> >

3.500 Lebih Anak di Gaza Terancam Tewas Kelaparan akibat Kebijakan Israel

Kompas dunia | 4 Juni 2024, 08:06 WIB
me
Warga Palestina antre untuk mendapatkan makanan di Rafah, Jalur Gaza, Jumat (16/2/2024). (Sumber: AP Photo)

ISTANBUL, KOMPAS.TV - Lebih dari 3.500 anak terancam tewas kelaparan akibat kebijakan Israel yang sengaja membuat warga Palestina di Jalur Gaza kelaparan. Hal itu diungkapkan kantor media di wilayah yang terkepung itu, Senin (3/6/2024).

Kantor media Gaza menyatakan, "Lebih dari 3.500 anak di bawah usia lima tahun terancam meninggal dunia di Gaza akibat kebijakan Israel yang membuat anak-anak kelaparan.”

Mereka menyoroti "kekurangan susu dan makanan, kurangnya suplemen nutrisi, serta tidak adanya vaksinasi."

Bantuan kemanusiaan dilarang masuk selama empat minggu berturut-turut, "di tengah kesunyian internasional yang memekakkan telinga," kata kantor media Gaza.

Pada Sabtu (1/6/2024), seorang anak Palestina meninggal karena kelaparan di Gaza tengah setelah Israel menutup pintu perlintasan Rafah dan mencegah bantuan kemanusiaan masuk selama hampir sebulan.

Baca Juga: Senator AS Sebut Netanyahu Penjahat Perang: Israel Bunuh Lebih dari 34.000 Warga Sipil di Gaza

"Seorang anak Palestina berusia 13 tahun meninggal karena kelaparan di Rumah Sakit Al-Aqsa Martir di Deir Al-Balah di Gaza tengah di tengah penutupan perbatasan Rafah," tulis kantor berita resmi Palestina, WAFA.

Menurut WAFA, hingga saat ini, malanutrisi dan dehidrasi telah merenggut 37 nyawa di Jalur Gaza akibat pembatasan ketat terhadap bantuan kemanusiaan yang masuk ke wilayah yang telah diduduki Israel sejak 1967 tersebut.

Israel menutup perbatasan Rafah selama 28 hari berturut-turut, menimbulkan kekhawatiran akan memburuknya situasi kemanusiaan akibat kekurangan pasokan penting, terutama di Gaza utara.

Baca Juga: PBB: Lebih dari Setengah Juta Orang Terusir dari Rafah dan Gaza Utara, Mereka Lelah dan Kelaparan

Warga Palestina mengantre untuk mendapatkan makanan gratis di Rafah, Jalur Gaza, Kamis (21/12/2023). (Sumber: AP Photo)

Israel mengambil alih kendali sisi Palestina di perbatasan Rafah-Mesir pada 7 Mei lalu, setelah aksi militer yang mengabaikan seruan internasional.

Mereka juga menutup perbatasan bagi orang-orang yang terluka yang mencari perawatan ke luar Gaza dan memblokir bantuan kemanusiaan yang sudah langka untuk masuk.

Kantor media Gaza menekankan, anak-anak ini menderita “malanutrisi akut, yang mempengaruhi tubuh mereka, membuat mereka rentan terhadap penyakit menular, menghambat pertumbuhan, dan mengancam kelangsungan hidup mereka.”

"Anak-anak ini tidak memiliki akses ke layanan penting, dan kondisi mereka semakin buruk karena tidak adanya vaksinasi dan obat-obatan penting."

Baca Juga: Save The Children: Sudah Tidak Ada Tempat Aman untuk Anak-Anak di Gaza

Kantor media Gaza menyeru kepada komunitas internasional untuk memenuhi tanggung jawab mereka dan menyelamatkan anak-anak di Gaza.

Mereka mencatat “335.000 anak hidup dalam kondisi yang sangat sulit akibat genosida, pengungsian, dan efek lainnya dari agresi Israel.”

Sejak 2006, Israel memberlakukan blokade di Gaza, menyebabkan sekitar 2 juta dari 2,3 juta penduduknya hidup dalam kondisi bencana dengan kekurangan makanan, air, dan obat-obatan yang parah.

Sejak Israel melancarkan serangan besar terbarunya pada 7 Oktober 2023, lebih dari 36.400 warga Palestina telah tewas di Gaza, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 82.600 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.

Setelah hampir delapan bulan, sebagian besar Gaza hancur di tengah blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan.

Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ), yang dalam putusan terbarunya memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasinya di Rafah.

Lebih dari satu juta warga Palestina berlindung dari serangan Israel di Rafah, sebelum wilayah itu diinvasi pasukan darat Israel pada 6 Mei.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Anadolu


TERBARU