Turki dan Suriah Makin Gencar Pemulihan Hubungan Diplomatik, Ini Maknanya Bagi Timur Tengah
Kompas dunia | 14 Juli 2024, 09:33 WIBANKARA, KOMPAS TV - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, dan Presiden Suriah, Bashar Assad, baru-baru ini menunjukkan minat untuk memperbaiki dan pemulihan hubungan diplomatik yang telah terputus lebih dari satu dekade.
Erdogan berharap bisa segera bertemu dengan Assad untuk pertama kalinya sejak hubungan kedua negara terputus pada tahun 2011. Saat itu, protes besar-besaran anti-pemerintah dan tindakan keras oleh pasukan keamanan di Suriah berubah menjadi perang saudara yang masih berlangsung hingga sekarang.
Berbicara pada KTT NATO di Washington pada Kamis (12/7/2024), Erdogan mengatakan bahwa dia telah menghubungi Assad dua minggu lalu. Erdogan mengajak Assad untuk datang ke Turki atau bertemu di negara ketiga. Erdogan juga telah menugaskan Menteri Luar Negeri Turki untuk menindaklanjuti ini.
Turki mendukung kelompok pemberontak Suriah yang ingin menggulingkan Assad dan masih mempertahankan pasukan di barat laut yang dikuasai oposisi, yang menjadi titik sensitif bagi Damaskus.
Baca Juga: Menlu Iran Berkunjung ke Suriah, Persiapan Perang Lawan Israel?
Pembicaraan Terbaru
Rusia, yang merupakan pendukung kuat pemerintah Assad dan juga memiliki hubungan dekat dengan Turki, telah mendorong kembalinya hubungan diplomatik ini. Pada Desember 2022, menteri pertahanan Turki, Suriah, dan Rusia mengadakan pembicaraan di Moskow. Ini adalah pertemuan tingkat menteri pertama antara Turki dan Suriah sejak 2011. Rusia juga memfasilitasi pertemuan antara pejabat Suriah dan Turki tahun lalu.
Namun, pembicaraan tersebut gagal dan pejabat Suriah masih mengecam keberadaan pasukan Turki di barat laut Suriah. Assad mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Sky News Arabia pada Agustus lalu bahwa tujuan Erdogan adalah "melegitimasi pendudukan Turki di Suriah."
Apa yang Berbeda Kali Ini
Rusia kembali mendorong pembicaraan ini, dan kali ini, Irak — yang berbatasan dengan Turki dan Suriah — juga menawarkan untuk menjadi mediator, seperti yang pernah dilakukan antara Saudi Arabia dan Iran.
Aron Lund dari lembaga think tank Century International mengatakan, Irak mungkin ingin mengurangi tekanan dari Turki yang meminta tindakan tegas terhadap Partai Pekerja Kurdistan (PKK), kelompok separatis Kurdi yang memiliki basis di Irak utara. Dengan mendorong perbaikan hubungan dengan Suriah, Baghdad mungkin mencoba menciptakan keterlibatan positif dengan Turki.
Situasi geopolitik di kawasan juga telah berubah dengan perang di Gaza dan kekhawatiran akan konflik regional yang lebih luas. Ozgur Unluhisarcikli, analis Turki dari German Marshall Fund di Ankara, mengatakan kedua negara mungkin merasa tidak aman dan mencari aliansi baru.
Baca Juga: Suasana Takbiran Idulfitri di Suriah, Anak-anak Pengungsi Nyalakan Lentera Bersama Relawan
Keinginan Turki dan Suriah
Dari sisi Erdogan, Unluhisarcikli mengatakan upaya ini mungkin didorong oleh meningkatnya sentimen anti-Suriah di Turki. Erdogan berharap kesepakatan bisa tercapai untuk memulangkan banyak dari 3,6 juta pengungsi Suriah yang tinggal di Turki.
Dari sisi Suriah, kembali ke hubungan dengan Turki akan menjadi langkah lain untuk mengakhiri isolasi politik Assad di kawasan setelah lebih dari satu dekade.
Meski ada perbedaan mengenai keberadaan pasukan Turki di barat laut Suriah, Damaskus dan Ankara memiliki kepentingan yang sama dalam membatasi otonomi kelompok Kurdi di timur laut Suriah.
Turki mungkin khawatir bahwa situasi keamanan di timur laut Suriah bisa memburuk jika AS menarik pasukan yang saat ini ditempatkan di sana sebagai bagian dari koalisi melawan kelompok militan ISIS. Ini bisa membuat Turki perlu bekerja sama atau setidaknya berkoordinasi dengan Suriah untuk mengelola dampak dari penarikan AS.
Joseph Daher, peneliti Swiss-Suriah dan dosen tamu di European University Institute di Florence, mengatakan kedua pemerintah mungkin berharap ada "keuntungan ekonomi" dari perbaikan hubungan ini. Meskipun perdagangan tidak pernah sepenuhnya berhenti, saat ini dilakukan melalui perantara. Dengan memulihkan hubungan diplomatik, perdagangan resmi bisa kembali dan membuat transaksi lebih lancar.
Baca Juga: Menlu Iran Berkunjung ke Suriah, Persiapan Perang Lawan Israel?
Prospek Kesepakatan
Para analis sepakat bahwa pembicaraan ini tidak mungkin menghasilkan penarikan penuh pasukan Turki dari barat laut Suriah yang diinginkan Damaskus. Meskipun kepentingan kedua negara “sebenarnya sangat tumpang tindih,” Lund mengatakan, “ada juga ketidaksetujuan besar" dan “banyak dendam dan kepahitan” yang bisa menghambat bahkan "kesepakatan tingkat rendah". Baik Erdogan maupun Assad mungkin juga ingin menunggu hasil pemilihan AS, yang bisa menentukan kehadiran Amerika di kawasan, sebelum membuat kesepakatan besar.
Dalam jangka panjang, Lund mengatakan, “Logika situasi ini mendiktekan adanya kolaborasi Turki-Suriah dalam beberapa bentuk. ... Mereka bertetangga. Mereka terjebak satu sama lain dan kebuntuan saat ini tidak baik bagi mereka.”
Unluhisarcikli sepakat bahwa “kesepakatan besar” tidak mungkin keluar dari pembicaraan ini, tetapi peningkatan dialog bisa menghasilkan “beberapa langkah membangun kepercayaan”.
Daher mengatakan hasil paling mungkin dari pembicaraan ini adalah beberapa “kesepakatan keamanan” antara kedua pihak, tetapi bukan penarikan penuh Turki dari Suriah dalam waktu dekat, terutama karena tentara pemerintah Suriah terlalu lemah untuk menguasai barat laut Suriah sendirian.
“Sendirian, mereka tidak mampu merebut kembali seluruh barat laut — mereka perlu berurusan dengan Turki,” katanya.
Pandangan Masyarakat di Turki dan Suriah
Di Turki dan Suriah yang dikuasai pemerintah, banyak yang melihat upaya pemulihan hubungan ini secara positif. Namun, di barat laut Suriah, terjadi protes menentang normalisasi hubungan antara Ankara dan Damaskus. Kurdi di Suriah juga khawatir bahwa pemulihan hubungan ini akan merugikan mereka.
Pihak otoritas Kurdi di timur laut Suriah mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa rekonsiliasi yang prospektif ini akan menjadi “konspirasi melawan rakyat Suriah" dan “legitimasi yang jelas atas pendudukan Turki” di wilayah yang sebelumnya mayoritas Kurdi yang kini dikuasai oleh pasukan yang didukung Turki.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Gading-Persada
Sumber : Associated Press