> >

Uji Coba Rudal Hipersonik Korea Utara Diduga Gagal, Meledak di Udara

Kompas dunia | 26 Juni 2024, 14:19 WIB
Jejak kondensasi yang diyakini berasal dari rudal Korea Utara terlihat di lepas pantai Pulau Yeonpyeong, Korea Selatan, Rabu, 26 Juni 2024. Sebuah rudal hipersonik yang diduga diluncurkan oleh Korea Utara meledak saat terbang pada hari Rabu, kata militer Korea Selatan (Sumber: AP Photo)

SEOUL, KOMPAS.TV - Sebuah uji coba rudal hipersonik yang diduga diluncurkan Korea Utara diduga gagal dan meledak di udara, Rabu (26/6/2024). Hal ini diungkapkan militer Korea Selatan.

Insiden ini terjadi saat Korea Utara memprotes penempatan kapal induk Amerika Serikat (AS) di wilayah tersebut untuk latihan militer trilateral bersama Korea Selatan dan Jepang.

Rudal tersebut diluncurkan dari wilayah ibu kota Korea Utara sekitar pukul 5:30 pagi dan diarahkan ke perairan timur Korea Utara sebelum meledak, kata Kepala Staf Gabungan Korea Selatan dalam sebuah pernyataan.

Kepala Staf Gabungan Korsel kemudian mengatakan rudal tersebut meledak saat terbang di atas kota pesisir timur Korea Utara, Wonsan. Puing-puing rudal tersebar di perairan hingga 250 kilometer dari lokasi peluncuran. Tidak ada kerusakan yang dilaporkan.

Kepala Staf Gabungan Korsel menduga senjata tersebut adalah rudal hipersonik berbahan bakar padat dan uji coba tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuannya. Peluncuran tersebut menghasilkan lebih banyak asap daripada peluncuran normal, kemungkinan karena kesalahan mesin, katanya.

Komando Indo-Pasifik AS mengecam peluncuran tersebut dan menegaskan komitmen AS untuk pertahanan Korea Selatan dan Jepang tetap kokoh.

Dalam panggilan telepon trilateral, diplomat senior dari Korea Selatan, AS, dan Jepang mengecam dan menyebut peluncuran rudal Korea Utara sebagai pelanggaran resolusi Dewan Keamanan PBB dan ancaman terhadap perdamaian internasional. Mereka sepakat untuk menjaga koordinasi erat tiga arah, menurut Kementerian Luar Negeri Korea Selatan.

Sejak 2021, Korea Utara melakukan serangkaian uji coba rudal hipersonik untuk memperoleh kemampuan menembus perisai pertahanan rudal musuhnya. Namun, para ahli asing meragukan apakah kendaraan hipersonik Korea Utara telah membuktikan kecepatan dan manuverabilitas yang diinginkan selama uji coba.

Dalam beberapa tahun terakhir, Korea Utara juga berupaya mengembangkan lebih banyak senjata rudal berbahan bakar padat. Propelan semacam itu membuat peluncuran lebih sulit terdeteksi dibandingkan dengan rudal berbahan bakar cair, yang harus diisi bahan bakar sebelum lepas landas.

Baca Juga: Putin Tegaskan Rusia Dukung Kemerdekaan Korut, Beri Kode Rusia Dukung Korut Caplok Korsel?

Warga Korea Selatan menonton program berita yang menyiarkan peluncuran rudal oleh Korea Utara, di Stasiun Kereta Api Seoul di Seoul, Korea Selatan, Rabu, 26 Juni 2024. Uji coba rudal balistik Korea Utara pada hari Rabu kemungkinan besar berakhir dengan kegagalan, kata militer Korea Selatan (Sumber: AP Photo)

Kapal induk canggih USS Theodore Roosevelt tiba di Korea Selatan pada Sabtu lalu, dan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol naik ke kapal induk tersebut hari Selasa. Yoon Suk Yeol menjadi Presiden Korea Selatan pertama yang naik kapal induk AS sejak 1994.

Yoon mengatakan kepada pasukan AS dan Korea Selatan di kapal induk tersebut bahwa aliansi negara mereka adalah yang terbesar di dunia dan dapat mengalahkan musuh mana pun.

Dia mengatakan kapal induk AS akan berangkat pada hari Rabu untuk latihan Korea Selatan-AS-Jepang, yang disebut Freedom Edge. Pelatihan ini bertujuan untuk mengasah respons gabungan negara-negara tersebut di berbagai bidang operasi, termasuk udara, laut, dan dunia maya.

Sementara itu, Wakil Menteri Pertahanan Korea Utara, Kim Kang Il, pada Senin menyebut penempatan kapal induk AS sebagai tindakan ceroboh dan berbahaya. Korea Utara sebelumnya menyebut latihan besar AS-Korea Selatan sebagai latihan invasi dan bereaksi dengan uji coba rudal.

Pejabat Seoul mengatakan latihan Korea Selatan-AS-Jepang yang akan datang bertujuan untuk memperkuat kemampuan respons ketiga negara terhadap ancaman nuklir Korea Utara yang berkembang saat Korea Utara meningkatkan kemitraan militernya dengan Rusia.

Selama pertemuan puncak di Pyongyang minggu lalu, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani kesepakatan yang mengharuskan masing-masing negara untuk memberikan bantuan jika diserang dan berjanji untuk meningkatkan kerja sama lainnya. Pengamat mengatakan kesepakatan tersebut merupakan hubungan terkuat antara kedua negara sejak akhir Perang Dingin.

AS dan mitranya percaya Korea Utara memasok senjata konvensional yang sangat dibutuhkan Rusia untuk perangnya di Ukraina sebagai imbalan atas bantuan militer dan ekonomi.

Laporan peluncuran rudal Korea Utara adalah demonstrasi senjata pertama sejak Kim Jong Un pada 30 Mei lalu mengawasi peluncuran peluncur roket berkapasitas nuklir untuk menyimulasikan serangan pendahuluan terhadap Korea Selatan.

Sejak 2022, Korea Utara mempercepat laju uji coba senjatanya untuk meningkatkan kemampuan serangan nuklir dalam menghadapi apa yang disebutnya ancaman militer AS yang semakin ngeri. Para ahli asing mengatakan Korea Utara bertujuan menggunakan persenjataan nuklir untuk mendapatkan konsesi yang lebih besar dari AS ketika diplomasi dilanjutkan.

 

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Associated Press


TERBARU