Teka-teki Seputar Penembakan Trump, Motif dan Bagaimana Pelaku Menyelundupkan Senjata Belum Jelas
Kompas dunia | 20 Juli 2024, 23:40 WIBANKARA, KOMPAS.TV - Percobaan pembunuhan terhadap mantan Presiden Amerika Serikat (AS) yang juga calon presiden (capres) dari Partai Republik, Donald Trump, memunculkan banyak pertanyaan tentang tindakan pelaku, Thomas Matthew Crooks, sebelum dan selama serangan tersebut.
Pada 13 Juli 2024, saat berkampanye di Butler, Pennsylvania, Trump diserang ketika sedang berbicara di depan para pendukungnya. Seorang peserta tewas dan dua lainnya terluka dalam penembakan itu.
FBI menyebut insiden tersebut sebagai "percobaan pembunuhan". Setelah penyelidikan, mereka mengidentifikasi pelaku yang tewas di tempat kejadian sebagai Thomas Matthew Crooks yang berusia 20 tahun.
Anadolu, Sabtu (20/7/2024), menyusun kronologi peristiwa berdasarkan informasi dari FBI, Dinas Rahasia atau Secret Service, penegak hukum setempat, otoritas kehakiman, dan saksi mata.
Tindakan Pelaku sebelum Serangan
Beberapa informasi muncul tentang kegiatan Crooks sebelum percobaan pembunuhan terhadap Trump.
Pada hari kejadian, Crooks mengambil cuti dari pekerjaannya, dan memberi tahu rekan kerjanya bahwa ia akan kembali pada Minggu (14/7/2024).
Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan, Crooks menunjukkan beberapa aktivitas "mencurigakan" di sekitar Pittsburgh, dekat lokasi kampanye, sebelum serangan.
Sehari sebelum serangan, Crooks mengunjungi lapangan tembak, tempat dia menjadi anggota dan berlatih menembak.
Pada pagi hari kampanye Trump, dia membeli 50 peluru dari toko senjata di daerah Bethel Park dan tangga lima meter dari toko serbaada.
Crooks menerima beberapa paket dalam beberapa bulan menjelang serangan, beberapa di antaranya "mungkin mengandung bahan berbahaya".
Namun, belum jelas apakah dia menggunakan amunisi atau tangga yang dibelinya pada hari itu dalam serangan tersebut.
Baca Juga: Secret Service AS Ternyata sudah Diperingatkan soal Penembak Trump 10 Menit sebelum Kejadian
Terlihat di Lokasi Kampanye sebelum Serangan
Crooks terlihat sekitar pukul 17:30 waktu setempat, sedang mengamati lokasi kampanye. Dia menarik perhatian saat berjalan dengan ransel dan menggunakan pengukur jarak golf untuk mengukur, sebelum Trump naik ke panggung.
Foto Crooks dibagikan di antara petugas penegak hukum dan Secret Service karena "perilaku mencurigakan", dan situasi "mencurigakan" dilaporkan melalui radio kepada otoritas yang lebih tinggi.
Sementara para peserta kampanye melihat Crooks memeriksa ponselnya "dengan marah dan sering" sebelum menghilang dengan cepat dari pandangan.
Secret Service melaporkan, polisi setempat diberi tahu tentang pelaku oleh saksi mata tetapi tidak dapat menemukannya.
Karena rincian yang tidak jelas tentang bagaimana dan kapan informasi itu disampaikan kepada Secret Service, diduga terjadi gangguan komunikasi antara polisi dan Secret Service.
Sekitar pukul 18:09 waktu setempat, saksi mata melihat Crooks memanjat atap dengan tangga dan merangkak dengan senapan (yang terdaftar atas nama ayahnya) dan mencoba memberi tahu polisi dengan berteriak dan isyarat untuk menunjukkan lokasinya.
Saat Crooks bergerak di atas atap, seorang petugas polisi mencoba naik tetapi mundur ketika Crooks mengarahkan senjatanya padanya.
Trump terkena tembakan di telinganya pada pukul 18:11, tak lama setelah memulai pidatonya pada pukul 18:03 waktu setempat.
Crooks ditembak dan tewas dalam baku tembak. Secret Service melaporkan dia dinetralkan oleh penembak jitu tetapi tidak merinci tim mana yang melakukannya.
Dua tim penembak jitu, masing-masing dengan dua anggota, ditempatkan di atap gedung di kedua sisi panggung di belakang Trump.
Kamera menangkap satu penembak jitu di atap yang gemetar dan kemudian menembak setelah melihat sesuatu.
Baca Juga: Ayah Penembak Trump Ternyata Sempat Hubungi Polisi sebelum Insiden, Laporkan Anaknya Hilang
Keterampilan dan Senjata Crooks
Trump mengatakan dia menghindari tembakan di kepala dengan sedikit memiringkan kepalanya dan bersandar ke mikrofon sambil melihat statistik imigrasi ilegal di layar.
Dia menekankan, bila dirinya tidak memiringkan kepalanya ke kanan, dia mungkin sudah tewas. Masih belum jelas apakah dia membuat gerakan ini tepat saat peluru ditembakkan.
Penyelidikan terhadap Crooks mengungkapkan, dia pernah mencoba bergabung dengan tim senapan di sekolah menengahnya tetapi ditolak karena "lemah dalam ketepatan menembak".
Asumsi bahwa Crooks melakukan tembakan yang melukai Trump dari jarak 120 hingga 150 meter dengan senapan infanteri, bukan senapan sniper, menimbulkan pertanyaan lebih lanjut tentang "keterampilan senjatanya".
Ketepatan tembakan Crooks dari atap yang miring dengan visibilitas terbatas karena pohon, menjadi catatan.
Beberapa klaim menyatakan pohon tersebut seharusnya menghalangi pandangannya.
Pertanyaan kunci yang masih menggantung adalah bagaimana Crooks menyelundupkan senapan "AR-15" ke area tersebut.
Sementara penyelidikan tentang kapan dan di mana dia menyembunyikan senjata itu juga masih berlangsung.
Baca Juga: Penembak Trump Ternyata Bawa Detonator Kembang Api Sebelum Ditembak Mati Sniper Secret Service
Tanggung Jawab Secret Service vs Polisi Setempat
Setelah insiden tersebut, Secret Service mendapat kritik karena "kelalaian keamanan dan respons yang lambat".
Secret Service bertanggung jawab atas area di dekat panggung Trump, sedangkan polisi setempat ditugaskan untuk mengamankan perimeter luar, termasuk gedung di mana Crooks naik ke atap.
Menurut Direktur Secret Service Kimberly Cheatle, pelaku berhasil mencapai atap gedung yang seharusnya diamankan oleh polisi setempat.
Penegak hukum setempat mengeklaim mereka tidak diberi tugas keamanan oleh Secret Service.
Sementara Trump, meskipun terluka dan terjatuh, bersikeras menyapa kerumunan dan mengangkat tinjunya saat tim Secret Service membantunya berdiri.
Selama waktu ini, kepala dan lehernya sebagian terbuka. Fakta bahwa Secret Service tidak sepenuhnya menutupi Trump saat belum sepenuhnya yakin situasi sudah aman, menjadi sorotan.
Departemen Keamanan Dalam Negeri AS saat ini diperkirakan tengah menilai proses pengamanan yang dilakukan Secret Service.
Baca Juga: Pemuda 20 Tahun Pelaku Penembakan Donald Trump, FBI: Tidak Ada yang Aneh pada Investigasi Awal
Mengapa Crooks?
Crooks digambarkan oleh orang-orang yang mengenalnya sebagai "penyendiri yang tidak berbicara dengan siapa pun" dan "orang normal yang tampaknya tidak suka berbicara dengan orang lain".
Kenalan dekatnya melaporkan tidak ada "tanda-tanda berbahaya".
Crooks dilaporkan sempat diejek karena mengenakan pakaian berburu dan sesekali diintimidasi di sekolah menengah.
Namun dia dianggap cerdas, dan lulus dengan pujian dengan jurusan teknik dari perguruan tinggi dua tahun.
Meskipun terdaftar sebagai anggota Partai Republik, dia dilaporkan pernah menyumbang 15 dolar atau sekitar Rp243.000 (kurs Rp16.187 per dolar) ke Partai Demokrat pada 2021.
Penyelidikan FBI terhadap percobaan pembunuhan melibatkan akses ke ponsel Crooks, pemeriksaan komputer, rumah, dan mobilnya, serta mewawancarai lebih dari 100 orang.
Penyelidik menemukan foto Trump dan Presiden Joe Biden di perangkat elektroniknya, dan pencarian internet tentang "lintasan peluru melawan angin".
Menurut FBI, Crooks bertindak sendirian dalam serangan itu, tetapi meskipun telah dilakukan pemeriksaan dan wawancara yang ekstensif, motif di balik serangannya terhadap Trump, tetap tidak jelas.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Anadolu