Sosok Bryan Sukidi, Siswa Indonesia Peraih Penghargaan Bakat Luar Biasa di AS
Kompas dunia | 13 Juni 2024, 14:27 WIBMASSACHUSSETS, KOMPAS.TV - Sosok Bryan Sukidi, siswa Indonesia yang bersekolah di Amerika Serikat (AS) menjadi sorotan.
Pasalnya, Bryan Sukidi meraih penghargaan bakat luar biasa dari Milton Academy, Massachusetts.
Ia juga menjadi pembaca pidato perpisahan upacara kelulusan di Milton Academy kelas 2024 pada Jumat (7/6/2024).
Baca Juga: Putin Disebut Tak akan Tewas Karena Kecelakaan Pesawat, Hal Ini yang Disombongkan Rusia
Bukan hanya satu, Bryan Sukidi mendapat dua pengharagaan atas prestasinya.
Penghargaan pertama adalah THE A. O. SMITH PRIZE, yang dihadiahkan dari Departemen Bahasa Inggris untuk siswa dengan bakat luar biasa dalam menulis non-fiksi.
Ia juga menjadi peraih THE COMPUTER SCIENCE PRIZE, yang diberikan kepada siswa dengan kemampuan ilmu komputer yang sempurna.
Bryan Sukidi sendiri dikenal sebagai sosok yang aktif di sekolah, dan ikut dalam sejumlah kegiatan.
Pada laman miliknya, Bryan Sukidi mengungkapkan sempat menjabat sebagai Presiden klub pemograman, Presiden kelas, Anggota Komite Siswa DEIJ, seta penyelemnggara Fastival Kebudayaan Milton Academy.
Pada pidatonya, Bryan Sukidi mengungkapkan mengenai perjalanan dan “petualangannya” di Milton Academy.
Ketika itu ia baru menyadari bahwa ia hanya mengenal sedikit dari keluarganya, ketika orang tuanya memutusakan kembali ke Indonesia.
“Anda bisa menghabiskan waktu seumur hidup dengan seseorang, mencintai mereka dengan hati Anda. Berpikir Anda tahu tentang mereka, tapi ternyata belum mengetahui keseluruhan kisah mereka. Tak mengetahui mereka sebenarnya,” ujar Bryan Sukidi.
Ia mengungkapkan bagaimana ia menginginkan memiliki banyak teman, namun sebagai anak yang pemalu ia kerap tergagap saat berbicara.
Apalagi, ia harus menghadapi begitu banyak orang yang tak ia kenali, sehingga menyulitkannya bergaul.
Namun, ia kemudian menegaskan melakukan pendekatan yang berbeda untuk menyesuaikan dirinya pada tahun kedua.
“Saya ingin membuat semua orang tertawa dan tersenyum. Mungkin dengan begitu saya bisa memiliki banyak teman,” katanya.
“Di Beatnik, saya bernyanyi Grenade dan You Belong With Me. Di ruang makan saya membuat gurauan tentang ayam yang masih mentah itu masih hidup. Dan pada Halloween, saya berdandan sebagai hot dog, dan bermain-main di sekitar sekolah,” ujarnya.
Ternyata upayanya tersebut berhasil, karena orang-orang semakin menyadari dirinya.
“Saya kemudian menjadi memiliki banyak teman, dan saya senang bisa menjadi orang yang membuat orang lain tertawa dan tersenyum,” katanya.
Namun, ia kembali merasakan bahwa dirinya sebenarnya tak tahu mengenai orang-orang di dekatnya, dan merasakan adanya bagian yang hilang.
Ia pun baru menyadarinya saat kelas bahasa Inggris di tahun junior-nya.
Ketika itu ia bertanya kepada seluruh teman sekelasnya apa yang ditakuti dalam hidup.
“Saya menghadapi keheningan yang memekakan telinga dan langsung menyesal menanyakan seperti itu. Namun, ketika seseorang akhirnya bicara, dan diikuti yang lainnya, ketidakpastian saya cepat memudar,” ujarnya.
Baca Juga: Argentina Rusuh Usai Upaya Pemotongan Anggaran Negara oleh Presiden Javier Milei, Bak Medan Perang
“Yang diperlukan hanyalah satu pertanyaan yang menggugahj pikiran agar teman-teman sekelas saya terbuka tentang ketakutan mereka terjebak dalam pekerjaan dari jam 9 pagi hingga 5 sore, gagasan menjadi orang tua suatu hari nanti, atau pemikiran menjadi tua tanpa siapa pun yang bisa dihubungi sebagai teman,” tambahnya.
Ketika itu, ia mengatakan merasakan kehangatan dan kegembiraan karena mengenal teman-teman sekelasnya bukan hanya sebagai teman sekelas, tetapi sebagai manusia.
“Orang-orang dengan cerita, ketakutan, dan impian mereka sendiri,” katanya.
Penulis : Haryo Jati Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Milton.edu