahwa pemerintahan Presiden Prabowo dan Komisi Eropa yang baru akan memberikan dedikasi yang sama dalam penerapannya, sehingga dapat membina hubungan UE-Indonesia yang lebih kuat,” imbuhnya. 

Meski Indonesia merupakan negara terbesar di Asia Tenggara, namun nilai perdagangannya dengan Uni Eropa masih kalah dibandingkan Singapura, Vietnam, Thailand, dan Malaysia.

Dilansir Parlemen Eropa, nilai perdagangan Indonesia-UE tahun 2022 sebesar 32,6 miliar dolar AS atau di posisi kelima di Asia Tenggara.

Dengan berlakunya IEU-CEPA nantinya, Leila optimistis hubungan dagang kedua pihak akan membaik.

Ia percaya liberalisasi perdagangan bakal membuka jalan bagi peningkatan investasi, hubungan bisnis, mempercepat pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan lapangan kerja berkualitas bagi masyarakat Indonesia.

“Beberapa hambatan non-tarif perdagangan tetap ada, meskipun ada Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Hambatan-hambatan ini tengah didiskusikan dalam negosiasi CEPA yang sedang berlangsung. Setelah CEPA disetujui dan diterapkan, Indonesia akan menjadi mitra dagang dekat UE,” tuturnya.

Baca Juga: Menlu Retno Desak Uni Eropa Dorong Terwujudnya Solusi Dua Negara Israel-Palestina

Sementara Duta Besar RI untuk Republik Federal Jerman Arif Havas Oegroseno menyatakan alotnya perundingan disebabkan posisi Uni Eropa yang terus berubah, juga tekanan dari kelompok atau LSM hijau yang menurutnya tidak realistis. 

“Seperti EUDR (Regulasi Bebas Deforestasi Uni Eropa) kan engga realistis. Sekarang EUDR saja yang protes tidak cuma dari negara-negara di luar EU. Amerika Serikat protes EUDR, beberapa organisasi di EU protes EUDR juga. Jadi banyak faktor-faktor itu yang mempengaruhi proses perundingan dari sisi EU-nya sendiri,” jelas Arif.

Meski begitu, senada dengan EEAS, Arif menyatakan perundingan IEU-CEPA akan dirampungkan pada Oktober mendatang. 

Sebelumnya, dilansir Kompas.com, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyatakan progres perundingan perjanjian IEU-CEPA telah mencapai 90 perseb.

Ia mengatakan kedua pihak telah menyelesaikan 11 dari total 21 isu yang dirundingkan dalam IEU-CEPA pada Mei lalu. Kini tersisa 10 isu yang belum berhasil disepakati kedua pihak. 

Adapun isu yang masih mengganjal antara lain Trade in Goods, State-Owned Enterprises, Government Procurement, hingga Trade in Services.

Sementara isu yang telah berhasil disepakati kedua pihak mencakup Customs and Trade Facilitation, Trade Remedies, Economic Cooperation and Capacity Building, Technical Barriers to Trade (TBT), Sanitary and Phytosanitary, Small and Medium Enterprises, Dispute Settlement, Institutional and Final Provisions (IFP), Transparency, Good Regulatory Practices, dan Sustainable Food System (SFS).

 

Penulis : Wella Andany Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU