> >

Pemimpin Korsel, China, dan Jepang Bertemu Bilateral Jelang KTT Trilateral, Bahas Topik Sensitif

Kompas dunia | 27 Mei 2024, 07:59 WIB
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol (kiri), PM China Li Qiang (tengah), dan PM Jepang Fumio Kishida. Pemimpin Korea Selatan, China, dan Jepang akan bertemu di Seoul hari Senin, 27/5/2024, untuk pembicaraan trilateral pertama sejak 2019, menurut kantor kepresidenan Korea Selatan pada Kamis, 23/5/2024. (Sumber: AP Photo)

SEOUL, KOMPAS TV - Pemimpin Jepang dan Korea Selatan masing-masing bertemu secara bilateral membahas topik sensitif seperti Taiwan, Korea Utara, dan Laut China Selatan serta cara meningkatkan kerjasama saat mereka bertemu dengan Perdana Menteri China hari Minggu, 26/5/2024, sehari sebelum pertemuan trilateral yang lebih lengkap.

Ketiga pemimpin rencananya akan bertemu hari Senin, 27/5/2024, di Seoul untuk pembicaraan trilateral pertama ketiga pemimpin dalam lebih dari empat tahun guna membahas cara memperbarui kerjasama mereka, kata kantor kepresidenan Korea Selatan pada Kamis, 23 Mei 2024.

Dalam pertemuan bilalteral hari Minggu, belum jelas seberapa serius diskusi para pemimpin mengenai isu-isu sensitif tersebut, yang tidak termasuk dalam agenda resmi untuk pertemuan tiga arah pada hari Senin, 27/5/2024, di Seoul, pertemuan pertama dalam lebih dari empat tahun.

Tidak diharapkan ada pengumuman besar dari pertemuan tersebut, namun pengamat mengatakan dimulainya kembali pembicaraan tingkat tertinggi di antara ketiga negara tetangga di Asia Timur Laut ini merupakan pertanda baik dan menunjukkan niat mereka untuk memperbaiki hubungan.

Pertemuan trilateral mereka seharusnya berlangsung setiap tahun tetapi terhenti sejak yang terakhir pada Desember 2019 karena pandemi COVID-19 dan hubungan yang kompleks di antara ketiga negara.

Setelah bertemu dengan Perdana Menteri China Li Qiang, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan kepada wartawan bahwa ia mengungkapkan kekhawatiran serius tentang situasi di Laut China Selatan, Hong Kong, dan wilayah Xinjiang di barat laut China. Dia mengatakan Jepang mengamati dengan cermat perkembangan di Taiwan yang mengatur dirinya sendiri.

Ia merujuk pada sikap militer China di Laut China Selatan, penindasan gerakan pro-demokrasi di Hong Kong, dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap minoritas di Xinjiang.

Baca Juga: Taiwan Kecam Latihan Militer China, Dinilai Ancam Perdamaian di Indo-Pasifik

PM Jepang Fumio Kishida, kiri, berjabat tangan dengan PM China Li Qiang sebelum pertemuan mereka di Seoul, Korea Selatan, Minggu, 26 Mei 2024. (Sumber: AP Photo / Kyodo News)

Pekan lalu, China juga meluncurkan latihan militer besar di sekitar Taiwan untuk menunjukkan kemarahannya atas pelantikan presiden baru di pulau itu yang menolak menerima klaim China bahwa Taiwan adalah bagian dari China.

Dalam pertemuan terpisah dengan Li, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol meminta China, sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, untuk berkontribusi dalam mempromosikan perdamaian di Semenanjung Korea, sambil berbicara tentang program nuklir Korea Utara dan hubungan militernya yang semakin mendalam dengan Rusia, menurut kantor Yoon.

Kantor Yoon mengatakan Yoon dan Kishida dalam pertemuan terpisah mereka menyatakan kekhawatiran tentang program nuklir Korea Utara dan sepakat untuk memperkuat kerjasama mereka dengan Amerika Serikat.

Korea Selatan, Jepang, dan AS telah lama mendesak China — sekutu utama Korea Utara dan jalur ekonominya — untuk menggunakan pengaruhnya guna membujuk Utara meninggalkan ambisi nuklirnya. Namun, China diduga menghindari penegakan penuh sanksi PBB terhadap Korea Utara dan mengirimkan bantuan rahasia untuk membantu tetangganya yang miskin tetap bertahan.

Ketiga pemimpin juga membahas cara memperkuat kerjasama ekonomi dan lainnya.

Yoon dan Li sepakat untuk meluncurkan saluran dialog baru Korea Selatan-China yang melibatkan pejabat senior diplomat dan pertahanan pada pertengahan Juni. Mereka juga sepakat untuk memulai kembali negosiasi untuk memperluas perjanjian perdagangan bebas dan mengaktifkan kembali badan-badan yang tidak aktif tentang pertukaran personel, investasi, dan isu-isu lainnya, menurut kantor Yoon.

Media pemerintah China melaporkan Li mengatakan kepada Yoon bahwa kedua negara harus menjaga stabilitas rantai industri dan pasokan yang saling terkait erat dan menolak mengubah isu-isu ekonomi dan perdagangan menjadi isu-isu politik dan keamanan.

Baca Juga: Ucapan Presiden Taiwan Ini Bikin China Ngamuk, Langsung Unjuk Gigi Latihan Militer

Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, kanan, berjabat tangan dengan PM Jepang Fumio Kishida saat pertemuan di Kantor Kepresidenan di Seoul, Korea Selatan, Minggu, 26 Mei 2024. (Sumber: AP Photo)

Kishida mengatakan dia dan Li menegaskan kembali bahwa Jepang dan China akan mencari kemajuan di berbagai bidang untuk mempromosikan hubungan yang saling menguntungkan. Kishida dan Yoon juga mengatakan mereka sepakat untuk lebih memperkuat hubungan, yang telah menghangat secara signifikan sejak tahun lalu setelah kemunduran sebelumnya terkait dengan masa penjajahan Jepang atas Semenanjung Korea pada tahun 1910-1945.

Pejabat Korea Selatan mengatakan bahwa pernyataan bersama setelah pertemuan trilateral pada hari Senin akan mencakup diskusi para pemimpin tentang kerjasama dalam bidang-bidang seperti pertukaran antarwarga, perubahan iklim, perdagangan, isu-isu kesehatan, teknologi, dan tanggap bencana.

Ketiga negara Asia tersebut merupakan mitra dagang penting dan kerjasama mereka sangat penting untuk mempromosikan perdamaian dan kemakmuran regional. Mereka bersama-sama menyumbang sekitar 25% dari produk domestik bruto global.

Namun, ketiga negara sering terlibat dalam sengketa pahit atas berbagai isu sejarah dan diplomatik yang berasal dari kekejaman masa perang Jepang. Kenaikan China dan dorongan AS untuk memperkuat aliansi Asianya juga secara signifikan mempengaruhi hubungan tiga arah mereka dalam beberapa tahun terakhir.

Para ahli mengatakan Korea Selatan, China, dan Jepang sekarang berbagi kebutuhan untuk memperbaiki hubungan. Korea Selatan dan Jepang menginginkan hubungan yang lebih baik dengan China karena itu adalah mitra dagang terbesar mereka. China, pada bagiannya, kemungkinan percaya bahwa penguatan lebih lanjut kerjasama Korea Selatan-Jepang-AS akan merugikan kepentingan nasionalnya.

Sementara itu, China selalu mengirim perdana menterinya, pejabat nomor dua di negara itu, ke pertemuan trilateral pemimpin sejak sesi pertamanya pada 2008.

Pengamat mengatakan, China sebelumnya berargumen bahwa di bawah kepemimpinan kolektif saat itu, perdana menteri utamanya bertanggung jawab atas urusan ekonomi dan paling cocok menghadiri pertemuan tersebut, yang sebagian besar berfokus pada isu-isu ekonomi.

Namun, mereka mengatakan China mungkin menghadapi lebih banyak permintaan agar Presiden Xi Jinping hadir karena dia telah memusatkan kekuasaan di tangannya dan menentang norma kepemimpinan kolektif.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Associated Press


TERBARU