Misteri Pembunuh Berantai Mutilasi Kenya: Terduga Pelaku Ditahan, tapi Polisi Dicurigai Jadi Dalang
Kompas dunia | 18 Juli 2024, 22:12 WIBNAIROBI, KOMPAS.TV - Kenya tengah digegerkan misteri pembunuh berantai yang disebut telah membunuh 42 perempuan. Kasus pembunuh berantai ini menggegerkan publik usai ditemukan potongan-potongan tubuh hasil mutilasi.
Potongan-potongan tubuh itu ditemukan di bekas tambang di sebuah perkampungan kumuh di Nairobi. Polisi mengidentifikasi potongan-potongan tubuh yang ditemukan sejauh ini adalah milik sembilan orang.
Pada Senin (15/7/2024) lalu, polisi Kenya mengeklaim memecahkan kasus ini dengan menangkap terduga pelaku, Collins Jumaisi Khalusha (33). Kepada polisi, Khalusha mengaku telah membunuh 42 perempuan. Korban pertama adalah istri pertamanya.
"Kita menghadapi seorang pembunuh berantai, seorang psikopat pembunuh berantai yang tidak menghargai nyawa manusia, tak punya kehormatan ataupun harga diri," kata penyidik kepolisian Kenya, Mohamed Amin dikutip Al Jazeera.
Teror mutilasi di Nairobi
Temuan jasad termutilasi meneror warga Nairobi sejak akhir pekan lalu. Awalnya, potongan tubuh dari sembilan orang ditemukan dibungkus karung di sebuah bekas tambang antara hari Jumat (12/7) hingga Senin (15/7).
Polisi mengidentifikasi delapan dari sembilan korban adalah perempuan, sedangkan satu jenazah lain belum diketahui jenis kelaminnya. Semua korban berusia antara 18-30 tahun dan dibunuh dengan cara yang sama.
Baca Juga: RUU Kenaikan Pajak Picu Kerusuhan di Kenya: Massa Bakar Gedung DPR, Polisi Tembakkan Peluru Tajam
Menurut keterangan polisi, pembunuhan pertama dilakukan pada 2022, pembunuhan terkini dilakukan pada Kamis (11/7) pekan lalu.
Polisi menangkap Khalusha usai menganalisis transfer uang yang dilakukan dari ponsel salah satu korban. Hasil analisis tersebut membuat polisi menggeledah rumah Khalusha yang terletak sekitar 100 meter dari bekas tambang.
Di rumah terduga pelaku, polisi mengaku menemukan 10 ponsel, pakaian perempuan, golok, dan karung yang identik dengan yang ditemukan di lokasi kejadian. Polisi juga menemukan sebuah laptop dan beberapa kartu identitas.
Polisi mengaku belum bisa menegakkan motif pembunuhan berantai ini. Terduga pelaku ditangkap ketika sedang menyaksikan final Piala Eropa 2024 antara Spanyol vs Inggris di sebuah bar.
Pembunuhan berantai tersebut memicu kemarahan publik Kenya sejak pekan lalu. Publik Kenya mempertanyakan kenapa pembunuhan bisa terjadi sejak 2022, padahal lokasi kejadian berada di dekat kantor polisi.
Polisi dituduh terlibat
Kuasa hukum terduga pelaku, John Maina Ndegwa membantah bahwa kliennya adalah pembunuh berantai di bekas tambang. Menurutnya, Khalusha disiksa hingga mengaku telah membunuh 42 perempuan.
Pihak kepolisian di Kenya sejak lama dituduh mempraktikkan pelanggaran hak asasi manusia. Polisi pun semakin disorot usai bertindak brutal dalam membubarkan demonstrasi anti-pemerintah beberapa waktu lalu.
Ndegwa mengeklaim kliennya tidak mungkin membunuh 42 orang. Kata dia, kondisi kesehatan Khalusha memburuk di tahanan karena penyiksaan.
"Dia (Khalusha) mengalami pelecehan, penyiksaan, dan pengakuannya ke publik bahwa dia telah membunuh 42 orang benar-benar tidak bisa dipercaya," kata Ndegwa.
Akan tetapi, polisi kemudian menangkap dua tersangka lain yang memperberat tuduhan terhadap Khalusha. Pihak penyidik juga membantah tuduhan bahwa mereka menyiksa Khalusha.
Polisi menangkap tersangka tambahan yang membawa sebuah ponsel milik seorang korban yang telah diidentifikasi. Sedangkan tersangka selanjutnya ditangkap karena menjual ponsel tersebut. Saat digeledah, tersangka itu memiliki 154 ponsel bekas di rumahnya dan mengaku membeli dagangan dari Khalusha.
Pihak kepolisian dicurigai terlibat kasus pembunuhan berantai ini mengingat banyaknya orang hilang dalam demonstrasi menentang kenaikan pajak pada 24 Juni lalu. Sebanyak 40 orang terbunuh dalam kekerasan di sekitar demonstrasi ini.
Kalangan demonstran dan organisasi hak asasi manusia melaporkan bahwa ratusan orang ditangkap polisi secara semena-mena dan disiksa selama protes berlangsung.
Salah satu demonstran yang diculik polisi, Malcolm Webb mengaku dibawa ke sebuah tempat lalu disiksa.
Lembaga pengawas kepolisian Kenya mengaku telah meluncurkan penyelidikan sehubungan keterkaitan polisi dengan jasad-jasad yang ditemukan termutilasi. Lembaga itu menyebut jasad-jasad yang ditemukan menunjukkan tanda "mutilasi dan penyiksaan."
Baca Juga: Tok! Wowon Cs Pembunuh Berantai Divonis Penjara Seumur Hidup
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Al Jazeera